Angie, Lolita dan Marsha masuk ke kantor peternakan. Namun mereka hanya menemukan ruangan Rudi sudah kosong. Angie buru-buru membuka paksa pintu ruangan Mawar yang ternyata juga sudah kosong. “Lho, pagi-pagi begini mereka gak ada di kantor. Ke mana mereka?” kata Angie dengan nada meninggi.
“Sabar. Malu didengar sama pegawai-pegawai,” bisik Lolita di telinga Angie.
Marsha menutup kembali ruangan Mawar, dan menarik tangan Angie ke arah dapur. “Hei, Cha. Apaan sih? Kenapa bawa gue ke dapur?” Angie berusaha menolak tarikan Marsha.
“Udah. Gak usah banyak nanya. Ikut aja,” bisik Marsha. Setibanya di dapur, Marsha, Angie dan Lolita hanya menemukan tiga orang pekerja dapur peternakan.
“Pagi, Bu. Ada yang bisa saya bantu?” sapa Rani menyambut kedatangan Angie.
“Di mana Pak Rudi dan Bu Mawar?” tanya Angie terburu-buru. Marsha menggenggam tangan Angie sebagai tanda peringatan agar ia menjaga sikapnya.
“Di peternakan, Bu,” jawab Rani sopan.
“Pak Rudi turun langsung ke peternakan?” tanya Marsha tenang, memastikan jawaban Rani.
“Iya, Bu. Mulai kemarin, Pak Rudi sudah ikut Mbak Mawar memantau langsung ke peternakan,” jawab Rani tanpa memandang wajah ketiga gadis di hadapannya ini, tangannya sibuk mengocok teh di sebuah teko.
“Terima kasih. Kami pamit,” kata Marsha terburu-buru menarik Angie keluar dari kantor.
💌
RAUT wajah Rudi semakin melukiskan kebingungan besar yang tersembunyi di relung jiwanya. Mawar mendekatinya, “Mas, kamu kenapa? Coba kamu bicara sama saya, mungkin sedikitnya itu bisa mengurangi beban kamu,” bujuk Mawar lembut. Rudi menarik napas panjang.
“Sebenarnya saya capek begini terus, Mawar,” jawab Rudi memulai ceritanya.
“Iya, tapi masalahnya apa?” bujuk Mawar lagi.
“Saya gak bisa memenuhi keinginan Angie untuk menikahinya. Bagi saya, dia tidak lebih dari seorang sahabat masa kecil,” lanjut Rudi setengah suara.
“Tapi gak dengan kucing-kucingan begini ‘kan, Mas. Semuanya bisa dibicarakan baik-baik,” kata Mawar pula.
“Dia terlalu keras kepala untuk diajak bicara baik-baik. Setiap kali dia gagal memaksa saya untuk menikahi dia, selalu saja melibatkan orang tua kami. Marah-marah, ngambek, bahkan menghalalkan segala cara,” jelas Rudi frustrasi.
“Apa karena kehadiran saya, makanya Mas gak bisa menikahi Angie?” tanya Mawar ragu-ragu yang begitu mengagetkan Rudi. Ia menatap Mawar dalam-dalam. Tak satu pun kata mampu keluar dari mulutnya. Tiba-tiba Marsha, Lolita dan Angie tiba di depan pintu barak.
“Hei! Kalian ini mau kerja atau mau pacaran?” bentak Angie melihat Mawar berdiri tepat di depan Rudi yang duduk di kursi barak. Marsha mencegah Angie mendekati Mawar dan Rudi.
Rudi berdiri, “Lo datang-datang kok nyari ribut sih?” Rudi emosi.
“Yang nyari ribut siapa? Ngapain lo sama perempuan ini di barak begini?” teriak Angie semakin naik pitam.
“Bukan urusan lo!” teriak Rudi tak mau kalah.
“Mau nyari-nyari kesempatan? Gue kira baik-baik, ternyata sama aja!” labrak Angie sembarangan. Rudi hendak mendekati Angie sambil mengepal tangannya kuat-kuat menahan emosi. Mawar mengelus punggung Rudi sambil berbisik, “Sabar, Mas. Dia gak tahu apa yang terjadi. Ini cuma salah paham.” Rudi menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan. Marsha menarik Angie keluar dari barak, Lolita mengikuti mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sure, It's a Truly Love [On Going - Segera Terbit]
RomanceRange 15+ Bangkrutnya pemilik peternakan kuda tempat Mawar bekerja, seperti menjadi skenario Tuhan untuk mempertemukannya dengan Rudi. Mawar dengan segala keunikannya berhasil mengambil tempat istimewa di hati Rudi. Sayangnya, peternakan kuda yang d...