24 6 1
                                    

“Wah...,” ucap Anindita dengan wajah terkesima sambil melihat iklan pesawat yang berisi pramugari itu di televisi.

“Hey!, Anindita kau sudah lama sekali menonton. Belajar sana! Agar kamu seperti kakak mu itu dia sudah cantik, pintar lagi, ga seperti kamu kerjanya makan tidur nonton saja,” ucap ibunya yang naik pitam.

“ Iya, sebentar lagi ya Bu. Aku juga mau seperti kakak Bu, menjadi pramugari yang cantik,” ucap dia sambil memohon.

“Sudah, berhentilah bermimpi kamu modal nonton aja bilang pengen seperti kakak, namun liat tuh kamu santai-santai aja, tiru dong kakak mu itu ga cuman modal ngomong aja.”
Anindita sangat terkejut dengan omongan ibu nya yang seperti setan itu. Pikirnya “aku semakin ragu apakah ini ibuku, maksud ku ibu ku kandung?,”dia pun pergi meninggalkan tempat itu, dengan televisi yang masih menyala.

“Hey!, Anindita kemari kesini dulu ayo bantu ibumu ini. Kamu membuat ibu seperti pembantu saja dirumah ini,” ucap ibunya dengan logat yang keras.

Dia pergi tanpa memperdulikan apa yang dikatakan ibunya. Dia menuju kamar nya, dan menutup pintu kamarnya dengan hantaman yang keras, dia jatuh dan memeluk lutut nya dengan tangan nya sambil termenung sejenak, dia menatap dinding kosong yang polos itu, dia menahan air mata nya yang hampir mau jatuh. Kejadian itu selalu saja menekan ke dalam pikirannya, kejadian itu juga menyisahkan luka dalam hati nya.

Hari silih berganti, Minggu-Minggu pun terlewati. Berapa cepatnya waktu, Anindita sudah menjadi anak SMP tahun ini, dia sekarang berumur 13 tahun. Sekarang Anindita sudah mempunyai banyak teman yang selalu mendukung dan menyemangati dia.

“Halo Anindita. Hei!,” ucap teman nya di Violet, dia melihat teman nya ini sedang menatap dinding kosong. “Hei! Bangunlah bodoh”.
“Huh....ada apa?,” ucap dia dengan muka yang setengah sadar.
“Kamu jangan melamun terus tau, nanti ada hantu yang rasuki tubuhmu lho!,”
“Ha!? Pikirmu aku percaya pada hantu itu. Aku hanya memikirkan sesuatu, tidak ada hal yang lebih,” sambil tertawa sedikit.
“Hmm, baiklah. Eh ngomong-ngomong, kamu mau ikut ga sama kami ke cafe? Kita mau makan malam disana bersama dengan teman teman yang lain.”
“Umm, aku pikir-pikir dulu ya, soalnya ibuku tidak memperbolehkan aku keluar kecuali hal yang penting. Maaf ya Vio,” ucap Anindita dengan nada sedih.
“Kalau kamu gabisa gapapa lho dit. Aku ga paksa kamu untuk ikut, kami juga takut kamu akan dimarahi ibu ku lagi...”
“Yaudah Vio. Kalau aku bisa aku bakalan kabarin ya di WhatsApp. Bye Vio!,”

Sebenarnya Anindita ingin ikut dengan mereka. Namun si ‘ibu’ ini sangat ketat. Jika Anindita disuruh memilih lebih baik tinggal di sekolah atau dirumah, dia pastinya akan memilih sekolah daripada harus dekat ‘ibu’ nya itu. Itulah yang terus menerus ada dipikiran Anindita, hobinya itu pastinya melamun. Kalian pasti bertanya melamun kan hal apa? Wah, banyak sekali hal yang dilantunkan anak kecil ini. Seperti melamunkan bahwa dia memiliki paras yang indah, pintar. Ya... Seperti kakanya, namun itu hal yang mustahil.

Setibanya dirumah,

“Hei! Anak pemalas kemari ke sini,” ucap ibunya itu yang lagi lagi naik pitam melihat anaknya ini, walaupun anaknya tidak mempunyai masalah apapun di sekolah ibunya akan selalu mencari-cari kesalahan dari Anindita.
“Ada apa sih Bu!,” ucap Anindita yang emosi melihat ibunya yang terus saja marah terhadap dia.
“Wah, anak kurang ajar ini. Kamu sudah mulai melawan ibu mu ya!,”
“Iya bu! memang nya kenapa!?, seharusnya ibu sadar, anakmu ini cerminan dari diri ibu sendiri!,” ucap dia sambil mengucurkan air mata.
Ibunya semakin marah kemudian dia pergi ke dapur dan mengambil alat untuk memukul si anak. Anindita pun bergegas pergi dari situ untuk menghindari emosi sang ibu. Matanya sembab dan berair karena menangis, matanya memerah dan hampir tidak bisa melihat apa pun yang ada di depan nya. Kejadian ini memengaruhi jiwa, dan fisik Anindita.

Esok harinya,

“Huh...hah....huh...hah,” ucap  Anindita yang sangat cape saat berlari menuju ke gerbang sekolahnya sebelum di tutup.
“Wuih, sangat melelahkan juga ya....Eh itu ada vio, hai Vio!,”
“Hai Dita, wuih badan mu berlumuran keringat ya, HAHAHAHAHHA,” ucap Vio sambil tertawa.
“Aku hampir telat tau!,” ucap Anindita dengan wajah kesal.
“Hahahah pasti karna bangun kesiangan.” Anindita juga ikut tertawa, mereka bercengkrama sampai masuk ke dalam kelas untuk mengikuti les pertama. Tibalah di siang hari saat istirahat kedua dimulai.
“Eh vio, itu siapa ya? kok aku kesiangan.”
“Oh, dia? Dia itu murid baru di sekolah kita, dia baru saja pindah dari Semarang.”
“Oh gitu ya, aku gatau soalnya semalam aku ga datang.”
“ Oh iya ya, by the way dia cukup populer loh sejak pindah kesini. Tidak heran, dia itu memiliki paras yang indah, orang seperti dia pasti saja populer.”
“Wah, memang benar juga ya,” ucap Anindita sambil memikirkan sesuatu,  entah mengapa setiap dia melihat orang yang berparas indah ingin sekali dia merobek dan mencabik-cabik nya. Pikiran itu selalu menghantuinya.
“Hei! Anindita! sadar lah kamu akhir-akhir ini melamun terus ya,” ucap Vio dengan nada khawatir.
“Oh! Maaf Vio, aku ke kamar mandi dulu ya.Dah!,” ucap Anindita sambil bergegas pergi ke toilet.
“Hmm, ada yang aneh dengan gadis itu,” ucap vio dengan firasat nya itu.
Kemudian sampailah dia, dia pun mencuci muka nya beberapa kali yang dia harapkan dapat menghilang kan pikiran gilanya itu. Tiba-tiba murid baru itu muncul dari pintu toilet. Anindita menulusuri muka si boneka itu, dan ternyata seperti rumor nya dia memang cantik. Kemudian, jiwa iblis Anindita muncul, kebetulan saja dia memiliki sebuah pisau lipat yang dibawa nya untuk berjaga jaga ada yang melukai nya. Tiba-tiba....

“AAAAAAAAAA.” Teriakan itu sangat kencang sampai mungkin telinga orang pecah mendengar nya.
Bunyi itu mengundang para siswi dan siswa yang ada di tempat kejadian itu berlari kesana. Mereka sangat terkejut melihat kedua siswi itu. Yang satu bersimbah darah dan yang satu lagi sedang berdiri adalah sang tersangka yang sedang memegang pisau itu.
“A-apa yang kamu lakukan Anindita?,” ucap violet dengan nada takut dan bergetar saat melihat dia dengan muka pucat.
“Aku tak tau,” ucap Anindita dengan bisikan, terdiam dan terpaku
Mereka melihat siswa baru itu yang sedang terbaring dan dinding toilet yang bercipratan darah. Para murid pun bergegas mencari pertolongan dengan yang lain memanggil ambulans dan polisi, yang lain memberi pertolongan kepada si murid baru. Kejadian itu akan selalu terangkai dipikiran Anindita.

5 Tahun berikutnya....
Tahun demi tahun pun berlalu. Sekarang tahun 2022, 6 tahun lalu si korban menjalani operasi plastik untuk memperbaiki muka nya yang dirusak oleh Anindita. Sedangkan dia terpaksa menjalani masa rehabilitasi untuk di cek keadaan mental nya. Sekarang dia sudah berumur 23 tahun. Dia sekarang sedang mengejar cita-cita nya yaitu menjadi seorang pramugari. Dia sudah melatih dirinya hari demi hari.

“Halo bu, perkenalkan saya Anindita Rahardian Widaya, ingin mendaftarkan diri sebagai calon pramugari di maskapai penerbangan ini bu.”
“Halo saudari Anindita, silahkan cantumkan biodata anda di nomor ini ,beserta bawa KK dan KTP nya ke pusat registrasi nya, sekian.”
“Baiklah Bu, terimakasih atas informasinya,” ucap Anindita dengan muka yang tersenyum bersemi.

06.00 AM
“Wuih, aku gasabar lagi akan ikut tes nya hahahaha! Aku akan membuktikan pada mereka bahwa aku bisa!,”

08.30 AM
Kegiatan pun dimulai. Semua calon calon pramugari dan pramugara ini saat keluar dari raut wajahnya murung saat wawancara, dimana gedung itu merupakan tempat pengumuman nya keluar, dia tidak sabar dengan hasilnya setelah selesai wawancara.

20.00 PM
Dia pulang. Dia menunggu pada malam hari, dan pengumuman nya pun keluar.
ANINDITA RAHARDIAN WIDAYA DINYATAKAN GAGAL
Dia terdiam, membeku sejenak. Ternyata selama ini pencapaian nya sia sia sia tidak mendapatkan hasil apa-apa. Segala impian nya itu hanyalah dusta belaka.
“Ternyata benar kata ibu, aku bukan orang spesial, aku bukan seperti kakak ku” . Kata itu menjadi kata terakhir yang didengar nya dan diucapkan nya. “Selamat tinggal dunia”. Air mata nya menetes.

Pukul 00.00
Anindita ditemukan gantung diri di kamar nya, dia terlihat di kipas angin yang bergerak perlahan dan hampir mau jatuh.


🎉 Kamu telah selesai membaca DIMANA KEHIDUPAN BAHAGIA? [CERPEN REMAJA] 🎉
DIMANA KEHIDUPAN BAHAGIA? [CERPEN REMAJA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang