Sampailah Fika pada liburan terakhirnya, sehingga ia harus pulang meski dengan rasa yang kurang nyaman.
Saat memasuki pekarangan rumahnya, Fika tidak melihat mobil aditia. Fika berpikir mungkin adit jalan- jalan sore. Fika cukup kebingungan ketika memasuk rumah. Suasana rumah sepi. Fika memeriksa kamar Ranaya, tidak terkunci lalu ia membuka dan bisa terlihat kamar ini kosong.
Fika kemudian masuk kamarnya dan mengistirahatkan diri. Sejenak berpikr kemana Ranaya dan suaminya pergi. Mungkin mereka jalan - jalan atau jangan- jangan bulan madu.
Pikiran Fika mulai kacau, untuk saat ini dia belum siap menerima kenyataan kalau Aditia memiliki istri lain.
Setelah lelah bertanya pada pikirannya sendiri Fika memutuskan untuk mbersihkan diri. Menikmati segarnya air dari shower, serta aroma sabun dan sampo yang menguar, membuat pikiran lebih fresh.
***
Aditia sedang sibuk berbelanja semua kebutuhan Ranaya, ini agar Ranaya tidak kebingungan hidup sendiri dirumah milik almarhum Sintia. Meski ada ART, Aditia tidak mau Ranaya sendirian dirumah.
Akhirnya semua kebutuhan terbeli, mulai dari perlengkapan mandi, makanan untuk satu minggu, pakaian, kosmetik, dan keperluan- keperluan untuk hobi Ranaya.
Aditia dan ART menata perlengkapan, juga perabot dalam rumah agar Ranaya mudah beraktifitas dengan kursi rodanya.
Setelah selesai semua, ART mulai masak untuk makan malam.
Aditia dan Ranaya berbincang- bincang dikamar."Terimakasih ya bang, sudah baik sama Ranaya. Ranaya tidak tahu cara membalas kebaikan abang" Ranaya merasa berhutang budi
"Sudah menjadi tanggungjawab saya sebagai suami, saya yang seharusnya minta maaf. Hidupmu menjadi rumit karena abang" ungkap Aditia
"Semua sudah jalanNya, kita harus menjalani. Ranaya bahagia karena abang mau menerima keadaanku ini. Walau tidak bisa menjadi istri yang sempurna, aku akan berusaha jadi istri yang patuh pada abang" Ranaya mengungkapkan rasa dihatinya.
"Terimakasih ya sayang, sudah memahami kedaan ini" Aditia memekuk Ranaya
"Sama- sama bang" Ranaya menikmati pelukan Aditia juga panggilan sayang yang membuatnya berbunga- bunga.
Pelukan mereka dilepaskan setelah ada panggilan dari mbok Ratih, ART yang bekerja dirumah ini untuk Ranaya.
"Nyonya, Tuan. Waktunya makan" suaranya dari luar kamar
"Ya mbok" jawan Aditia.
Malam ini Aditia makan malam berdua dengan Ranaya, menikmati masakan mbok Ratih. Menu yang tersaji adalah sop ayam, ayam goreng, dan sambal.
Setelah makan Aditia pamit untuk pulang ke rumah Fika, karena hari ini seharusnya Fika sudah pulang. Meskipun belum ada kabar sama sekali dari Fika, Aditia berpikir mungkin karena Fika marah dengan kehadiran Ranaya.
Sesampai dirumah, Aditia masuk dan langsung menuju kamar Fika. Benar saja Fika sudah ada dirumah dan sudah tertidur pulas. Ditatapnya wajah Fika yang sepertinya lelah.
Fika yang sedang tertidur perlahan membuka mata saat merasa ada yang memperhatikan, benar saja Aditia sudah berada tepat didepan wajahnya.
Fika langsung memeluk Aditia, perasaannya campur aduk. Antara rindu juga marah, sulit diterka namun biarlah ya tekan rasa lain biar ia tumpahkan rasa rindu ini dulu.
Aditia juga membalas pelukan Fika, walau bagaimanapun kemarahannya pada Fika akan masa lalu ia juga tak bisa terus menghukumnya.
Akhirnya malam ini mereka saling melepas rindu, lalu bercumbu, hingga menyatu dalam lelah yang bisu.
Fika tanpa suara kembali menggoda Aditia, hingga pesona malam berulang, menciptakan susana berbeda.
***
Pagi hari dimeja makan Aditia terlihat lebih segar dari hari- hari sebelumnya. Teh hangat dan pisang goreng menjadi santapan pagi ini."Dek, ada yang mau abang bicarakan" mulai Aditia membuka percakapan
" Ya bang, silakan" Fika mempesilahkan.
"Ranaya, sudah tidak tinggal disini lagi. Walau bagaimana dia juga istri abang. Jadi abang juga harus bertanggungjawab atas hidupnya. Dari itu abang berikan rumah Sintia untuk tempat tinggal Ranaya. Jadi dia bisa hidup leluasa disana dengan hak sama seperti fika" jelas Aditia
"Ya bang, lalu bagaimana abang membagi waktu" Fika mulai mempersiapkan hati kalau harus berbagi waktu.
" Abang sudah pikirkan, empat hari disini tiga hari disana. Tapi itu juga fleksibel sesuai kebutuhan. Bisa jadi juga empat hari disana tiga hari disini" jelas Aditia lagi
"Baiklah" hanya itu kata yang ungkapkan Fika
"Abang harap, kalian menjaga sikap satu sama lain. Terutama adek Fika, abang mohon jangan sakiti Ranaya. Dia tidak bersalah dalam hal ini. Abang belum bisa cerita tentang alasan dia menjadi istri abang" Aditia memberi permintaan tapi seakan Fika akan menyakiti Ranaya
"Fika tidak akan mengulang kesalahan yang sama bang, Fika janji akan berusaha lebih baik jadi istri abang" janji Fika.
"Baiklah, abang pegang janji Fika"
Setelah obrolan pagi itu selesai, Aditia pergi ke kantor. Sementara Fika, sedang berusaha keras menata hati dan pikiran.
Fika mulai menahan gejolak cemburu, akan sikap Aditia yang memberi penekanan padanya untuk lebih menjaga sikap.
Namun Fika juga menyadari tentu saja semua harus ia terima, namun ia masih ingat akan kata- kata Ranaya bahwa pernikahan mereka tanpa cinta. Tapi mungkinkah selamanya tanpa cinta sedang Aditia sudah mulai menyiapkan waktu bersama Ranaya.
Namun ada baiknya mereka tidak tinggal dalam satu rumah, sebab itu akan membuat mereka saling cemburu. Fika sendiri memiliki rasa cemburu yang berlebihan tentu saja rasa cemburu itu akan menggebu-gebu muncul apabila menyaksikan satu sama lain saling bermesraan.
Dulu saja pernah Aditya seharian bersama Sintia, yang membuat Fika harus menyusul mereka sehingga kisahnya harus berakhir tragis.
Untuk saat ini Fika berusaha sekeras mungkin untuk menekan rasa cemburunya karena istri Aditya bukanlah ia seorang diri dulu ada Sintia sekarang ada Ranaya.
Fika sendiri tidak tahu seberapa besar posisi Ranaya di hati Aditya, tapi melihat apa yang dilakukan Aditya meskinya ranaya memiliki posisi yang cukup besar di hatinya.
A
Sorry banget nggak bisa konsisten nulis cerita ini, semoga reader masih setia menunggu kelanjutanya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta,Wanita Tak Sempurna
RomansaKeinginan Aditia Lubis untuk memiliki generasi penerus melibatkan dia pada pernikahan poligami. Meski dia sudah yakin dari awal tak akan mampu bersifat adil. Namun, Sintia istri pertamanya menolak untuk diceraikan dan memilih poligami dengan alasan...