🌷24: Ungkapan Cinta

15.4K 1.3K 51
                                    

“Mama senang karena kamu sekarang udah bisa senyum lagi, jangan sedih lagi, ya, sayang?” Sena berujar seraya mengusap bahu Aluna. Hari ini, Aluna mengunjungi kediaman orang tuanya, tapi Althair tidak bisa ikut karena ada meeting dadakan.

“Iya, Ma. Aku juga enggak enak sama Althair, seakan-akan cuma aku yang ngerasa kehilangan, padahal Althair juga, dan mungkin dia yang paling ngerasa kehilangan. Dia selalu aja bilang maaf, menyalahkan dirinya sendiri atas kesalahan yang tidak dia lakukan,” lirih Aluna.

Sena memeluk tubuh Aluna, memberi kekuatan untuk putrinya. “In Syaa Allah, Allah punya rencana yang lebih baik untuk kalian.” Aluna mengaminkan ucapan mama-nya.

“Eh, Mama ada ide.” Celetuk Sena membuat Aluna menatap mamanya bingung. “Gimana kalau kamu pergi honeymoon aja sama Althair? Waktu itu belum, kan? Nah, kalian bisa gunakan kesempatan ini sekalian refreshing dari hal yang bikin kalian sedih,” lanjut Sena menaik-turunkan alisnya menggoda Aluna.

Aluna berdecak kesal. “Mama!”

Sena tertawa. “Loh, kenapa? Bener, kan?”

Aluna memutar bola matanya malas. “Tau ah, mending Aluna tidur.”

Sena menggeplak lengan Aluna pelan. “Udah masuk waktu asar, salat dulu!”

Aluna melirik jam dinding di ruang tamu, matanya membulat mengetahui sudah pukul setengah lima. “Ih, Mama kenapa enggak bilang dari tadi! Aduh, ketinggalan, kan! Udah ah, Aluna ke kamar dulu. Bye!”

Sena menggeleng kecil melihat tingkah Aluna, dia terharu pada putrinya yang kini benar-benar sudah berubah menjadi perempuan lebih baik lagi. Dan dia bersyukur karena Aluna memiliki suami seperti Althair yang mampu membimbing putrinya menjadi lebih dekat pada-Nya.

Di sisi lain, selesai melaksanakan salat asar, Aluna mendudukkan dirinya di kepala ranjang. Dia mengusap perutnya dan tersenyum sedih. “Maafin Buna, ya, belum bisa jaga kamu. Semoga suatu hari nanti, kita dipertemukan kembali di surganya Allah,” lirih Aluna. Membaringkan tubuhnya dan mulai memejamkan mata.

🌷🌷🌷

Althair memberhentikan mobilnya di pekarangan rumah sang mertua, dia segera turun dan mengetuk pintu, serta tidak lupa mengucap salam.

Pintu terbuka dari dalam, menampilkan Sena dengan wajah paniknya. “Wa’alaikumussalam, Althair. Aduh, maafin Mama, ya, lupa kalau kamu belum pulang, malah pintunya udah mama kunci,” ujar Sena tidak enak.

Althair tersenyum tipis, mengambil tangan Sena dan dia kecup dengan sopan. “Tidak apa-apa, Ma, maafkan saya baru pulang sekarang. Aluna sudah tidur, ya?”

Sena mengangguk. “Iya, Aluna sudah tidur sejam yang lalu. Tadinya dia nunggu kamu, tapi Mama suruh dia tidur duluan karena kelihatan capek banget. Maaf, ya, Nak.”

“Tidak apa-apa, Ma.”

“Ya udah yuk masuk, kamu juga pasti capek, kan? Sudah makan? Mau Mama buatkan makanan?” tanya Sena sembari melangkah memasuki rumah.

Althair menolak dengan halus. “Tidak usah, Ma. Alhamdulillah saya sudah makan tadi. Mama tidak perlu repot-repot, lebih baik mama istirahat saja.”

Sena mengusap kepala Althair lembut. “Duh, kamu baik banget sih, perhatian lagi. Beruntung sekali Aluna memiliki suami seperti kamu.”

“Saya yang beruntung memiliki Aluna, Ma.”

“Terima kasih, ya? Sudah menjaga Aluna, membahagiakan dia, dan merubah Aluna menjadi lebih baik. Mama lega karena menyerahkan putri Mama untuk kamu, lelaki yang tepat untuk Aluna.”

ALTHALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang