“Siang semuanya,” sapa Mawar saat kakinya melangkah memasuki work shop. Seketika pandangan Dimas dan teman-temannya beralih pada Mawar dan Rudi. “Siang Kak Mawar,” sapa mereka pula hampir bersamaan.
“Gimana? Ada kendala? Udah ada yang bisa diperiksa? Atau mungkin yang perlu Kak Mawar bantuin,” ujar Mawar pula.
“Ih, Kak Mawar. Datang, datang, serius amat sih,” goda Daffa.
“Oh ya? Kak Mawar terlalu serius ya? Ok. Jadi, Kak Mawar harus ngapain?” jawab Mawar berusaha mengurangi keseriusannya lantas tersenyum.
“Yang di sebelahnya gak dikenalin?” Kini Diffa yang menggodai Mawar.
“Ha? Bukannya kalian sudah kenal ya?” tanya Mawar heran.
“Iya, tapi ‘kan belum pernah kenalan secara resmi. Cuma dengar-dengar burung bernyanyi aja,” goda anak lain.
“Oh gitu? Ok. Kalo gitu perkenalkan, kakak ini namanya Kak Rudi Abraham Wijaya, biasa dipanggil Kak Rudi. Sekarang dia pemilik perusahaan peternakan kuda yang sebelumnya dimiliki oleh keluarga Pak Sanjaya. Selebihnya, silahkan tanya sendiri,” jelas Mawar setengah serius. Sedangkan Rudi hanya mengangguk sembari tersenyum ke arah anak-anak ini ketika Mawar sibuk memperkenalkannya.
Salah seorang mengacungkan jarinya, Mawar mengarahkan tangan kanan terlentang ke arah anak itu tanda mempersilahkan. “Kak Rudi dulu sekolah di mana?” tanya anak itu serius.
“Baik, Kak Rudi jawab ya. Dulu, Kak Rudi sekolah SD sampai SMA-nya di Pelita Harapan International School, Jakarta. Kemudian melanjutkan kuliah S1 Administrasi Bisnis di Loyola Marymount University,” kata Rudi yang tiba-tiba dipotong seorang anak.
“Waaahhh, namanya aja udah keren banget. Pasti sekolahnya bagus ya,” celetuk anak tersebut.
“Kamu juga bisa sekolah di sana. Asaaaaallll...,” potong Mawar memberi semangat.
“Rajin belajar,” sambungnya penuh semangat. Kali ini wajah Rudi menunjukkan senyum kekaguman.
💌
“SIANG, Bu. Ada yang bisa saya bantu?” sapa salah seorang administrator saat dihampiri oleh Marsha, Lolita dan Angie.
“Mbak, Pak Rudi dan Bu Mawar ke mana ya? Kok di ruangannya gak ada?” tanya Marsha pada perempuan itu.
“Oh, Pak Rudi dan Bu Mawar keluar, Bu Marsha. Katanya mungkin mereka akan telat balik ke kantor. Tapi soal ke mana perginya saya kurang tahu,” jawab perempuan itu sopan. Marsha mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia seperti memikirkan suatu hal lantas kembali bertanya, “Di kampung ini sedang ada acara yang kira-kira bakal dihadiri mereka gak?” Sang administrator itu berpikir sejenak, mencoba mengingat-ingat, “Kayaknya gak ada, Bu. Mungkin mereka bukan menghadiri acara di kampung ini. Barangkali ada urusan yang lain.”
Angie yang sejak tadi menjadi pendengar sejati tiba-tiba terburu-buru meninggalkan mereka.
“Makasih ya,” ujar Marsha pun terburu-buru menyusul Angie. Ia berusaha meraih tangan Angie, tapi lagi-lagi Angie berhasil melepaskan genggaman tangan Marsha. “Gie!” teriak Marsha saat mereka tiba di taman kantor. “Apa? Lo mau nyuruh gue tenang lagi? Gue udah gak kuat, Cha!” bentak Angie.
“Yang sabar ya, Gie. Gue ngerti perasaan lo,” bujuk Lolita lembut, ia memeluk tubuh Angie. Angie membalas pelukan Lolita dan menangis sesenggukan di bahunya. Marsha terdiam, ia kehilangan kata-kata.
💌
“OK. Semua pesanan sudah selesai dibungkus dan siap dikirim besok,” kata Mawar sambil menepis debu yang menempel di telapak tangannya. Rudi dan anak-anak lain juga tampak menumpuk bungkusan terakhir lalu menepis debu yang menempel di telapak tangan mereka. “Terus? Habis ini kita ngapain?” tanya Dimas menyahut kakaknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sure, It's a Truly Love [On Going - Segera Terbit]
RomansaRange 15+ Bangkrutnya pemilik peternakan kuda tempat Mawar bekerja, seperti menjadi skenario Tuhan untuk mempertemukannya dengan Rudi. Mawar dengan segala keunikannya berhasil mengambil tempat istimewa di hati Rudi. Sayangnya, peternakan kuda yang d...