Rio dan Natalie duduk berdua di ayunan teras rumah mereka. Natalie bercerita penuh semangat, ia tampak bahagia. Sesekali Natalie bersandar di dada Rio dan Rio memeluknya mesra, meski ia hanya tersenyum dan menjadi pendengar sejati bagi Natalie. Menyadari perubahan sikap Rio, Natalie melepaskan pelukan Rio, “Sayang, kamu kenapa sih? Kok kelihatannya lagi gak seneng gitu?”
Rio kaget mendengar ucapan istrinya, ia berusaha menyembunyikan kegundahannya.
“Ha? Gak seneng? Sayaaaang, kapan sih aku gak seneng kalo kamu ada di dekat aku?” rayu Rio sambil memegangi kedua pipi istrinya dan wajah mereka berhadap-hadapan.
“Trus? Kok kamu dari tadi diem aja? Aku ada salah ya?” tanya Natalie manja. Mendengar ucapan Natalie, Rio tak mampu lagi menyembunyikan perasaannya. Ia melepaskan tangannya dari pipi Natalie dan menatap jauh ke pemandangan di depan rumah mereka. “Aku cemas. Gimana sekarang Rudi menghadapi Angie di peternakan. Kamu ‘kan tahu, Rudi itu bukan orang yang gampang mengubah keputusannya, sama kayak mama,” ujar Rio setengah suara.
“Aku ngerti kecemasan kamu, tapi mereka bukan anak kecil lagi,” jawab Natalie mengelus punggung suaminya.
“Mereka memang bukan anak kecil lagi tapi sikapnya aja yang masih anak kecil. Coba bayangin kalo Angie mencak-mencak terus dan Rudi gak bisa nahan emosinya, ini bisa jadi bencana buat keluarga besar kedua belah pihak ‘kan?” lanjut Rio menumpahkan semua kecemasannya. Kini wajahnya terlihat begitu mengiba dan menggambarkan kecemasan besar yang tersimpan di lubuk jiwanya.
“Sayang,” kata Natalie sambil menarik Rio kembali berhadap-hadapan dengannya. “Gak ada hal lain yang bisa kita lakukan selain berdoa. Percaya, Tuhan pasti kasih yang terbaik buat Rudi. Pada dasarnya dia anak yang baik, penurut dan murah hati. Jadi, Tuhan pasti pimpin setiap langkahnya.”
Natalie dan Rio saling bertatapan mata. “Tapi sayang...” Rio baru saja hendak menjawab ucapan Natalie, tapi telunjuk Natalie secepat kilat sudah mendarat di depan bibir Rio.
“Jangan ragukan Tuhan ya,” bisik Natalie, sejurus kemudian Natalie memeluk Rio dan Rio membalas dekapan Natalie lebih erat lagi.
“Terkadang satu berkat Tuhan yang tidak ternilai sering terlupakan. Natalie, aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi bila dulu aku tidak jadi menikahimu,” bisik Rio dalam hatinya.
💌
MAWAR dan kedua adiknya pamit untuk kembali ke kamar masing-masing, seusai mesbah keluarga. “Mawar...,” panggil Bu Merlin saat Mawar dan kedua adiknya baru saja hendak menaiki tangga menuju kamar mereka. “Ya Bu?” jawab Mawar setengah suara. Dimas dan Melati pun ikut menghentikan langkah mereka, menoleh ke arah Bu Merlin.
“Ibu mau ngomong sebentar, boleh?” tanya Bu Merlin lembut. Mawar mengangguk perlahan lalu berjalan mendekati ibunya.
“Kalian berdua duluan aja. Nanti Kak Mawar naik sendiri aja.” Perintah Bu Merlin pada kedua adik Mawar.
Dimas dan Melati meninggalkan mereka, melanjutkan langkah menuju kamar masing-masing. “Kamu kenapa, Kak?” tanya Bu Merlin mengawali pembicaraan mereka.
“Kenapa apanya, Bu?” kata Mawar membalikkan pertanyaan ibunya.
“Ibu lihat kamu seperti sedang memikirkan sesuatu. Kamu ada masalah?” tanya Bu Merlin sambil menarik Mawar duduk tepat di sampingnya.
Mawar kaget mendengar ucapan ibunya. Wajahnya melukiskan kebingungan besar, tapi terlalu sulit untuk diungkapkan. “Kalo memang kamu ada masalah, ngomong aja sama Bapak, sama Ibu. Gak apa-apa kok, mungkin Bapak dan Ibu bisa bantu,” sambung Pak Wahyu menengahi kebisuan anaknya. Namun Mawar hanya menunduk tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sure, It's a Truly Love [On Going - Segera Terbit]
RomansaRange 15+ Bangkrutnya pemilik peternakan kuda tempat Mawar bekerja, seperti menjadi skenario Tuhan untuk mempertemukannya dengan Rudi. Mawar dengan segala keunikannya berhasil mengambil tempat istimewa di hati Rudi. Sayangnya, peternakan kuda yang d...