24. POSISI BAHAYA

157 20 0
                                    

POSISI BAHAYA

Satu buah mobil berwarna hitam metalik dengan tampilan super mewah yang menunjukkan angka ratusan juta bahkan hampir menyentuh satu milyar rupiah harganya berhenti di pelataran toko Mia Furniture. Dari pintu samping mobil tersebut sebuah high hells yang sudah jelas mahal harganya keluar dan melangkahkan kaki ingin memasuki Mia Furniture yang sudah menjadi langganannya selama bertahun-tahun untuk mengurus dan menata interior rumahnya.

Di dalam toko Kiara yang sedang membaca buku pelajaran sembari mengulang pelajaran di sekolahnya buru-buru untuk menutup dan menyimpan bukunya. Terlihat seorang wanita berkacamata hitam dengan menjinjing tas berwarna coklat hendak memasuki toko.

Tak ingin memberikan pelayanan yang buruk, Kiara sudah tersenyum sebelum dia mendekati pintu untuk memberikan akses masuk pada calon pembelinya. Langkahnya begitu semangat. Dia bertekad pelanggannya hari ini harus bisa membeli dan membawa pulang salah satu furniture atau bahkan satu set sofa seharga dua puluh juta rupiah.

Senyum yang terpancar seharusnya semakin melebar ketika jarak dengan calon pembeli semakin dekat. Namun respon yang ditunjukkan Kiara sungguh di luar dugaan. Gadis itu menghilangkan senyum di wajahnya. Langkahnya yang tadi begitu terpacu kini tak mampu bergerak walau selangkah. Matanya memancar ketakutan semakin jelas. Salivanya dia telan susah payah ketika tatapannya beradu dengan calon pembelinya.

Wanita yang diperkirakan berusia tiga puluh sembilan tahun itu menyunggingkan senyumnya ketika melihat ekspresi Kiara seperti orang ketakutan. Persis ketika dia bertemu enam bulan lalu. Luka yang sama juga masih Meira lihat di beberapa titik wajah Kiara.

"Tan-tante Meira?" Kiara berucap gugup. Sungguh dia tidak menyangka jika maminya Seno adalah calon pembelinya. Dan bagaimana bisa Meira tahu Kiara bekerja di sini?

Kiara berusaha bersikap biasa saja. Melupakan pertemuan buruk enam bulan lalu. Dia harus bisa mengesampingkan masalah pribadinya ketika dirinya sedang bekerja. Walau sulit, Kiara berusaha sebaik mungkin melayani Meira. Senyum yang sempat pudar kembali terlihat. Semangat yang sempat surut kembali memancar di wajah Kiara.

"Tante Meira ingin mencari furniture apa? Atau saya bisa bantu rekomendasikan yang—"

"Tidak perlu," potong Meira. Matanya terfokus pada Kiara saat ini. "Tidak usah basa-basi dalam melayani saya. Berapa satu set sofa yang ini?" Meira menunjuk dengan asal pada satu set sofa berukuran tiga seater.

"Du-dua puluh juta, Tante. Harga nett-nya sembilan belas juta." Kiara begitu gugup saat ini. Sebuah benda padat terlempar mengenai pundak Kiara. Gadis itu merintih sakit karena bahunya memar akibat pukulan semalam. Mata Kiara sontak terpaku pada sebuah amplop berwarna putih di dekat kakinya.

"Tips untuk kamu. Jauhi anak saya Seno." Meira melemparkan seamplop uang senilai puluhan juta dengan begitu angkuh.

Kiara menatap Meira dengan pandangan begitu khawatir juga panik. Kiara tidak ingin bila Meira salah paham padanya. "Tante, Kiara bisa jelaskan. Kiara gak pernah dekati Seno—"

Plak!!

"Saya sudah pernah katakan pada kamu. Kamu tidak pantas dengan anak saya. Level kita berbeda, sayang. Kamu tahu kan Seno itu anak siapa dan berasal dari kalangan mana? Wanita murahan dan tidak tahu diri seperti kamu tidak pantas untuk anak saya!"

Kiara menggeleng kuat menatap pada Meira bahwa tuduhan yang Meira katakan tidak lah benar. "Maksud Tante apa? Saya bukan wanita seperti yang Tante tuduhkan."

Meira tertawa pelan. Pandangannya sungguh merendahkan Kiara saat ini. "Di pinggir jalan kamu berani menampar putra saya. Kurang apa putra saya sudah menghabiskan uangnya untuk kamu, hah? Lalu apa tadi malam? Lancang kamu berani sekamar dengan putra saya hingga dia tidak pulang semalaman. Saya tidak tahu apa yang telah Seno lakukan pada kamu. Tapi yang jelas, saya bayar kamu untuk itu."

PROTECTOR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang