Bab iii

5 1 0
                                    

Mahesa lagi dan lagi tidak ada hentinya membuat para gadis jatuh hati. Pria itu berhasil memikat hati mereka dalam satu kali tendangan. Bola yang dia mainkan seolah diibaratkan menjadi hati para penggemar, mereka seakan sedang bermain wahana. Ketika dia diberi tantangan oleh Bagas untuk selalu menjaga bola sepak agar tidak jatuh ke tanah, para penggemar menyoraki pria itu agar bisa menyelesaikan tantangan.

“Kak Hesa semangat!”

“Kak Hesa gak capek apa ganteng mulu?”

“Gimana, ya, bau keringat Kak Hesa? Pasti maskulin banget!”

“Lu kira itu minyak wangi? Ya, sama aja kayak kita! Bau banget tuh pasti.”

“Yang iri selalu protes, ya!”

Begitulah kiranya celotehan yang mereka buat. Mereka tidak jenuh memandang sang pujaan hati. Beberapa ada yang berkata bahwa hal ini merupakan kegiatan untuk mencuci mata, melihat sesuatu yang indah akan menambah daya ingat.

Setidaknya itu yang mereka pikirkan. Berbeda dengan Mawar yang melihat kejadian tersebut di lantai dua gedung sekolah. Gadis itu nyengir memandang gelagat Mahesa.

“Apa, sih yang menarik dari dia? Kenapa, sih orang-orang begitu memujanya sampai suara mereka bisa habis? Indah dari mananya, woy?! Pantat elu tuh lebih indah wahai wanita!” gerutu Mawar.

Sintia yang berada di sampingnya sampai harus menutup telinga karena di akhir kalimat, Mawar meninggikan suaranya.

“Kamu dari tadi merhatiin aku ngomong gak, sih?” ucap Sintia kepada sang sahabat.
Seketika Mawar segela menoleh dan menemukan Sintia sedang memandangnya cukup aneh.

“Aku dengerin kamu, kok. Cuman mereka berisik, jadi pikiran aku ngawur kemana-mana,” jawab Mawar, menunjukkan tampang polos sambil manyun-manyun.

“Yah. Kalau begitu kita masuk kelas aja.” Sintia hendak berbalik badan. Mawar lantas segera membalikkan badan sahabatnya itu sambil berkata dengan sungguh-sungguh, “Aku mau dengerin curhatan kamu!”

Sintia memajukan bibir bawahnya, menatap Mawar sembari menukikkan kedua alisnya ke bawah, mencoba mencari kebenaran dari kedua manik sahabatnya. “Kamu yakin gak?” tanyanya sambil mendelik. Mawar pun mengangguk penuh semangat.

“Yah, tidak! Kak Hesa gagal!” Kalimat itu berhasil mencuri perhatian Mawar. Secara spontan gadis itu menoleh ke sumber suara dan menemukan Mahesa sedang menatapnya dari bawah. Untuk ke sekian kalinya mata mereka bertemu.

“Tuh, kan. Baru aja diomongin!” Sintia berhasil menyadarkan Mawar. Gadis itu segera mengalihkan pandangannya kepada sang sahabat, mencoba bertingkah manis agar sang sahabat tidak marah.

“Lagian mereka mengganggu banget. Kamu jangan marah dong,” rengek Mawar sambil mengusap tangan Sintia.

“Aku curiga kamu suka sama Mahesa,” usap Sintia. Sontak Mawar segera menggelengkan kepala.

“Aku sukanya sama Agung, lah …! Kita emang suka usil satu sama lain, bukan berarti saling suka! Tipe cewek dia mungkin kayak Dahayu yang cantiknya aduhai,” jelas Mawar sambil melepaskan tangan sahabatnya secara kasar.

“Ehm, persoalan cinta emang sulit ditebak,” balas Sintia. Mereka bergeming dalam beberapa menit.

“Aku juga ragu kamu suka sama Asrar,” tebak Mawar tiba-tiba. Seketika Sintia menjadi salah tingkah. Dia melongo sambil mengibaskan tangannya di depan muka.

“Enggak. Emang kamu tau dari mana? Jangan asal nuduh, lah,” kata gadis berambut sebahu itu. Dua tangannya segera menutup kedua telinga, karena dia tahu telinganya akan memerah ketika mengatakan kobohongan mengenai perasaannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 05, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Apa Itu Cinta?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang