Kedelapan Belas

1.8K 230 9
                                    

Semburat jingga di kala senja menjadi saksi bisu dua mata itu kembali terbuka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Semburat jingga di kala senja menjadi saksi bisu dua mata itu kembali terbuka. Nyatanya, meski tubuhnya berontak ingin beristirahat, alam bawah sadar Bintang tetap tak akan sudi untuk melakukannya. Karena setiap mata itu terpejam terlalu lama, ada saja sesuatu yang hadir ke dalam mimpinya, meminta Bintang untuk kembali terjaga. Si lelaki pecinta dunia lukis itu menggulirkan mata, menatap sosok yang kini sedang tidur di dekat tangannya.

Satu gerakan yang tercipta berhasil membangkitkan kembali kesadaran Bumi. Kala manik legam miliknya berkedip mencari kesadaran yang lebih dari sekedar tangkapan memburam, Bumi akhirnya dapat melihat bagaimana mata legam lain terbuka dengan bibir yang melengkung untuknya.

Cepat-cepat pemuda berusia 16 itu menegakan badan, menatap Bintang yang kini telah kembali membuka mata dengan sorot haru luar biasa. Padahal, nyaris saja Bumi kehilangan asa tiga hari lamanya, namun rupanya Tuhan tetap mendengarkan doa-doa yang ia panjatkan setiap malam.

"Capek banget, ya?"

Suara lemah milik sang kakak mengudara, Bumi cepat-cepat menggelengkan kepala dengan rona bahagia. "Gue enggak pernah capek," balas Bumi lalu bangkit berdiri. Maksud hati ingin memanggil Ayah dan Antariksa kemari, namun tangan pucat milik Bintang justru berakhir menahan.

"Mau ke mana?"

Suara serak itu mengudara lagi, membuat Bumi diam-diam mengucapkan beribu rasa syukur karena Tuhan masih berbaik hati memberikan keduanya kesempatan lagi. "Manggil Ayah sama Bang Riksa, mereka pasti seneng banget karena lo udah bangun."

Tangan pucat Bintang masih setia menahan, pemuda itu menggelengkan kepalanya sekali. "Gue cuma sebentar," ucapnya dari balik masker oksigen dengan suara lirih di akhir kalimat.

Bumi yang tak mengerti berakhir mengerutkan dahi, kursi yang ia duduki ia dorong mendekat. Ditatapnya lamat wajah Bintang yang sungguh pucat pasi, dengan deru napas teratur yang mengiringi kedua manik legam itu berkedip.

"Maksud lo apa, Bin?"

"Bumi, gue minta tolong. Setelah ini, kalau lo pulang untuk ambil baju ganti, tolong mampir ke kamar gue sebentar. Di dalam, di atas meja belajar ada kotak warna jingga. Tolong, kasih itu ke Asya. Tolong ya, ambilin kotak itu."

Sumpah demi Tuhan Bumi tak mampu memahami, kala belah bibirnya terbuka hendak memberi pertanyaan, suara Ayah yang hadir tanpa raga memasuki rungunya. Lalu setelahnya, sebuah cahaya memancar di depan mata Bumi, menghilangkan seluruh benda di ruangan itu termasuk juga sosok Bintang yang ikut pergi entah ke mana.

Ketika lenguhannya mengudara, Bumi akhirnya dapat melihat kembali isi dunia, di mana di hadapannya saat ini berdiri sosok tegap seorang pria yang ia sebut ayah. Bumi mendudukkan diri, menoleh ke sana kemari, setelahnya barulah Bumi menyadari. Saat ini dirinya tidak sedang bersama Bintang, melainkan tengah tertidur di kursi tunggu lorong rumah sakit yang nampak sepi entah sejak berapa lama waktu berlalu.

1. Hug Me Star [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang