23. Bude Yayu

924 200 43
                                    

TARA

Seminggu setelah kepergian Ibu, gue berusaha menjalani aktivitas gue sebagaimana mestinya. Tapi tetep aja, hati gue masih merasa kosong.

Setelah cuti selama 7 hari, gue balik kerja pun gak sesemangat biasanya, di meja gue sudah ada tumpukan dokumen. Entah itu proposal kerja sama penelitian, atau yang lainnya, gue belum tahu, belum liat.

Tiara, siswi SMK magang yang sedang diperbantukan untuk gue mengetuk pintu ruangan, lalu masuk dengan setumpuk berkas.

"Permisi, Pak Tara,"

"Bawa apa lagi kamu Ra? Yang ini aja belum dikerjain," gue menunjuk tumpukan berkas.

"Yaa, gimana Pak? Kalau ditumpuk di meja saya di skeretariat, nanti malah gak ada yang beres kata Bu Uwi,"

Gue mengangguk,

"Yaudah simpen aja sini, tapi gak janji semua beres hari ini ya? Saya ada jadwal ngajar 3 kelas juga soalnya hari ini,"

"Siap Pak, nanti saya sampein juga ke Bu Uwi, biar gak minta balasan surat buru-buru,"

"Okay, thanks Ra!"

"Sama-sama Pak," lalu Tiara pun keluar dari ruangan gue.

Gue pernah ngajarin Tiara, untuk simpen berkas yang tinggal di tandatangani di map hijau, lalu map biru untuk surat yang butuh tanggapan cepat, dan map merah berisi undangan, terakhir map kuning untuk dokumen-dokumen informasi kaya tembusan surat, selebaran ataupun pamflet-pamflet yang dikasih ke gue hanya untuk 'cukup tahu' saja.

Memulai dari yang bagian tanda tangan, gue gak main asal tanda tangan aja, gue baca lagi isi suratnya dengan seksama, bukan cuma isi tapi juga kepenulisan. Kalau ada typo atau ada istilah yang salah, biar gue bisa benerin.

Malu soalnya kalau redaksinya gak bener. Masa bagian riset dan inovasi tapi ngeluarin surat gak profesional?

Tangan gue pegel cuma buat tanda tangan, lalu gue teralihkan karena ponsel gue berdenting, masuk satu chat dari nomor yang gak gue simpen.

+628××××
Siang, Tara
Ini Bude Yayu
Tara dan Megan hari ini ada waktu?

Gue diam. Dari mana Bude Yayu dapet nomor gue? Dan buat apa Bude Yayu ngajak ketemu? Kan beliau udah dateng, 7 hari berturut-turut di acara tahilan Ibu.

Well, gue bersyukur Ibu gue banyak temennya, karena gue senang sekali banyak orang yang datang memenuhi rumah untuk tahlil. Banyak yang mendoakan Ibu.

Me:
Siang, Bude
Kalau Tara sih nanti malem baru free
Kalau Kak Mega gak tahu, nanti Tara tanya dulu ya Bude
Ada apa ya Bude?

Bude Yayu:
Ada hal yang mau Bude sampein
Amanat dari Ibunya kalian

Me:
Apa tuh Bude?

Bude Yayu:
Ya harus ketemu langsung, Le

Me:
Oh gitu ya Bude
Yaudah nanti malem Tara ke rumah Bude ya
Boleh minta alamatnya?

Bude Yayu:
Ini ya Le

Bude Yayu pun melampirkan lokasi rumahnya. Gue pun membalasnya dengan ucapan terima kasih dan berjanji nanti malam akan datang.

Karena chat dari Bude Yayu barusan, gue jadi kepikiran untuk buka room chat gue bersama Imel. Sejak Ibu meninggal dan dia pergi dari rumah gue, anak itu menolak diajak bicara.

Gue bahkan sempat diblokir sama dia.

Sumpah, gue hati gue merasa ganjal gara-gara dibilang memperkosa dia.

Ranjang Usang Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang