Nehan berlari lincah menghindari tangkapan pelayan yang berusaha memaksanya tidur siang. Bocah berusia sepuluh tahun itu kabur melalui titik buta cctv.
Para pelayan dan bodyguard yang berjaga seperti biasa berbagi tugas. Cukup lelah dan percuma jika semua ikut mengejar langkah tuan mudanya yang sedang masa aktifnya.
Beberapa bodyguard dan pelayan mencari disetiap sudut mansion. Meena -Pengasuh Nehan- tengah membuat susu. Sisanya bergerak di ruang kontrol untuk memantau.
"Tuan muda, saatnya tidur siang."
Tapi, tampaknya itu sia-sia. Bocah kecil itu terlalu pandai bersembunyi. Bahkan pengasuh dan pengawal pribadinya kesulitan mencari di mansion seluas itu.
Akeil, pengawal yang ditugaskan Tuan Besarnya untuk menjaga putra bungsunya merasa frustasi jika para majikannya tak berada disisi Nehan.
"Bagaimana ini? Ini sudah hampir pukul dua. Jika tidak segera tidur, nanti malam Tuan Muda akan terjaga semalaman." Meena merasa khawatir. Tuan Mudanya mudah sakit jika kelelahan.
Sebenarnya Akeil pernah protes tentang tugasnya. Dulu dalam kontrak kerja, ia hanya bertugas menjaga Nehan dari musuh Tuan Besar. Tapi, kini ia merangkap menjadi pengasuh nomor dua setelah Meena.
Hey, dia itu salah satu lulusan terbaik dari militer sebagai pasukan khusus sebelum keluar dan bekerja perorangan. Dan sekarang, ia malah menjadi baby sitter dari bocah berumur 10 tahun.
Keluar dari permasalahan kontrak, ia menghela napas. "Sebentar lagi Tuan Muda Algis akan pulang." Dan masuk dalam masalah yang lebih berat.
****
"Dimana adikku?"
Algis Corbyn. Remaja kelas 3 SMA itu menyilangkan tangan menghadap seluruh bodyguard dan pelayan. Padahal hanya ditanya dimana Nehan, tapi semua berkeringat dingin. Suasana terasa mencekik hanya dengan kehadiran Algis.
Lirikan mata berharap tertuju pada Akeil. Hingga pria berumur 33 tahun itu pasrah untuk sekian kalinya ia dijadikan tumbal oleh para rekannya. "Tuan Muda menolak tidur siang dan kabur."
"Lalu?" Algis menggosok tengkuknya.
Glek. Siaga satu.
Sudah 15 tahun Akeil bekerja dibawah naungan keluarga Reyes. Akeil tahu betul tabiat setiap anggota keluarga dan gerak-gerik para majikannya. Dan kebiasaan Algis satu itu tanda jika Tuan Mudanya dalam suasana hati yang buruk. Jika terpancing selangkah lagi, maka akan berakhir buruk.
"Sampai sekarang masih belum ditemukan." Jawabnya mengibaskan tangan mengkode yang lain untuk segera pergi.
Klik
Algis memainkan Glock Meyer 22. Entah sejak kapan remaja itu memegang senjata api ditangannya. Memainkan moncongnya hingga menodongkan asal pada para pelayan yang masih bergeming ketakutan dibeberapa sudut ruangan.
"Aku sedang kesal." Kata Algis.
Akeil berdecak dalam hati. Jika Algis sudah berkata seperti itu, maka sudah siaga tiga. Ia mengikuti Algis yang sudah berjalan ditangga menuju lantai dua.
Pemuda yang masih mengenakan seragam biru tua itu berjalan menyusuri lorong lantai tiga. Disekolah ia terlibat dalam masalah dengan juniornya. Hingga akhirnya Algis memutuskan untuk pulang setelah membereskannya. Belum reda dengan kekesalannya, ia malah mendapati adiknya tak berada ditempat yang seharusnya.
Algis berbelok, hingga tepat diujung lorong terlihat pintu berwarna putih gading. "Pergilah."
Akeil yang mengekor langsung berbalik pergi. Namun, ia baru menyadari satu tempat yang tak bisa dijangkau siapapun dan satu-satunya ruangan yang tak diberi cctv. Tempat sembunyi paling aman dari mata. Gudang ujung lorong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Muda's Reyes (END)
Teen FictionMenjadi putra Reyes bukanlah hal yang mudah bagi Nehan. Ia hanya seorang anak berusia 10 tahun yang terjebak dalam lingkaran masalah. "Daddy, Nehan ingin lihat koala." Reyes mengamati putra bungsunya yang duduk di tempat tidur tak jauh dari sofa yan...