Enam
Rawnie menatap sebuah buku paket yang masih tertutup di tangan kanannya dengan ragu, apa Raw harus merealisasikan pikirannya?
Raw berpikir untuk memahami semua materi pelajaran, mungkin dia akan merasakan sakit yang begitu kuat menyerangnya, tetapi hanya beberapa menit saja, kan? Bukankah itu sebanding dengan ia yang akan menguasai materi pelajaran?
"Apa itu akan berhasil?" gumam Raw seraya membuka daftar isi buku untuk mencari halaman dari materi yang belum dipelajari.
Raw takut jika ia akan gagal, tetapi tidak ada salahnya untuk mencoba, kan? Tangan Raw gemetar ketika membalikkan halaman buku. Bayang-bayang rasa sakit yang ia rasakan kembali terbayang membuat cewek itu ragu dengan keputusannya ini. Namun, bukankah rasa sakit itu cuma sebentar? Menahan sedikit rasa sakit harusnya tidak apa-apa, kan?
Raw menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. Ia pasti bisa, Raw yakin itu.
Jika ia tidak bisa menghentikan keadaannya saat ini, bukankah akan lebih baik jika Raw memanfaatkannya saja? Tidak ada yang salah, bukan? Raw mengambil sebuah sapu tangan lalu memasukkannya ke dalam mulut setelah menemukan bab yang belum dipelajari di sekolah, Raw khawatir jika nantinya ia berteriak maka suaranya akan kedengaran sampai ke luar kamarnya.
Raw memejamkan mata sejenak lalu ketika kedua matanya terbuka, Raw langsung membaca judul materi sedangkan tangan kirinya meremas bantal untuk menyalurkan rasa sakitnya.
Rasanya sama dengan yang Raw alami sebelumnya, air matanya menetes, Raw berteriak tetapi suaranya teredam oleh sapu tangan. Pintu kamar Raw diketuk tetapi pemilik kamar masih merasakan sakit yang dipendamnya sendiri.
Puncak dari rasa sakit itu menghantam Raw membuat cewek itu tumbang lalu kedua mata Raw tertutup karena merasa lemas, sakit itu sudah menghilang seluruhnya. Suara ketukan pintu membuat Raw tidak bisa menenangkan diri sepenuhnya, sapu tangan yang sudah basah karena air liur Raw keluarkan dari mulutnya.
"Sebentar!" kata Raw dengan sedikit mengeraskan suaranya.
Pipi yang basah langsung Raw usap dengan cepat, sapu tangan yang tadi digunakannya langsung dilempar ke bawah tempat tidur, sebelum keluar dari kamar Raw memakai sedikit bedak agar wajahnya tidak terlihat begitu sembab.
"Kenapa, Bun?" tanya Raw pada Shilla setelah membuka pintu kamarnya.
"Paman sama Bibi mau pulang, mereka mau pamit," kata Shilla lalu menarik tangan putrinya dengan lembut dan membawanya ke teras rumah.
Mendengar ucapan Shilla membuat Raw merasa senang, karena tadinya Raw berpikir bahwa Paman dan Bibi nya akan bertamu hingga malam, ternyata mereka akan pulang sekarang, itu artinya Raw tidak perlu mendengar ucapan-ucapan mereka yang membuat Raw tidak nyaman.
Berita bahagia ini membuat Raw melupakan rasa sakit yang baru saja ia alami beberapa waktu yang lalu.
💡💡💡
Percobaannya tadi berhasil, meskipun harus menahan rasa sakit yang sebenarnya sulit untuk diterima tubuhnya, materi baru itu telah berhasil Rawnie kuasai dalam sekejap dan tanpa usaha keras. Jika seperti ini terus, maka Raw tetap akan menjadi nomor satu di sekolah tanpa harus berusaha dengan keras. Bahkan, Raw optimis jika ia bisa lulus di Perguruan Tinggi Negeri dengan nilai yang sangat bagus.
Apa yang terjadi padanya memang sangat aneh, bahkan tidak bisa Raw cerna dengan akalnya sendiri. Namun apa yang terjadi ini membawa dampak positif bagi kehidupan Raw, meskipun memang ada konsekuensi yang harus ia tanggung.
Jika manfaatnya sebagus ini, Raw bersedia menanggung konsekuensinya.
"Hallo, Raw. Kenapa melamun? Nggak baik melamun kayak gini," tegur Noah.
Kehadiran Noah membuat Raw terkejut dan dengan refleks meluruskan kakinya yang tadi ia tekuk sampai ke dada, tadinya dia pikir Noah sudah pulang bersama kedua orang tuanya. Lalu kenapa Noah masih ada di sini?
"Abang nggak pulang?" tanya Raw pelan, cewek itu masih merasa asing dengan Noah meskipun mereka adalah sepupu. Berbincang berdua saja, tidak pernah mereka lakukan.
"Enggak, Abang magang di dekat sini, terlalu jauh kalau bolak-balik ke rumah Abang," jawab Noah.
Hanya anggukan yang Raw jadikan balasan untuk ucapan Noah. Jika Noah magang di dekat sini, apa dia akan tinggal di rumah Raw?
"Abang tinggal di sini selama magang, nggak apa-apa, kan?" tanya Noah yang sepertinya tau dengan apa yang dipikirkan Rawnie.
Raw tersentak dan merasa salah tingkah, khawatir jika Noah tersinggung dengan sikapnya. Meskipun Raw kurang menyukai Noah, bukan berarti Raw akan menunjukkan rasa tidak sukanya secara terang-terangan dan langsung mengusirnya. Jika dia melakukan itu maka kedua orang tuanya pasti akan dicap tidak baik.
"Iya, nggak apa-apa, Bang," jawab Raw lalu tersnyum tipis, senyum yang ia paksa hadir di wajahnya.
Memang lain di mulut lain di hati. Setidak suka apapun Raw dengan hal ini, dia tidak akan pernah mengungkapkannya secara langsung. Raw lebih memilih menyimpannya sendiri, sekarang dia masih terlalu muda untuk bertindak lebih jauh.
"Abang kira Raw keberatan," kata Noah.
Raw menggeleng, tidak ada gunanya juga meskipun ia jujur. Lagipula meskipun Noah tinggal di rumahnya tidak akan membuat perbedaan. Raw tetap akan menjalani hari-harinya seperti biasa.
"Aku masuk dulu ya, Bang," izin Raw yang merasa malas berdua saja bersama Noah.
Noah mengangguk meskipun dia masih ingin bicara dengan adik sepupunya itu. Jarang sekali mereka bicara seperti ini, biasanya akan ada sepupunya yang lain.
"Jangan lari-lari," kata Noah, padahal Raw sama sekali tidak berniat untuk berlari.
Raw mencari Shilla, ingin memastikan informasi yang ia dapat dari Noah. Semoga saja Noah hanya bercanda.
"Bunda," panggil Raw.
"Bunda di dapur."
Raw menuju dapur dengan cepat. "Bang Noah bakalan tinggal di sini, Bun?" tanya Raw dengan suara pelan saat ia telah berada di belakang Shilla.
Shilla menoleh ke belakang sekilas lalu kembali fokus pada masakannya. "Iya, selama magang, Noah tinggal di sini," jawab Shilla.
Raw menghela napas pelan, tadi dia berharap bahwa Noah hanya sedang bercanda, tetapi harapannya tidak terwujud. Noah benar-benar akan tinggal di sini.
"Memangnya kenapa, Raw? Kamu nggak suka?" tanya Shilla karena Raw tidak membalas ucapannya lagi.
"Nggak apa-apa, Bun, cuma nanya aja." Shilla adalah ibu kandungnya, tetapi bukan berarti Raw cukup dengan dengan Shilla, Raw merasa ada jarak di antara mereka. "Aku ke kamar dulu, ya," pamit Raw.
Shilla mengangguk, ia tau bahwa Raw sedang merasa tidak nyaman. Berada di kamar dapat membuat putrinya itu lebih tenang.
Meskipun tidak mengatakannya secara langsung, Shilla tau kalau Raw tidak suka jika Noah tinggal bersama mereka. Raw yang suka sendirian tentu akan merasa terganggu karena hadirnya orang lain.
💡💡💡
Rabu, 9 Agustus 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Gemstones
FantasyRawnie, seorang siswi di salah satu sekolah negeri, kehidupannya biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa dalam kehidupan sehari-harinya. Hingga suatu hari, ada sebuah cahaya yang mengenai kepalanya, cahaya itu memberikan efek yang sangat besar ba...