38. Perasaan Hampa Dan Kosong

404 33 3
                                    

KEDUA tangan Nathan sedang bertumpu pada pagar balkon sebuah gedung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

KEDUA tangan Nathan sedang bertumpu pada pagar balkon sebuah gedung. Di lantai dua itu, ia menghindar dari banyaknya tamu undangan yang berseliweran kesana-kemari. Sambil membawa segelas kopi, Nathan mengisap rokoknya, dan membiarkan asapnya menghilang terbawa angin.

Sama seperti semua mimpi dan harapannya pada Fara. Hari ini ia harus segera menutup buku. Kisah-kisahnya bersama Fara sudah tamat, tersisa hanya kepingan kenangan yang menempati relung hati terdalamnya.

Harum bunga-bunga di pelaminan, lagu-lagu indah yang terdengar menggema, serta tawa dan senyum semua orang di sana menjadi pelengkap hari bahagia Fara dan Dino saat itu. Dari kejauhan, Fara terlihat begitu bercahaya. Gaun pengantin berwarna putih gading sukses membuat dirinya semakin anggun. Dengan potongan kerah rendah, memamerkan collar bonesnya yang indah. Fara selalu cantik, seperti yang biasa Nathan lihat.

Sedangkan Dino, jas hitam yang ia kenakan malam itu semakin membuatnya tampak berwibawa. Usianya memang lebih muda dari Fara, tapi itu sama sekali tak kentara. Pemuda itu sudah banyak berubah. Rasa percaya diri akhirnya berhasil membawanya duduk di pelaminan bersama Fara setelah proses tarik ulur yang begitu melelahkan. Menyingkirkan rival-rivalnya yang tak sembarangan.

Nathan memuntungkan rokoknya, menatap langit malam yang gelap tanpa bintang. Ingatannya kemudian membawanya pada tahun-tahun terberatnya. Ketika ia masih mencintai Fara dalam diam dan ketika mengetahui Fara sudah dipunyai. Sempat menjadi indah kala ia berhasil membuat gadis itu luluh, untuk kemudian menjadi kekasihnya beberapa lama. Namun pada akhirnya, semuanya buyar. Hari-hari Nathan yang tadinya cerah, mendadak berubah gelap. Persis seperti langit malam ini.

"WOY NGELAMUNIN APAAN?!"

"SHIT... KAGET ANJIR!!! GUE BISA MATI KALAU JATOH YAAA!!!!" teriak Nathan kala tubuhnya sempat terhuyung begitu seseorang muncul dibelakangnya.

Pria berlesung pipit itu tiba-tiba mengeplak punggung Nathan. Lalu tertawa cekikikan memamerkan deretan giginya yang rapi. Entah dari mana datangnya, pria itu bisa menemukan Nathan yang sedang mengasingkan diri, menjauhi keramaian.

"Hati lo tuh yang mati, baik-baik dah Bro! Udah berapa tahun berlalu nih? Dateng ke kondangan masih sendiri aja gue liat?"

Nathan berkacak pinggang, tersenyum sinis menanggapi ocehan yang baru saja ia dengar, "walaaahhh... Tamu jauh! Dateng-dateng bukannya bawa oleh-oleh, malahan nyela gue! Demen banget lo ya ngeliat gue sengsara."

Pria bertubuh tegap bernama Damar itu terkekeh pelan, ia kini lantas menumpukan dua tangannya pada pagar balkon, "sengsara lo bikin sendiri kali? Eh Nat, walaupun gue sekarang udah stay di Semarang, ada banyak kuping, mata, mulut yang laporan ke gue tentang lo di sini."

"Astaga!! Emangnya gue seterkenal itu ya?" sahut Nathan sambil bersedekap sombong.

"Lo kayak nggak tahu aja. Kerjaan kita, di industri otomotif ini, tembok juga bisa ngomong!. Makanya, ada berita atau gosip apaan di Jakarta, sehari dua hari juga bisa sampe ke cabang gue." jawab Pria yang kini menjabat sebagai kepala cabang sebuah dealer mobil di Semarang itu.

Sweet Escape [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang