First

379 30 0
                                    


♡♡♡

What good is life if not for love

What good is love if not for you

Langit, angin, musik menari di udara. Abu menjemput senja di balik awan bersemburat gelap. Dingin pasca hujan menjadi lantunan nina bobo.

Kelopak mata yang perlahan tertutup dibangunkan oleh setiap petikan dawai, menggema di antara rongga kayu. Melodi apik memberi getar hingga relung dada, menjadi frekuensi serasi dengan degup jantung.

I fall even deeper, I can't help

You and the warmth I keep to myself

All the hugs and kisses, I wonder

You are first and foremost my lover

Sesaat rindu rumah, rindu hangatnya secangkir kopi Minggu pagi di atas ranjang.

Namun, tak ingin pulang. Tak ingin melewatkan laras senandung yang memberi damai.

"Enak gak?"

"It's catchy.''

Sepi mengisi ruang, sebab yang lain ingin segera pulang sebelum gelap. Hanya dua anak Adam, menunggu hujan mengisi waktu saat tanah berbencah di luar sana.

Yang satu mengucap cinta, mengatur suksesi linear nada musik diiringi akustik. Yang satu lagi menopang dagu, memejamkan mata mengindahkan setiap kata bersenandung lembut.

Park Jimin mengantuk. Sebab Jeon Jungkook, hujan, dan lagu seolah mengantarkannya menjemput mimpi.

''Jangan tidur dong.''

''Gak tidur ... ''

''Jelek banget lagunya sampe kamu ngantuk dengerin aku nyanyi?''

''Ih, gak gitu, Kookie!"

Sungguh manis menyaksikan bagaimana bibir gemuk maju cemberut, alis bertaut, dan mata berbinar. Yang dilakukan temannya memberi hangat pada pipi, menggelitik perutnya. Dan yang dilakukan Jungkook adalah mengusap–mengacak-acak rambut lelaki cendayan yang kini bersandar pada kursi ruang kelas.

"Ayo pulang."

"Sekali lagi."

"Hm?"

"Nanyi sekali lagi."

"Biar kamu bisa tidur?"

"Kookiee~"

"Gak ah." Dia mencolek, satu, dua kali pipi yang menggembung gemas di hadapannya. "Kalo Troye Sivan yang nyuruh baru aku nyanyi."

Jimin tepis jari telunjuk di pipinya, cemberut lebih mengerikan lagi. "Troye Sivan siapa?"

"Troye Sivan." Menatap ruang kosong, menuju langit mendung, jauh ke luar, Jungkook sejenak berhenti menggoda yang manis. "Penyanyi yang suatu hari nanti bakal collab sama Jungkook."

Kemudian bibir yang mencebik maju berubah menjadi lengkung senyum tipis. Jimin paham, sudah sangat terbiasa dengan puluhan mimpi. Ingin serba berkecukupan, ingin menjadi penyair, ingin membawa nama besar bernyanyi bersama, Jungkook punya jalan yang terbentang luas. Begitu pula Jimin.

Bagi penyandang seragam pendidikan, mungkin perjalanannya masih sangat panjang. Mungkin tak akan menjadi rute yang singkat, mungkin akan curam dan berliku.

Bukan sekarang. Tetapi suatu hari. Suatu hari nanti.

Kilap di langit-langit, di atas panggung megah di pusat dunia, dua telapak kaki akan menjadi penguasa setiap petak lantai dansa bertirai merah.

First and ForemostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang