II.1. REMUS

131 24 5
                                    

"Maaf aku baru menerima surat dari Preston pagi ini," kata Nebulas kepada Eleanor saat mereka hendak menembus dinding peron sembila tiga perempat bersama-sama. Ini adalah tahun kedua bagi Eleanor bersekolah di Hogwarts. Sepeti biasa, Nebulas tidak absen untuk mengantar Eleanor ke Peron Tiga per Empat bersama Edward Heath, ayah Eleanor. "dia tidak datang ke Hogwarts di tahun ketiga." Lanjut Nebulas menjelaskan.

"Apa?" tanya Eleanor tidak percaya. Baginya, Preston Flawley memiliki cerita sendiri di lembar kehidupan sekolah Eleanor. Preston mungkin terlihat dingin, namun siapa yang sangka sebagian kemudahan yang terjadi di sekolah karena Preston benar-benar menjaga Eleanor setahun penuh. Preston bahkan tidak membiarkan teman-temannya sendiri seperti James Potter maupun Sirius Black mengganggu Eleanor walaupun gadis itu sendiri yakin warna matanya yang langka sudah cukup menjadikannya buah bibir di Hogwarts.

"Dia pindah ke Uganda dan orang tuanya menyuruhnya bersekolah di sana. Aku sendiri baru pertama kali mendengar kasus seperti ini, biasanya para Murid bersekolah di Hogwarts sampai mereka lulus." Jelas Nebulas. Nebulas menunduk untuk berbisik kepada Eleanor, "Tapi aku yakin Preston memberitahu semua orang untuk tidak menggangumu selama dia tidak ada."

Edward, ayah Eleanor berdeham pelan untuk sekedar mengingatkan Nebulas bahwa ia juga harus tahu apa yang terjadi dengan Eleanor di sekolah.

"Bukan masalah besar, Ed." Kata Nebulas, menepuk pelan bahu Edward. "Eleanor hanya kehilangan teman."

Eleanor menganggguk menyetujui walaupun sebenarnya, bagi Eleanor, Preston bukan sekedar teman biasa. Preston adalah orang pertama yang ia kenal, orang pertema yang memberikannya perlindungan di balik sikap dingin di wajahnya. Preston selalu memudahkan segala urusan Eleanor, apalagi jika itu berhubungan dengan tugas sekolah dan Eleanor yakin, beberapa murid Slytherin yang hendak menggangunya mendadak mundur, juga karena mereka melihat Preston di sana, berdiri di kejauhan dengan mata elangnya yang tajam dan menusuk menatap mereka, memberikan benteng bagi siapa pun agar menjauhi Eleanor dan tidak menggangunya.

"Aku akan membantumu menai..."

"Tidak perlu, Nebulas." Eleanor menahan tangan Nebulas yang hendak mengangkat kopernya. "Aku bisa mengurusnya sendiri."

Eleanor mengambil alih kopernya, mengangkat koper besarnya sendiri, tertatih-tatih mendekati pintu kereta.

"Butuh bantuan?" tanya sebuah suara dari belakang Eleanor, membuat gadis itu terkejut saat seseorang merebut koper dari tangannya. Seorang anak laki-laki bermata hijau yang berdiri di sampingnya, mengangkat kopernya seakan itu bukanlah beban berat untuknya. Kulitnya pucat walau tidak sepucat Eleanor, rambut cokelat terangnya terlihat menonjol karena menjulang lebih tinggi dari murid-murid lainnya. "Oh, aku Remus, Remus Lupin." Katanya sambil berjalan memasuki kereta. "Aku tahu kau Eleanor," ucap Remus lagi, "aku tahu kau dan siapa kau, Preston menceritakanmu padaku saat kau melakukan seleksi tahun lalu."

Eleanor mengikuti dibelakang Remus, ia bahkan tidak sempat membuka mulutnya untuk sekedar bertanya.

"Di mana Preston? Aku pikir dia akan membantumu, aku belum melihatnya sepanjang pagi ini."

"Dia pindah ke Uganda." Jawab Eleanor membuat langkah Remus berhenti dan berbalik tiba-tiba sehingga Eleanor menubrukkan tubuhnya ke dada Remus, tubrukan masal di belakang Eleanor tidak terhindarkan.

"Hei!" teriak seseorang dua baris di belakang Eleanor yang memprotes.

"Apa yang salah denganmu, kawan?" teriak lainnya.

"Sorry!" teriak Remus lalu kembali berjalan. "Dari mana kau tahu Preston ke Uganda?" tanya Remus.

"Nebulas mengatakanya padaku," jawab Eleanor cepat. "dia mendapatkan surat dari Preston pagi ini."

"Nebulas?" tanya Remus. "Nebulas Colate?"

"Yeah," sahut Eleanor. "Kenapa semua orang terkejut jika aku menyebutkan namanya?"

"Tidak apa," Remus tertawa kecut membuat mata Eleanor menyipit.

Tok. Tok. Tok.

Ketukan muncul dari kompartemen sebelah mereka. Isabelle di sana, melambaikan tangannya bersama Arabelle. Eleanor segera membuka pintu kompartemen dan mereka berteriak histeris bersama-sama.

"Aku sangat merindukan kalian!" Eleanor segera memeluk kedua sahabatnya yang berbeda asrama.

"ibu Conrad membawakan sandwich untuk kita semua!" kata Arabelle saat pelukan mereka terlepas.

Remus berdeham membuat tiga gadis itu menyadari keberadaanya. "Aku harus menaruh koper ini." Tanpa banyak bicara, Remus meletakkan koper Eleanor di bagasi atas yang masih kosong kemudian ia berkata pada Eleanor, "aku akan memberitahumu saat kita hampir sampai kastil." Lalu Remus pergi meninggalkan kompartemen mereka.

Sebelum pintu kompartemen menutup, Conrad muncul menggantikan Remus dengan kantong kertas di kedua tangannya untuk dipamerkan pada tiga gadis di dalam kompartemen. "Ada yang mau sandwich?" ia membiarkan pintu kompartemen tertutup dengan sendirinya.

"seperti yang aku bilang," kata Arabelle menyambut kantong dari tangan Conrad.

Conrad duduk di sebelah Arabelle. "Apa tadi itu Lupin? Remus Lupin?" tanya Conrad pada Eleanor yang duduk tepat di depannya.

"Ah?" Eleanor menggeleng pelan, pikirannya melamun selama dua detik. "Yeah, itu Remus Lupin."

"Kau mengenalnya?"

"Tidak juga, aku baru mengenalnya tadi. Dia bersedia membawakan koperku. Apa ada yang salah dengannya?"

Conrad mengangkat bahunya. "Teman-temanku bilang dia ada di kelompok anak-anak nakal."

"Itu karena teman-temanmu iri dengan kelompok James." Sahut Arabelle. "Mereka biang onar di asrama kami." Arabelle yang satu asrama dengan Conrad di Griffyndor selalu bergebu-gebu jika membicarakan anak laki-laki di sekolah mereka.

"Siapa?" tanya Eleanor.

"kelompok James. James Potter, Sirius Black, Peter Petegrew, Remus Lupin, dan Preston Flawley. Mereka kelompok biang onar paling terkenal di asrama kami, di Gryffindor. Setidaknya kelompok mereka terselamatkan dengan beberapa wajah tampan, banyak yang mengakui Potter, Black dan Fawley cukup tampan. itu yang menyelamatkan mereka dari permasalahan setidaknya pagi para murid. Tapi biang onar tetap saja biang onar."

"Biang onar?"

"Flawley dan Lupin yang sedikit jinak, tapi tidak denan Potter dan Black. Mereka adalah sumber masalah." Kata Conrad. "Kau harus menjauh dari mereka."

"Tapi dia terlihat baik, Remus maksudku." Bela Eleanor.

"Untuk saat ini, ya." Conrad menghela napasnya. "Tapi kita tidak tahu masalah apa lagi yang akan mereka lakukan tahun ini. Bahkan Prefek tidak dapat mengendalikan mereka."

"Tapi kita tidak dapat menilainya karena teman-temannya." Kata Isabelle kali ini angkat suara. "Well, kalau kalian hidup di Slytherin, semua wajah terlihat jahat."

Eleanor dan Arabelle menahan tawa mereka. "Tapi kau tidak terlihat jahat bagiku, Isa." Kata Eleanor.

"Itu dia." Kata Isabelle. "Kalian tidak dapat menilai Lupin dan kawan-kawannya biang onar, mungkin mereka melakukan itu karena suatu hal, kita tidak pernah tahu."

Bunyi peluit terdengar. Eleanor, Isabelle dan Arabelle segera melihat jendela, mencari orang tua mareka masing-masing untuk mengucapkan selamat tinggal sebelum kereta mulai melaju.

Eleanor dengan cepat menemukan Ayah dan Nebulas yang berdiri tepat di depan jendelanya. Ia melambaikan tangan pada Ayahnya kemudian Nebulas mulai berbicara agak kencang untuk mengalahkan suara orang tua lain yang berbicara, "aku akan mengirimkan surat beserta alamat Preston. Mungkin butuh beberapa hari bagi burung hantu terbang ke Uganda."

"Thank you." Sahut Eleanor kemudian ia berpaling pada ayahnya. "Aku akan merindukanmu, Dad."

"Selamat bersenang-senang." Balas Edward Heath.

Sepasang orang tua tak jauh dari Nebulas terliat khawatir dan melihat seluruh penjuru kereta. "Bells, di mana Conrad?" tanya si ibu.

Arabelle segera menarik Conrad di kerahnya dan mendekatkannya ke jendela. "Ini dia." Teriak Arabelle ceria. "Jangan khawatir aku akan menjaganya dengan baik Mrs Nelson. Dia hanya," Arabelle melirik Conrad yang tengah cemberut karena kerah bajunya ditarik oleh seorang gadis di depan semua orang. Arabelle melambai tidak peduli. "dia hanya takut menangis jika bepisah dengan Anda." Bual Arabelle membuat Isabelle dan Eleanor menahan tawa mereka.

"Halo, Mrs Nelson." Sapa Eleanor gembira. "Aku Eleanor Heath, teman Conrad dan Arabelle." Tangan Eleanor terulur keluar jendela untuk menyambut Mrs Nelson.

"Halo, Elenor." Sambut Mrs Nelson sopan. Mrs Nelson adalah tipe ibu yang terbuka, menyambut siapapun dengan senyumnya. Bajunya modis dengan topi kerucut yang khas, terselip bulu semat di pita topi itu membuatnya mudah lebih menonjol dari orang tua lainnya.

"terima kasih untuk sandwich-nya. Aku akan memastikan diriku untuk menikmatinya." Kata Eleanor lagi membuat Mrs Nelson tertawa karena terhibur.

"Ya, terima kasih untuk sandwich-nya. Aku Isabelle Hart." Kali ini Isabelle yang berbicara angannya juga terulur untuk menyambut Mrs Nelson. "Mum! Dad! Sebelah sini!" teriak Isabelle tiba-tiba membuat Mrs Nelson dan orang tua lainnya mencaritahu siapa yang dia panggil. "Ya ampun, pasti Ben menghilang lagi." Gumamnya.

"Ben?" tanya Eleanor.

"Benjamin. Adikku. Tahun lalu dia menyelinap masuk ke dalam kereta, membuat Mum dan Dad menariknya paksa dan pulang lebih dulu sebelum kereta melaju." Cerita Isabelle. "Kali ini dia asti bersembunyi di salah satu gerbong berharap datang setahun lebih cepat ke Hogwarts."

"Oh, maafkan kami, Bells." Ucap ibu Isabelle. Rambutnya yang berwarna cokelat gelap agak berantakan. "Ben-"

Piip. Piip. Piip.

Peluit kembali berbunyi.

"Mom, kenalkan ini orang tua Conrad, Mrs Nelson." Isabelle buru-buru memperkenalkan orag tuanya dengan keluarga Conrad. "dan ini Ayah Eleanor dan Nebulas."

Edward dan Nebulas menurunkan topi mereka dan menunduk memberikan penghormatan kepada orang tua Isabelle.

"ini orang tuaku," kata Arabelle tidak mau kalah, tangannya terjulur kepada orang tuanya yang bediri di belakang Mr dan Mrs Nelson.

Kereta mulai bergerak, para orang tua mulai meneriakan seruan tentang apa yang boleh dan tidak boleh anak mereka lakukan di sekolah.

"Mr dan Mrs Conklin, perkenalkan ini ayahku."

Dari banyaknya pasang mata yang ada di sana, hanya pasangan Conklin yang terkejut saat melihat Edward Heath. Mereka menyadari laki-laki yang berada di peron tiga per empat bersama mereka adalah Perdana Menteri Inggris.

Kereta mulai menjauh, para murid mulai memanggil orang tua mereka.

"Bye, Dad."

"Kalian bisa minum reh setelah ini."

"Conrad, kau harus melambaikan tangan kepada mereka."

"Kami akan menikmati sandwich yang Anda buat, Mrs Nelson."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SIRIUS: A Story Behind The Brightest StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang