39 | 2013 (3.2)

115 2 0
                                    

Razel menghabiskan waktu dengan membersihkan dan menata barang-barang di kostan. Dengan begitu kostannya akan terlihat lebih baik. Levo pun bisa langsung istirahat saat pulang nanti.

Area dapur sudah lebih dulu bersih dan rapi. Kamar mandi pun sudah wangi. Area ruang tamu masih belum sepenuhnya rapi. Razel masih hanya mengepel lantai di sana. Razel mengambil napas sejenak seraya menyegarkan tenggerokannya dengan segelas air putih. Begitu air putih itu Razel tandaskan tanpa sisa, pemuda itu kembali melanjutkan kegiatannya.

Setelah ruang tamu enak dipandang, Razel bergegas ke area luar kostan. Razel memilih untuk membersihkan kaca jendela lebih dulu. Cukup lama karena noda pada kaca jendela cukup membandel karena sudah empat bulan tak dibersihkan.

Seluruh kaca jendela bersih mengkilap, Razel beralih mengepel lantai. Lantai di luar kostan lebih kotor dari lantai yang di dalam. Meski mulai lelah, Razel tetap melanjutkan kegiatannya.

Tepat pukul 18.30, Razel akhirnya menuntaskan kegiatannya. Pemuda itu mengembangkan senyum seraya mengusap keringat di keningnya. Sadar badannya dibanjiri keringat, Razel kontan menuju kamar mandi untuk segera membersihkan diri. Sepuluh menit kemudian, Razel keluar dari sana dengan handuk yang melilit perut sampai kakinya.

Razel memakai baju tebal untuk menghangatkan tubuhnya. Pilihannya adalah kaos yang dibalut dengan hoodie. Tak lupa, Razel juga memilih celana jeans panjang.

Kini Razel baru sadar di luar tengah gerimis dengan menyadari kilatan kecil dari jendela. Semoga gerimis itu lekas berhenti.

Getar pada benda pipih di atas meja mengalihkan perhatian Razel. Ada pesan dari Levo yang baru masuk.

Levo :
Kalau waktunya makan ya, makan.
Gak usah nungguin gue.

Razel :
Iya.

Levo :
Kalau lo ngantuk, ya tidur.

Razel :
Le, kok kamu belum pulang?

Levo :
Rumah kerabatnya Indra belum ketemu. Heran gue sama dia, bisa lupa gitu.

Razel :
Kamu di mana sih, Le?

Namun, setelah itu Razel tak kunjung mendapat balasan dari sang sahabat. Dan di luar, bukannya gerimis berhenti, tetapi malah berganti hujan deras disertai gemuruh petir yang memekakkan telinga. Razel memikirkan Levo. Pemuda itu tak tahu jelas sahabatnya di mana, dan apakah sahabatnya itu kehujanan?

Satu jam kemudian, senyum terukir di bibir Razel saat melihat nama sang sahabat muncul di layar ponselnya. Namun, senyuman itu kontan pudar saat suara Levo keluar dengan nada emosional. Razel juga mendengar napas Levo terengah-engah seperti baru berlari.

"Indra sialan!"

Ada apa dengan Levo? Mengapa Indra?

Dan kecemasan Razel membumbung tinggi saat Levo berkata, "Jangan lupain gue, kalau hari ini gue mati."

"Le? Kamu di mana?" Nada bicara Razel tak kalah buru-buru dari perkataan Levo. Air mata Razel meluncur tanpa bisa dicegah.

"Bilang, Le! Aku mau susul kamu!"

Namun, bukannya mendengar suara Levo, Razel justru mendengar suara orang lain.

"Mau ke mana lagi?"

"Le ...." Bahu Razel bergetar dengan tangis kian tak terbendung.

"Kalau kalian mau uang gak harus gini!"

Itu adalah perkataan Levo yang terakhir Razel dengar. Setelah itu Razel hanya mendengar suara erangan keras sahabatnya dan suara kayu yang beradu dengan tulang.

FOREVER RTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang