Namanya Yoon Jeonghan. Senyumnya manis memikat serta lemah lembut. Dia memang manis hingga membuat laki-laki yang sedang duduk di hadapannya menaruh penuh fokus padanya. Bukan pada apa yang disampaikan, namun pada perawakannya yang membuat debaran di dada bekerja dua kali lipat. Apakah saat menciptakannya Tuhan sedang berbahagia?"Ya! Choi Seungcheol! Kau tidak mendengarkan ku?" Sentak Jeonghan
Choi Seungcheol/22 tahun. Hobi menatap Jeonghan sejak hari pertama. Tidak suka orang terdekat memanggil nama lengkapnya atau panggilan yang terlalu formal. Jeonghan akan mendeskripsikan Seungcheol seperti itu.
"Aku dengar" jawab Seungcheol ringan seraya berdiri membereskan kertas-kertas yang menjadi bahan diskusi mereka, "besok kita lanjut lagi. Kau-"
"Mingyu-ya!" Ucapan Seungcheol terpotong teriakan Jeonghan memanggil seorang laki-laki tinggi yang lewat di depan ruangan tempat mereka diskusi.
"Aku duluan, Cheol-ah!" Pamit Jeonghan buru-buru keluar ruangan.
Dapat Seungcheol saksikan laki-laki manis itu langsung melompat ke punggung yang dipanggil Mingyu tadi. Mereka terlihat akrab.
"Kau melewatkan jam makan lagi? Pola makan mu buruk sekali, Hyeong" Samar-sama Seungcheol dapat mendengar percakapan mereka yang mulai menjauh.
"Sepertinya. Nafsu makan ku berkurang akhir-akhir ini"
"Ja, ayo ke kantin. Aku ke sini ingin mengajak mu makan bersama"
Selebihnya hanya punggung Jeonghan yang berada di gendongan Mingyu menjauh serta gelak tawa mereka mengisi lorong kelas yang sore itu terasa sepi.
-----------------
"Agak bungkuk sedikit. Yap! Good! Makan permennya sambil senyum, cakep! Kancing bajunya bisa dibuka lagi kayaknya, Hyeong" pujian mengalir deras dari bibir seksi Mingyu kala lensa kameranya membidik seniornya itu. Jeonghan dengan baik mengikuti arahan dari Mingyu.
Jeonghan dan kamera adalah perpaduan yang sangat sempurna.
"Aku rasa kau bisa jadi model, Hyeong. Kau... Menawan" tutur Mingyu kala kedua nya berhenti sejenak untuk pergantian konsep.
"Aku tidak minat. Tapi khusus untuk mu, aku bersedia jadi model pribadi mu. Hehe." balas Jeonghan seraya tetap mengemut permen sebagai properti tambahan yang diakhiri kekehan nya.
"Tapi 'kan aku tidak bisa membayar mu banyak, Hyeong"
"Tidak apa-apa. Aku dapat traktiran makan siang saja sudah senang, kok. Aku lebih minat menjadi sekretaris bos besar muda kaya raya yang bisa aku nikahi"
Semoga kau dapat nilai bagus di mata kuliah ini. Aku tahu kau berbakat, Gyu"
"Terima kasih, Hyeong"
-----------------
"Ya! Berhenti menatapku terus, Choi Seungcheol! Aku risih" protes Jeonghan
"Kau tahu kalau aku payah dalam berbagi, 'kan? Tapi kenapa? Satu lagi, jangan panggil aku dengan lengkap, Yoon Jeonghan"
Saat ini mereka sedang berada di cafe dekat kampus untuk mengerjakan tugas kelompok.
"Kau marah aku makan sesuap red velvet mu? Astaga, Cheol! Kita bisa pesan lagi. Dasar kikir" gerutu Jeonghan dengan mencicit di akhir kalimat namun tetap bermaksud menyindir.
"Aku dengar, Jeonghan-ah"
"Aku sengaja, Choi Seungcheol-ssi"
"Ya!"
"Kenapa? Kau dulu yang mulai"
Meraup udara banyak-banyak dan menghembuskan nya menjadi pilihan satu-satunya. Tidak ingin membuat keributan di tempat umum.
"Oke, aku mengalah"
Tidak ada yang bisa mengalahkan Jeonghan dalam berdebat.
"Memang sudah semestinya"
"Jadi, apa kau sudah memikirkan tawaranku? Aku benar-benar menaruh harapan tinggi tentang itu"
Perkataan Seungcheol membuat Jeonghan reflek berdehem membersihkan tenggorokan nya. Dia, kan belum memikirkan secara serius tentang itu.
"Um... Aku... Belum" cicitnya. Dapat Ia dengar helaan napas dari seberang tempat duduknya.
"Ya sudah, aku bisa apa selain menunggu? Aku juga tidak mau membebani mu. Maaf aku terkesan mendesak"
"Bukan begitu. Tapi aku belum bisa melakukannya"
"Astaga, kau masih tidak mengerti konsepnya?"
"Tapi itu sama saja"
"Tidak sama, Jeonghan. Apa kau benar-benar menolak?"
Tidak ada balasan lagi setelah itu. Hanya hening yang mulai merasuki suasana di antara keduanya.
Seungcheol dan Jeonghan sama-sama tidak berminat memecah keheningan. Mereka sibuk dengan isi kepala masing-masing.
"Baiklah, aku tidak akan mempermasalahkan ini lagi dan anggap saja aku tidak pernah memintamu untuk ini"
Setelah mengakhiri kalimatnya, Seungcheol berlalu meninggalkan cafe.
-----------------
Choi Seungcheol dan Yoon Jeonghan. Semua orang di Fakultas Ekonomi dan Bisnis pasti selalu menyandingkan nama kedua nya. Kalau ada yang bertanya, "Seungcheol yang mana?"
"Seungcheol Jeonghan" jawaban nya.
Sudah seperti itu template nya.
Kedekatan kedua nya sudah dimulai sejak hari pertama menginjak tanah Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
Julukan malaikat yang diberikan kepada Jeonghan lantaran tanggal lahirnya sama dengan pelafalan dalam bahasa Korea itu berbanding terbalik dengan sifatnya.
Tidak, tidak. Jeonghan bukan psikopat atau pembunuh bayaran. Dia hanya sedikit memiliki kemiripan dengan Loki.
Maka daripada itu, tidak ada teman mereka yang membantu Jeonghan dari amukan Seungcheol sambil berlarian di koridor. Mereka semua tahu, Jeonghan itu jahil dan itu menjadi hiburan mereka kala laki-laki itu mendapat ganjarannya.
-----------------
.
.
.P.s. "Hyeong" itu dibaca "Hyong" ya. Artinya "Abang/Kakak laki-laki. Aku lebih nyaman nulis begini karena langsung kebayang mereka ngomongnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream, Heart, and The Night
FanfictionIni bukan cinta sepihak. Dari awal memang hanya ada aku dan kau. Namun tiba-tiba secara tidak sadar, dia hadir.