DEDAUNAN tua yang terseret angin satu-persatu berjatuhan. Gemerlap berbaur kepekatan malam enggan menginterupsi pria yang mengembuskan asap rokok dengan mata terpejam. Menyandarkan tubuh setengah telanjang di beton tua, jemari yang lain mencengkram surai hitamnya yang berantakan.
Dia membenci hujan.
"Anda suka hujan?"
Suara yang selalu terniang-niang seperti lullaby. Implusif menenangkan saraf-saraf di kepalanya seperti kembang api, membuatnya tergelitik. Walaupun Jonggun tak selalu berada dalam suasana hati yang baik, jika membuatnya terusik, siapapun bisa mati. Tapi meski tubuh dan pikirannya lelah, dia tak pernah bisa menolak suaranya.
Satu-satunya.
"Benci."
Yang hanya untuknya, Jonggun bisa membuka mulut dan bicara santai tanpa memikirkan apapun. Tanpa perlu waspada ataupun merasa terganggu. Di dalam situasi bawah sadar yang lebih memabukkan dari sekedar meminum alkohol, atau bercinta semalaman bersama seorang gadis.
"Kalau saya menyukai hujan. Saya suka sensasi mendengar suara air yang jatuh di atas atap, atau melihat bunga-bunga mekar setelah hujan turun."
Dalam dunianya yang penuh orang-orang memuakkan sehingga dia hanya tertawa―pertama kali minatnya muncul pada seseorang yang bahkan tak bisa membuatnya merasakan gairah atau mendorong aliran darahnya memanas, namun menyebabkan tubuhnya berdesir dan bergetar seolah-akan akan menguap.
Dia tak melakukan apapun, tapi terasa memuaskan.
"Saat saya kecil, saya menikmati bermain di bawahnya. Sambil mengetuk-ngetukkan batu dan pasir, saya akan bermain berjam-jam walaupun tahu bisa sakit. Anda tahu seperti apa suaranya? Itu akan menjadi seperti ini..."
Jonggun jarang sekali menjawab, dia hanya akan membalas melalui bisikan lirih dan dengkuran. Betapa eksistensinya memperdaya. Membuat besi di kepalanya meleleh seakan melumuri tubuhnya.
Dia terlalu terbuai, sampai-sampai membuat kelemahannya sendiri.
Entah kapan semuanya hilang. Ingatan tentang suaranya hanya berupa sisa-sisa memori yang bertebaran. Sehingga Jonggun mencari. Dia benar-benar menjadikan kenangan itu alasannya pergi ke Korea. Memangnya mengapa orang seperti Jonggun begitu royal terhadap Choi Dongsoo? Itu bukan hanya kesetiaan, melainkan CEO Choi menawarkan sesuatu yang diinginkannya.
Gadis itu. Dia bahkan bukan pelayan Yamazaki. Hanya orang luar yang muncul dari negara yang memiliki banyak laut dan pulau. Entah siapa dirinya, Jonggun menyesali saat-saat dia masih memiliki kesempatan untuk bertanya.
"Kalau saya berkata bahwa saya bukan berasal dari sini, apakah Anda percaya?"
"Ini rahasia kita ya... sebenarnya saya berasal dari negeri dongeng."
Bualan yang lucu itu... Jonggun hampir tak percaya akan ada saat dia mengkhianati dirinya sendiri karena mulai mempercayai ungkapan di luar logika.
Tapi bagaimana tidak? Jika gadis ini tiba-tiba menghilang di telan bumi tanpa adanya jejak, bukankah dia memang benar-benar berasal dari dunia fantasi?
Betapa membingungkan. Untuk Park Jonggun yang bisa terpengaruhi seorang wanita tanpa mengetahui namanya, tanpa melihat wajahnya―yang datang ke kamarnya dan berbisik di balik tirai. Hanya bersamanya dia merasa benar-benar terlelap.
Untuk gadis yang dijulukinya lullaby ini... dia bisa menghancurkan ratusan bahkan ribuan hidup dan harapan orang lain.
Hostel, God Dog, Big Deal, Ilhae... bahkan meskipun Jonggun akan jatuh sayang pada mereka, tak satupun menggeser keinginannya. Dia bahkan tak mengetahui alasannya. Apakah dia benar-benar membutuhkan sosoknya? Atau telah jatuh cinta tanpa menyadarinya?
Karena semakin waktu berlalu, dia hanya menjadikan gadis itu alasannya menemukan kembali sensasi yang dia lupakan.
Jika ada alasan Jonggun hidup seperti virus dan racun dalam kehidupan orang lain... maka hanya demi tujuan seperti itu dia melakukannya.
"Katanya mau memperlihatkanku teknik baru, kenapa malah tidur disini? Eh? Kau nggak mati karena capek, kan? Jangan mati dulu sebelum mengajariku semuanya!"
Kelopak matanya perlahan terbuka, melirik Park Hyungseok yang meringis melihatnya masih telanjang dada padahal hujan sedang turun deras dan udara semakin membekukan kulit. Dia saja menggigil.
"Jonggun, kau sedang ngapain?" tanya Seok lagi karena belum mendapatkan jawaban. Tampaknya penasaran karena setelah melatihnya, gurunya ini tiba-tiba pergi entah kemana.
"Melihat hujan."
"Kau suka hujan?"
"Aku benci."
Pemuda yang lebih muda mengerjab heran, "Padahal benci, kenapa dilihat?"
"Karena dia menyukainya."
"Eh? Dia?" ulang Hyungseok memastikan pendengarannya.
Tak membalas, hanya keheningan dan rinai hujan yang menyelimuti keduanya, sampai Jonggun membuang puntung rokoknya dan berbalik mendahului muridnya.
"Ayo mulai latihannya."
Jonggun itu kuat. Misterius. Orang jahat. Punya banyak rahasia. Dan kata Jungoo... tak peduli laki-laki atau perempuan, kalau menarik minatnya, maka Jonggun―
―Hyungseok memeluk tubuhnya ngeri.
"Jonggun suka sama katak?"
●◐○
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐒𝐌𝐑 ☘ jonggun ✓
Fanfiction❝ empat sehat, om sempurna! ❞ ━━━━━━━━━━━━━━━━━━━ 𝐋𝐎𝐎𝐊𝐈𝐒𝐌 © 𝐏𝐚𝐫𝐤 𝐓𝐚𝐞𝐣𝐨𝐨𝐧