[S2] - 43 | Arhaan: "Kita kabur?"

81 6 290
                                    

Hari berubah menjadi malam lagi. Kedatangan Vihaan menggantikan Ayah dan Bibinya disambut baik oleh Rishi. Pria itu juga langsung mengantarkan Vihaan ke tempat di mana para anak berkumpul, kamar Arshika.

"Anak-anak, lihat siapa yang datang,"

Ketujuh anak itu secara bersamaan menoleh ke arah pintu. Vihaan tersenyum kaku. "Arshika, kau baik-baik saja?" tanyanya pada gadis yang kini tengah disuapi makan oleh Arhaan.

"Hey, Bro." Pemuda seusianya yang tak Vihaan kenal tiba-tiba merangkul. "Mantannya Arshika?"

Vihaan mengangguk-angguk. "Kau siapa?"

"Aku Veer, ini Karan, Abhram, dan itu, pria sial yang takdirnya jadi suami Arshika di masa depan: Advait," jelas laki-laki yang mengaku bernama Veer itu.

Vihaan lantas mengarahkan pandangannya pada pria yang duduk di sisi ranjang Arshika sambil membawa segelas air. Jadi itu dokter calon suami Arshika. Pria itu terlihat sangat sempurna, mana dokter pula. Dia menjadi semakin insecure rasanya.

"Sudah selesai. Sekarang kau istirahat, ya? Aku mau berkumpul dengan para orang payah ini, lalu meratapi nasib bersama-sama. Dan Vihaan, sekarang kita sama-sama sadboy," ujar Arhaan seraya melirik Vihaan. Arshika setuju setelah Arshia mau menemaninya.

Arhaan sampai di halaman paling atas rumahnya. Tempat terbuka itu cukup dingin di malam hari, sepertinya sesuai untuk menenangkan diri. Pandangannya beralih ke beberapa botol minuman beralkohol yang ia sita dari Arshika beberapa waktu lalu. Adiknya itu terlalu penasaran sampai nekat membeli. Beruntung dia lebih dulu tahu sebelum Arshika sempat meminumnya.

Karena sayang untuk dibuang, akhirnya Arhaan menyembunyikan benda-benda itu di sini agar Rhea tidak tahu. Keputusannya menyimpan minuman itu ternyata benar. Sekarang ia membutuhkan minuman yang katanya sangat ampuh untuk orang patah hati. Ia lantas mendekat dan mengambil ketiga botol tersebut.

"Arhaan, mau apa kau?" tegur Abhram.

"Minum," jawab Arhaan. "Guys, kalian tidak mau coba juga? Arshika bilang ini harganya mahal, tetapi kandungan alkoholnya sedikit. Kalian tidak mau coba?"

Veer dan Karan kompak menyeringai. "Aku akan ambil gelas dulu," kata keduanya lalu melesat pergi.

Tak lama, mereka kembali dengan beberapa gelas bahkan es batu. Mereka mengisi ketiga gelas kaca itu hingga penuh, bersulang, dan kemudian menenggak minuman yang sebelumnya tak pernah mereka minum.

Beberapa detik setelah itu, ketiganya tertawa-tawa seperti orang gila. Sedang 3 laki-laki lainnya hanya geleng-geleng menyaksikan. Mau mencegah pun bagaimana? Mereka tidak akan mau dengar.

"Hey, kalian bertiga, ayo kemari dan minum juga. Jangan jadi lelaki payah dengan menonton saja," ajak Arhaan.

Vihaan menatap bergantian Abhram dan Advait di kanan dan kirinya. Kedua pria itu tetap diam, maka Vihaan tak punya pilihan lain selain diam juga.

"Setidaknya ikut duduk sini, jangan berdiri terus seperti duduk dilarang pemerintah," kata Veer. Alhasil Abhram, Advait, dan Vihaan menurut. Mereka duduk melingkar memutari minuman itu, meski tidak ikut minum.

Veer dan Karan adalah yang paling semangat. Satu botol sudah dihabiskan oleh kedua laki-laki itu, sedang Arhaan tampaknya sudah puas dengan satu gelas saja. Sepertinya dia ingat bahwa Rhea tidak menyukai orang yang sukanya mabuk-mabukan.

"Kalian tahu? Dulu, orang tua kita juga sering mengadakan pesta, lalu Ibunya Advait yang penyihir itu selalu beli minuman," oceh Veer yang mulai hilang kesadaran.

Karan mengernyit meski tubuhnya sudah oleng. "Dari mana kau tahu soal itu, Veer?"

"Ayahku yang bilang. Ayahku cerita segalanya padaku," jawab Veer. Suaranya yang melantur tetap terdengar jelas. "Sebenarnya ... aku sudah tahu soal Arhaan yang bukan anak kandung Bibi Rhea, tapi aku dilarang bilang pada siapa-siapa oleh Ayahku. Makanya kemarin saat Arshika bertanya di lamaran Arhaan yang gagal itu, aku bertanya balik, biar Arshika tidak curiga," paparnya.

Our Impossible Love (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang