TIGA PULUH DELAPAN

4.9K 274 5
                                    

Andra menghampiri Jeana yang sudah menunggunya di sofa. Ada setumpuk baju ganti di lengan sofa yang telah disiapkan Jeana. Dengan santai, Andra membuka handuknya dihadapan Jeana. Ia mengenakan celana piama kemudian meraih kaos lengan pendek sebagai atasan. Andra sedikit kesulitan saat memakai kaos pada lengan uang dibebat perban. Handuknya masih menggantung dileher untuk menghalangi tetes air yang membasahi bajunya.

"Makan dulu." Jeana mendekatkan sepiring nasi goreng yang mereka beli didekat gerbang komplek.

"Hime tidur dimana?" tanya Andra setelah mengucap terimakasih.

"Tidur dikamar Gisel. Tadi rencananya mau tidur disini rame-rame sama Gisel juga."

Hening.

"Mau?" tawar Andra saat Jeana hanya diam menatapnya. Jeana mendekat dan membuka mulutnya, bersiap menerima suapan. Mereka akhirnya bergantian menyendok nasi goreng untuk mengosongkan piring.

Jarum jam menunjukkan pukul 2 pagi tapi rasa kantuk sama sekali tidak menghampiri keduanya. Mereka sudah bergelung didalam selimut, menatap langit-langit tanpa ada yang bersuara.

"Ngantuk?" tanya Andra. Memecah keheningan. Jeana hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.

"Ayah Hana baru selesai menjalani operasi." Andra menoleh saat merasakan gerakan disisinya. Jeana merubah posisi tidurnya, tidur menyamping berbantal kedua tangannya yang menangkup, menatapnya. Andra perlahan bergerak untuk merubah posisinya agar berhadapan dengan Jeana. "Tadi Aku diantar sama yang nyerempet Aku ke rumah sakit. Kebetulan saat Aku turun di lobi Hana mau keluar, Kita papasan disana."

"Dia sempat tanya-tanya kronologi kejadian sebelum Aku dibawa masuk sama perawat. Aku pikir ya udah gitu aja. Aku nggak kepikiran Dia bakal telpon Kamu dan bikin Kamu sepanik tadi." tangan Andra mengusap pipi Jeana lembut. "Maaf ya."

Jeana kembali terlentang. "Tetep aja Hana tau lebih dulu keadaan Kamu gimana." Dia mendecih pelan.

Andra tersenyum lebar. Dia menggeser tubuhnya dan meraih tubuh Jeana pelan. Andra menenggelamkan wajahnya diceruk leher Jeana. Menghirup aroma Jeana dalam-dalam.

"Jean.. Kamu nampar Hana karena cemburu? Maksud Aku beneran yang 'cemburu'?" tanya Andra ragu. Ia sengaja menekankan kata cemburu.

Tangan Jeana bergerak mengusap belakang kepala Andra. "Ya."

Kepala Andra tersentak mendengar jawaban Jeana. "Beneran?"

Jeana kembali menghadap Andra. Wajah mereka sangat dekat. Saling menghadap, merasakan hembusan nafas satu sama lain. "Seharian ini rasanya.. dadaku penuh banget, hanya karena tahu hari ini Kamu akan pulang. Rasa itu berubah menjadi khawatir saat Kamu tiba-tiba nggak ada kabar. Aku yang tengah khawatir harus terlihat tenang agar Gisel juga tenang. Belum lagi tadi Hime sempat demam." Jeana menjeda kalimatnya. Tatapannya jatuh pada kedua mata Andra, menatapnya dalam-dalam. "Dan saat Hana mengabari kalau Kamu kecelakaan.. Aku takut."

Kedua mata Jeana memejam. Ia menggigit bibirnya pelan, menenangkan diri bahwa Andra benar-benar ada dihadapannya. "Aku takut Kamu pergi meniggalkan Aku dan anak-anak."

"Kamu tadi panik banget karena mengira Aku meninggal?"

Jeana mengangguk pelan. Air matanya kembali meluruh meski kedua matanya memejam erat.

Andra meraih tubuh Jeana kedalam pelukannya. Ia melupakan rasa sakit di lengan kirimnya yang masih dibebat perban. Mendekap Jeana semakin erat saat telinganya mendengar isakan yang Jeana tahan. "Aku disini." bisik Andra setelah mengecup pelipis Jeana. "Aku nggak akan pernah meninggalkan Kamu dan anak-anak."

***

"Papi!"

"Papi! Morning!"

I Take YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang