ZIANNA ADHITAMA

6 2 0
                                    

Matahari pagi dengan leluasa menyembulkan sinarnya, membuat langit Jakarta terlihat indah dengan lukisan awan dan langit yang berwarna biru cerah.

Semua orang terlihat semangat menjalani hari Rabu ini, termasuk salah satu siswi yang baru saja keluar dari angkot.

"Ini pak, kembaliannya ambil aja! Doain ya pak hari ini Zia dapat pacar baru lagi!"

Belum sempat Mamang angkotnya menjawab, Zia sudah ngacir duluan berlari memasuki gerbang sekolahnya. Membuat Mamang angkot mengucap syukur berkali-kali dengan rezeki yang nomplok di pagi hari.

"Pak! Selamat pagi! Semoga nanti banyak siswa yang telat ya pak!" Ucap Zia ngawur kepada satpam sekolahnya. Membuat Pak Dono, selaku satpam SMA MERPATI menggeleng pelan.

"Neng Zia mah sukanya kalo doa nggak pernah yang bagus," Ucap Pak Dono.

"Lah, kalo Zia doanya 'semoga nanti nggak ada yang telat', percuma dong Pak Dono jaga gerbang!"

"Kalo ada yang telat kan, Pak Dono jadi ada kerjaan! Hahahaha!" Ucap Zia semakin ngawur dengan diakhiri tawanya yang cempreng.

"Ah cantik-cantik cempreng!" Teriak Pak Dono yang sudah terlanjur kesal.

Seluruh siswa yang melewati Zia menggeleng pelan, tiada hari tanpa keusilan Zia. Bukan tingkahnya saja yang usil, mulutnya pun turut begitu.

Langkah demi langkah, Zia tak habis-habisnya mengulas senyum setiap berpapasan dengan orang. Kalo ada yang nyantol sama senyum maut gue kan, lumayan. Begitu batin Zia.

Mata belo Zia menyipit kala melihat gadis yang sedang berdiri di depan mading sekolahnya, membuat yang ditatapnya pun menampol kepala Zia.

"Gila lo! Lo mau ngapa? Berlagak nggak kenal gue? Terus bilang "Anda siapa ya? "  Pasaran!"

Zia terkekeh mendengar omelan sahabatnya itu, terkadang ia bingung sahabatnya ini cenayang atau bukan. Mengapa apa yang ingin dia katakan pasti sahabatnya sudah mendahuluinya.

"Kok Calistung tau kalo gue mau ngomong gitu?" Gumamnya yang masih bisa didengar Calista yang berjalan didepannya.

"Calistang Calistung! Lo kira gue anak SD!" Kesal Calista, pagi-pagi sudah dibuat kesal dengan ucapan sahabatnya.

Zia yang ingin menyusul langkah Calista pun tiba-tiba menunduk, tangannya dengan lihai melepas tali sepatunya.
Ia pun melanjutkan jalannya, namun baru beberapa langkah ia berjalan, ia tersandung tali sepatunya sendiri membuat tubuhnya menabrak laki-laki yang ada didepannya.

"A-aw! Sakit!" Teriak Zia begitu tubuhnya terhuyung ke depan, namun untung saja ada dada bidang yang dengan siap menjadi sandaran.

Sejenak, Zia menikmati momen indah ini, matanya tak henti-hentinya menatap ke cowok yang ia ketahui dari name tage-nya bernama Nando.

"Eh Zia! Nggak kedip lo liatinnya!" Sontak Zia segera menegakkan tubuhnya, dalam hati ia merutuki Calista yang sudah merusak momen indah ini dengan suara petirnya.

Zia mengulas senyum, "Terimakasih udah nolongin."

Dan entah pelet apa yang Zia gunakan, Nando yang melihat senyum manis Zia pun sempat kesengsem.

"Wah lakinya ikutan gila nih kena peletnya si buaya!" Dengan gerakan cekatan Calista menghampiri Zia yang sedang dalam mode tatap-tatapannya. Calista tanpa ampun menyeret lengan Zia, namun tidak berlaku bagi Zia, sedari tadi tatapannya belum terlepas dari Nando.

Sepanjang perjalanan menuju kelasnya Calista mengomel tanpa henti, ia mengeluarkan semua unek-unek yang sedari tadi ia tahan ketika melihat sahabatnya mengularkan jurus buayanya.

"Zia Zia! Gue nggak habis pikir sama lo ya! Bisa-bisanya capernya lo itu kebangetan banget! Gila, gila!"

Zia meringis pelan, tangannya yang terus ditarik dengan posisi tali sepatu yang lepas membuat Zia terseok-seok mengikuti langkah Calista.

"Cal kan enak tuh pu-"

"Diem lo anak kadal! Nggak usah ngomong dulu gue masih enek ya sama tingkah lo yang buat baper anak orang!" Marah Calista.

"Yah kenap-"

"DIEM!!" Teriakan Calista yang menggelegar sontak membuat mulut Zia kicep. Beberapa siswa yang dilewatinya memandang aneh kepada mereka berdua, namun dengan tanpa rasa bersalah Zia memamerkan deretan giginya seolah berkata 'nggak papa udah biasa'.

Mereka sudah sampai dikelas, tepatnya XI IPS 4. Calista menyentakkan tangan Zia begitu mereka sampai di bangku mereka.

"Lo diem, sepuluh menit lagi bel masuk! Lo duduk disini bareng gue jangan cari gara-gara!" Ucap Calista galak, namun tak urung membuat Zia sedikit takut.

Zia menurut, ia menjatuhkan bokongnya pada kursinya. Menurutnya, sepuluh menit itu waktu yang sangat lama jika Zia hanya berdiam diri. Ia mudah, bosan.

Begitu melihat seorang perempuan masuk ke dalam kelasnya, mata Zia sontak berbinar seperti terdapat lampu bohlam di atas kepalanya.

Zia bangun dari duduknya menghampiri gadis berbadan gempal yang baru masuk ke kelasnya.

"Orang bilang, rezeki itu harus dicari. Tapi bagi gue, rezeki gue selalu datang sendiri tanpa gue cari!" Ucap Zia membuat anak-anak kelasnya sudah bisa menebak apa yang akan Zia lakukan.

"Bagi cuan!" Ucap Zia seraya menyodorkan tangannya membuat Loli bergetar takut.

"Lo-loli, nggak ada du-duit Zia..." Ujar Loli dengan wajah melasnya.

"Nggak usah masang wajah melas lo! Gue jadi tambah semangat malaknya!"

Mendengar itu, Loli merubah ekspresi wajahnya, namun sontak membuat Zia menarik kerah baju Loli.

"Apa?! Lo mau nantangin gue?!" Mendengar suara Zia yang keras membuat Loli kembali bergidik takut.

"Eng-enggak, enggak. Kan tadi Zia sendiri yang nyuruh Loli biar nggak pake wajah melas," Ucapan Loli yang kelewat polos membuat seisi kelas tertawa.

"Mampus lo Ya! Makan tuh muka nantanginnya Loli!" Ujar Calista geleng-geleng kepala melihat rutinitas temannya, yaitu memalak.

"Eh diem lo semua! Ganggu aja nyari orang lagi nyari rejeki!"

"Dimana-mana mah nyari rejeki itu kerja Ya! Bukannya malak!" Kini Juna-selaku ketua kelasnya ikut berteriak.

"Ah pasaran! Apaan kerja kerja!" Jawaban Zia membuat teman sekelasnya pasrah, menasehati Zia sama saja berbicara dengan tembok.

Loli masih berdiri didepan Zia, ia menundukkan kepalanya takut.

"Mana sini ah duit lo! Keburu masuk ah elah!" Ucap Zia kembali menyodorkan tangannya.

Loli merogoh saku roknya, ia mengeluarkan selembar uang lima ribuan dan selembar uang dua ribuan. Tangannya tergerak memberikan selember uang lima ribuannya kepada Zia.

"Ma-maaf, Loli cuma punya ini ..." Zia dengan gesit menyerobot uang lima ribuan itu.

"Lo kira gue miskin banget apa?! Kasih yang abu-abu cepet!" Satu kelas dibuat melongo dengan ucapan Zia, dimana-mana orang memalak meminta yang jumlahnya lebih banyak, namun Zia?

"Dah sana pergi! Bawa tuh yang lima rebu!" Ucap Zia yang kemudian berjalan menuju bangkunya.

Sedetik kemudian bel masuk berbunyi, membuat Loli terpaksa kembali ke kelasnya, yaitu kelas sebelah. Padahal sebelumnya ia berniat kesini untuk meminjam pensil temannya, namun ia lupa saja jika dikelas XI IPS 4 ada Zia.

"Lumayan dua rebu, bisa dapet cirengnya Mpok Jumi!" Ucap Zia kelewat ceria.

"Dosa lo Ya Ya! Nggak berkah tuh!" Ujar Calista tak habis pikir dengan sahabatnya yang satu ini. Sultan, namun gemar memalak.

"Lumayan Ta, kan uang gue irit jadinya."

Calista menghembuskan nafasnya, "Lo mau boros borong jajanan sekantin juga nggak bakal habis tuh duit bokap lo!"

"Stttt, Calistung...jangan bawa-bawa titipan Tuhan."

Hai aku bawa cerita baru lagi, doain ya biar aku konsisten buat cerita ini!🤗
Semoga suka!❤️





















ZIA DAN ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang