🌷34: Cookies

12.5K 1.2K 52
                                    

Hari demi hari terus berlalu, bulan demi bulan pun telah berganti. Usia kandungan Aluna sudah memasuki bulan kelima. Perutnya tampak membesar, bukan seperti hamil lima bulan, melainkan tujuh bulan. Itu disebabkan karena Aluna tengah mengandung bayi kembar. Tentu saja semua orang bergembira mendengarnya, terlebih Althair. Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Seminggu setelah acara empat bulanan kehamilan Aluna, mereka mendapat kabar bahwa Buya dan Umma mengalami kecelakaan beruntun yang menyebabkan keduanya meninggal dunia di tempat.

Sontak saja, seluruh anggota keluarga dan warga pesantren berduka. Mereka amat tidak menyangka jika Buya dan Umma akan meninggalkan mereka secepat ini. Qadarullah, ini adalah takdir Allah yang tidak bisa kita hindari. Kematian adalah takdir seluruh makhluk, manusia ataupun jin, hewan ataupun makhluk-makhluk lain, baik lelaki atau perempuan, tua ataupun muda, baik orang sehat ataupun sakit, mereka tidak akan bisa menghindar.

Aluna berdiri di depan cermin seraya memandangi tubuhnya. Dia membenarkan letak jilbabnya yang sedikit miring. Aluna menoleh dengan wajah kaget pada Althair yang kini memeluk tubuhnya dari belakang. Tangan Althair mengusap-usap perut Aluna yang membuncit, membuat Aluna merasakan sensasi geli. “Kebiasaan,” celetuk Aluna.

Althair terkekeh, mengecup singkat pipi Aluna yang semakin berisi juga menggemaskan . “Cantik banget, istri siapa ini, hm?”

“Istri kamulah,” balas Aluna sewot.

Aluna memainkan jari-jemari Althair yang berada di atas perutnya, menatap wajahnya dan juga Althair di cermin. Ronal merah tampak di kedua pipi Aluna karena Althair terus-terusan menatapnya dalam, walaupun hanya terlihat dari pantulan. “Atha?” panggil Aluna.

“Dalem, sayang.”

Aluna berusaha menahan senyum mendengar jawaban Althair, sementara Althair hanya terkekeh memperhatikan wajah Aluna yang tampak memerah. “Kan, Rayyan hari ini mau nikah, aku dengar katanya pengantin wanitanya enggak ada? Maksudnya pas akad dia enggak hadir, emang bisa?”

Rayyan hari ini memang akan menikah dengan seorang perempuan bernama Eliza. Aluna belum pernah melihatnya karena perempuan itu memang bukan santriwati di sini. Tetapi yang dia tahu dari Bunda, Eliza adalah cucu dari sahabat Buya. Singkatnya, Buya menjodohkan Rayyan dengan Eliza sebagai wasiat terakhir darinya sebelum meninggalkan dunia ini. Rayyan tidak bisa menolak permintaan Buya, dia berpikir mungkin inilah jawaban atas doa-doanya selama ini. Menikah dengan perempuan yang tidak pernah dia duga.

“Bisa. Akad nikah dikatakan sah apabila dihadiri oleh wali, mempelai pria, dan dua orang saksi. Hal ini sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Kifayah al-Akhyar, ‘Disyaratkan dalam kesahan akad nikah kehadiran empat pihak, yaitu wali, mempelai pria, dan dua orang saksi yang adil. Dan diperbolehkan wali dan mempelai pria diwakilkan,” jawab Althair, dia kembali melanjutkan. “Dengan kata lain, mempelai wanita tidak diharuskan hadir pada saat pelaksanaan akad nikah. Artinya, akad nikahnya tetap sah meski tanpa kehadiran mempelai wanita. Sebab kehadiran mempelai wanita dalam akad nikah bukanlah merupakan salah satu syarat sahnya akad nikah,” jelas Althair membuat Aluna mengangguk-anggukkan kepalanya paham.

“Oh gitu,” sahut Aluna.

Suara ketukan pintu terdengar, Althair dan Aluna lantas menoleh. Aluna meraih cadarnya dan segera memakainya, sementara Althair bergegas membuka pintu. Tampak bunda berdiri dengan menggenggam tangan Aruna. Aruna melepas genggaman tangan bunda, bocah itu melewati Althair begitu saja dan langsung masuk ke dalam kamar seraya berseru memanggil Aluna. Althair dan bunda menggelengkan kepala melihatnya.

ALTHALUNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang