Tak terasa hampir tiga bulan Sofia bekerja. Selama itu ia berusaha berhemat agar bisa menyewa kontrakan sendiri. Selain tidak ingin membebani Lek Sarni, ada alasan lain yang membuat dirinya ingin segera pindah kontrakan. Sikap Wawan-- suami Lek Sarni terhadap dirinya terkadang membuatnya risih. Pernah suatu ketika ia memergoki laki-laki itu memandang dirinya dengan pandangan tak wajar.
Hal lain yang membuatnya marah adalah ketika suami Lek Sarni katahuan mengintip dirinya mandi. Waktu itu di suatu pagi, Lek Sarni pergi ke warung. Sofia sedang mandi, sebentar lagi ia akan berangkat kerja. Pintu kamar mandi yang sebagian rusak menyebabkan ada lubang kecil.
"Lek!" teriak Sofia kaget dan takut ketika dirinya keluar dari kamar mandi lelaki itu sedang menempelkan mukanya di pintu kamar mandi. Mungkin Wawan baru saja akan mengintipnya, tetapi hal itu membuat Sofia ketakutan.
Wawan dengan segera mencekal tangan Sofia. Ia mendekatkan tubuhnya ke arah Sofia berusaha ingin memeluknya. Dengan sekuat tenaga Sofia memberontak dan memukul kepala laki-laki kurang ajar itu dengan gayung yang sedang dibawa
Tiba-tiba terdengar suara Rani—anak Lek Sarni dari luar, rupanya Rani dan ibunya baru pulang dari warung.
"Mbak Sofia!" panggil Rani.
Mendengar suara anaknya, Wawan berjalan cepat ke depan. Irama degup jantung Sofia tak menentu. Ia benar-benar takut.
Beruntung Sofia segera mendapat kontrakan yang berada tidak terlalu jauh dari tempatnya bekerja. Sebuah kontrakan yang hanya satu kamar menjadi pilihannya sesuai dengan kemampuan.
"Minggu depan baru kosong Neng, orangnya baru keluar minggu depan."
"Ya, Bu tidak apa-apa. Saya panjar dulu seratus ribu ya."
"Tapi tempatnya cuma begini sudah lihat kan, kamar mandi bebarengan di luar, saya cuma sediakan kasur dan meja kecil."
"Iya, Bu, tidak apa-apa."
Bagi Sofia yang penting sesuai dengan keuangannya. Kamar yang hanya berukuran dua meter kali tiga meter tidak masalah baginya. Beberapa waktu yang lalu ia sudah mengutarakan niatnya untuk mencari kost ke Lek Sarni.
"Lek saya mau cari kost," kata Sofia ketika sedang membantu masak.
"Memang sudah tidak kerasan di sini." Lek Sarni sudah menganggap Sofia seperti anaknya sendiri. Ia senang dengan keberadaan Sofia. Pun dengan Rani, anaknya yang masih kelas satu SD senang dengan Sofia. Ia merasa mempunyai kakak yang bisa diajak mengobrol atau bermain di kala ada waktu luang.
"Saya ingin mandiri Lek, lagian saya tidak enak numpang di rumah Lek Sarni."
Sofia tidak menceritakan ulah Wawan ke Lek Sarni. Ia tidak menginginkan hubungan suami istri itu menjadi tidak baik.
"Ya sudah kalau memang itu keinginanmu. Sudah dapat tempat kostnya?"
"Sudah Lek tapi baru minggu depan pindahnya."
Di suatu malam, Sofia yang tidur sendiri di ruang depan terbangun ketika ia merasakan pahanya diusap oleh sesorang. Ia terbangun dalam keadaan terkejut ketika mengetahui Wawan sudah mendekatkan mukanya ke wajah Sofia.
"Lek!" teriaknya spontan.
Buru-buru Wawan mendekap mulut Sofia dengan tangannya. Tangan satunya lagi masih menggerayangi tubuh Sofia. Dengan sekuat tenaga Sofia berusaha memberontak. Ia mendorong tubuh Wawan yang tidak terlalu besar. Namun. usahanya sia-sia, Wawan malah berusaha memeluknya. Sofia berusaha menendang dan kebetulan mengenai selangkang Wawan.
"Aduh!" Wawan segera melepaskan tubuh Sofia karena merasa sakit di bagian selangkang.
"Awas ya kalau berani bilang Lek-mu." Wawan mengancam Sofia sebelum ia meninggalkan Sofia yang menangis ketakutan. Rupanya Wawan masih berusaha ingin mendekati Sofia.
Semenjak peristiwa itu Sofia menjadi ketakutan setiap malam kalau ada Wawan. Ia tidak bisa tidur nyenyak. Hal ini membuat kuat tekadnya untuk segera pindah.
"Mbak Sofia mau kemana?" tanya Rani ketika melihat Sofia membereskan barang-barangnya. Hari ini kebetulan ia libur karena toko tutup dan tempat kostnya sudah bisa ditempati.
"Mbak Sofi mau pindah, tinggal di kost.""Yah nanti Rani enggak ada teman dong."
"Sesekali nanti Mbak Sofi main ke sini, Rani juga boleh kok main ke tempat Mbak Sofi."
Sofia menatap wajah bulat milk Rani. Ia merasa sayang terhadap Rani yang sudah ia anggap adik. Sesekali Sofia membawakan jajan atau sekedar alat tulis murah yang ia beli dari Pak Hadi. Gadis kecil itu merasa senang atas pemberian dari Sofia. Perhatian kecil dari Sofia membuat mereka semakin akrab.
"Sudah beres semuanya Sofia?" tanya Lek Sarni yang keluar dari ruang tengah. Lek Sarni izin sebentar dari tempat kerjanya sebagai tukang cuci dan setrika baju di salah satu rumah di perumahan.
Hari ini ia sengaja ingin mengantarkan Sofia. Bagaimanapun juga ia merasa bertanggung jawab dititipi Sofia oleh Utari sebelum Sofia berangkat ke Jakarta.
"Aku boleh ikut ngantar Mbak Sofi, Mak?"
"Motornya enggak muat, nanti kapan-kapan kita main ke tempat Mbak Sofi ya."
Rani memberengut, ia merasa kecewa tidak bisa mengantar Sofia. Sofia mendekati Rani dan mencium kedua pipi gembulnya.
"Nanti kalau Mbak Sofi libur, Mbak main ke sini ya." Rani mengangguk, nampak kekecawaan dari wajahnya yang berhias poni lurus di dahi.
Sofia terpaksa berpamitan dengan Wawan ketika ia melihat lelaki itu duduk di depan kontrakan sambil merokok.
"Saya pamit Lek," kata Sofia. Walapun enggan ia terpaksa mengangsurkan tangannya untuk bersalaman ke lelaki yang pernah berbuat kurang ajar ke dirinya.
"Ya," jawab Wawan.
"Aku langsung ke tempat kerja ya Pak, habis ngantar Sofia." Lek Sarni berpamitan ke suaminya. Pagi itu Wawan masuk shift sore hingga bisa menemani Rani saat mamaknya kerja.
Sampai tempat indekost, Lek Sarni langsung berpamitan.
"Maaf ya, Lek tidak bisa bantu beres-beres, ndak enak kalau telat kelamaan."
"Ndak pa pa, Lek, terima kasih banyak sudah membantu saya, maaf ya, Lek, kalau saya merepotkan."Tak terasa air mata Sofis menetes, walaupun cuma sebentar berada di tempat Lek Sarni, tetapi kebaikan hatinya membuat Sofia terharu ketika harus berpisah. Sofia memeluk tubuh gempal yang berada di hadapannya. Kehangatan pelukan Lek Sarni mengingatkan Sofia akan pelukan ibu saat ia berpamitan berangkat ke Jakarta.
"Berangkat dulu ya Sofi, jaga diri baik-baik. Kalau ada apa-apa bilang ke Lek jangan sungkan."
Perempuan berbaju kuning itu tak kalah harunya berpisah dengan Sofia walaupun masih besar kemungkinan mereka bisa bertemu kembali. Lek Sarni menyalakan motor buntutnya dan mulai meninggalkan Sofia.
Sofia segera masuk ke kamar kostnya. Kamar itu terlihat bersih, kasur busa tipis tergelar di lantai tanpa sprei, sebuah meja teronggok di sudut kamar. Tak sabar ia ingin memberi kabar ke ibu kalau ia sudah kost sendiri.
*bersambung*
KAMU SEDANG MEMBACA
Menepis Nista, Meraih Asa
RomanceSofia, seorang wanita karier yang sedang berada di puncak kariernya harus kandas kisah cintanya karena orang ketiga yang menghalanginya. Siapa sangka gadis yang meniti kariernya dari bawah dan mengadu nasib di Jakarta usai SMA ini dulunya akan "diju...