Siang sunyi di villa membuat Ralia bertanya-tanya, kemana perginya semua orang? Kemana Jerico dan Meisha? Tadi pagi ia masih melihat Saira dan Hesta yang terlibat cekcok di ruang tengah. Juga Jeffrey dan Dona yang sedang membantu para ayah untuk mengumpulkan sampah.
Sesuai jadwal, memang masih nanti malam mereka mengadakan acara barbeque di tepi pantai. Tapi seharusnya siang ini menjadi ajang untuk menyiapkan keperluan.
Tepat setelah Ralia memutuskan untuk pergi ke dapur, mama keluar dari sana dengan wadah berukuran sedang berisi ayam bumbu tanpa tulang.
"Eh anak Mama..." Dengan tangan yang bersih mama mengusap sebelah pipi Ralia. "Kamu pasti nggak mau bantuin Mama, kan?"
Ralia tertawa kecil. "Orang-orang pada kemana ya, Ma? Kok sepi banget villa kayaknya."
Mama menaruh wadah tersebut di atas meja tengah, rupanya di sana ada wadah-wadah lain. "Mereka pada jalan-jalan tadi jam 10," kata mama.
"Papa juga?" tanya Ralia melihat mama menyusun letak wadah. "Mama di dapur sama siapa?"
"Sama Ibuk nih!" Suara akrab di telinganya menyapa. "Mami Helena juga ada disini," lanjut ibu Hesta.
Ralia mengangguk-angguk paham, kepalanya mengintip ke dalam dapur yang harumnya luar biasa membuat perut lapar. Jangan lupakan meja yang penuh dengan bahan-bahan masakan, juga kompor yang atasnya berisi panci dengan uap menyala-nyala. Otaknya mengirim sinyal, apabila semakin lama disana, ada kemungkinan Ralia akan disuruh membantu beberapa pekerjaan seperti cuci piring.
"Ralia."
Tubuhnya berbalik, melihat Jevan berdiri tepat di belakang dalam jarak yang amat dekat. Mengingat status yang sudah berubah di antara dirinya juga laki-laki berkulit putih bersih ini, Ralia mendadak merasa kikuk. Ia bergeser tanpa sadar, semata-mata karena merasa degup jantungnya bisa saja terdengar sampai keluar dan Jevan akan mendengar. Itu sukses membuat Ralia merona malu.
Mama baru akan melewati pintu dapur ketika tatapannya jatuh pada sikap mencurigakan Ralia, juga tatapan penuh damba milik anak laki-laki dari pria masa lalunya. Naluri seorang ibu mengatakan bahwa ada yang tidak beres antara dua remaja ini.
Tapi mama menyimpan pertanyaan tersebut dalam hatinya.
"Cuma kalian berdua yang di villa. Sisanya pada main sama ikut belanja ke supermarket pusat kota." Mama melempar senyuman hangat pada dua anak itu. "Papa pergi sama Papinya Jevan dan Ayahnya Jerico katanya pengen nyari kolam pancing."
"Bapaknya Hesta juga mau gabung tadi, tapi langsung kularang, karena manusianya bisa lupa waktu kalau udah soal mancing," cerita ibu Hesta dari dalam lapur.
Terdengar gelakan tawa yang berasal dari mami Helena.
"Ini karena kalian berdua doang, mau kabur atau mau bantu?" tanya mama jenaka, matanya mengerling nakal ke arah Ralia, namun mengabaikan kehadiran Jevan.
Ralia dengan gugup memegang lengan Jevan di sebelah, kemudian menariknya menuju lantai dua. "Aku ada urusan sama Jevan, Ma! Nanti aja bantuinnya yaaaaa?" Anak gadis mama langsung lenyap dibalik pintu kamar.
Mama menggelengkan kepala kemudian masuk ke dalam dapur dan berhenti di wastafel untuk mencuci peralatan. Tatapan matanya kosong ke arah wadah-wadah kotor, mengundang perhatian ibu Hesta.
"Eh lo kenapa?" Ketika tidak ada anak-anak, cara mengobrol para ibu-ibu rupanya berubah seperti masih muda dahulu. "Ngapain ngelamun sambil nyuci piring gitu?"
Mama menghela nafas. "Perhatiin deh anak gue sama anaknya Sammy, kayak ada yang aneh gitu perasaan gue, Kir," ujar Sahara pada Kirana, ibu Hesta sekaligus teman baiknya diluar hubungan para suami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden relationship (00-01line)✔️
Novela JuvenilPenyesalan kadang-kadang memang berakhir buruk. Ketidak setiaan hati seseorang bisa menyebabkan patahnya banyak hati yang lain. Memaksakan sesuatu, apalagi perasaan, sangat jarang bisa berakhir dengan kebahagiaan. Keharmonisan akan sirna bila satu...