Kedua Puluh Satu

1.8K 237 42
                                    

Hawa dingin di ruangan itu menyebar begitu cepat, menusuk kulit terluar Asya hingga membuat kedua telapak tangannya total terasa dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hawa dingin di ruangan itu menyebar begitu cepat, menusuk kulit terluar Asya hingga membuat kedua telapak tangannya total terasa dingin. Kursi di hadapan ia tarik perlahan, lantas gadis itu mendudukan diri di sana. Manik Asya total memburam, bibir dalamnya ia gigit kuat, tangan Asya terangkat untuk mengusap kupluk pemberiannya yang masih setia dipakai oleh Bintang hingga detik ini.

Sesungguhnya Asya sudah lama menyadari, bahwa istirahat Bintang tak pernah terasa cukup. Terhitung sejak hari di mana pemuda ini tumbang setelah mengisi acara pentas seni hari itu, Bintang sudah tiga kali berada dalam kondisi seperti ini. Kabel-kabel itu kembali menghiasi tubuhnya yang semakin kurus, rasanya pasti menyakitkan.

Usapan lembut Asya turun ke kening pemuda itu, permukaan kulit Bintang terasa hangat, berbeda dengan telapak tangan Asya saat ini yang perlahan mendingin. Lantas setelahnya, dengan hati-hati gadis itu menangkup sebelah wajah Bintang, ia usap mata sebelah kiri Bintang. Padahal kemarin mereka bertemu, namun hari ini Asya kembali merindu. Lucu sekali, lagi-lagi Tuhan membuatnya harus menunggu. Entah sampai kapan lamanya waktu akan berlalu.

"Padahal Asya ke sini mau ngasih tau Bintang kalau lukisan Bintang yang selama ini Asya simpen, Asya jadiin buku. Eh, Bintang malah tidur."

Asya mengangkat tangannya dari kedua mata milik Bintang. Mau diusap selembut juga selama apa pun, jika bukan sang empu yang memerintah dua galaksi itu tak akan terbuka.

"Bintang pasti capeknya banget banget banget, ya? Enggak usah bohong lain kali, ini aja udah bisa jadi bukti kok buat Asya. Bintang udah tidur tiga kali."

Asya tau ucapannya akan berbuah sia-sia. Dia juga tau mengajak Bintang berbicara saat lelaki itu masih tak sadarkan diri seperti ini tidak akan merubah apa pun. Namun, Asya ingin berusaha. Setidaknya jika pun tak membuka mata, Asya berharap Bintang dapat mendengarnya.

Seandainya lelaki itu masih terjaga hingga detik ini, mungkin informasi yang Asya beri perihal semua lukisan darinya yang Asya jadikan buku akan disambut dengan kedua maniknya yang melebar. Lalu pemuda itu akan menirukan suara para aktor di drama Korea yang mengatakan "wah, jinja? Daebak" kemudian bertepuk tangan lalu mendekap kepala Asya di keteknya.

Biasanya Asya akan membenci hal itu, namun kali ini Asya justru merindukan tingkah konyol Bintang. Terakhir kali pemuda itu mengeteki Asya saat keduanya tidur bersama di atas satu ranjang pesakitan, dan itu sudah berlangsung hampir dua minggu yang lalu.

Namun, ini apa? Kenyataan itu justru menampar Asya lebih keras. Gadis itu merasa sangat bersalah karena terlalu memaksa Bintang selama ini. Asya tau ini akan sulit, tapi kebahagiaan Bintang di atas segalanya bagi Asya. Mungkin setelah hari ini, Asya akan mencoba menumbuhkan rasa ikhlas pada dirinya jikalau suatu hari nanti, Bintang memang ingin izin untuk pergi.

"Kali ini Asya enggak akan minta apa pun lagi ke Bintang."

Disaksikan hembusan angin yang tak nampak oleh netra, lelehan bening itu jatuh ke pipi Asya. Segera gadis itu mengusapnya, tak akan Asya biarkan Bintang melihat dirinya kembali menangis. Asya tidak ingin Bintang bersedih. Asya harus menunjukan kepada Bintang bahwa dirinya sanggup melewati semua ini, sama seperti Bintang yang melalui segalanya tanpa tangisan.

1. Hug Me Star [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang