Chapter 1

2 2 0
                                    

Happy reading!!!

.

.

.

Hari itu, Ryujin memilih berdiam diri dikamar kesayangannya dari pada ikut pergi dengan orang tuanya menghadiri makan malam. Sebetulnya bukan tidak mau ikut dalam acara itu, hanya saja Ryujin malas menghadapi sebuah keluarga yang menjadi alasan dirinya tak pergi. Hah, persetan dengan makan malam nyatanya memandangi langit malam yang dipenuhi ribuan bintang diatas sana jauh lebih menarik.

Sejak lima belas menit yang lalu, ponsel Ryujin tak berhenti bergetar di atas ranjang. Bunyi notifikasi pesan masuk pun terus terdengar. Namun, Ia mengabaikannya. Bukan tidak sopan karena tidak menjawab panggilan orang tuanya, Ryujin hanya sudah mengetahui apa yang akan dibicarakan.

Yaa, tentu saja pertanyaan kenapa belum datang dan sebagainya. Tadinya, orang tua Ryujin mengajak untuk pergi bersama, bahkan Ibunya menyiapkan sendiri gaun untuk putrinya tersebut. Kedua orang tuanya memang selalu bersemangat jika bertemu dengan keluarga itu. Entah kenapa. Dan sebuah ide datang kepadanya. Mengatakan kepada Ibunya bahwa dirinya belum mandi dan akan menyusulnya segera.

Untungnya, sang Ibu menerima alasan tersebut dan hanya memintanya untuk segera menyusulnya ke acara itu. Ryujin hanya mengangguk mengiyakan saja perkataan Ibunya. Tetapi sudah satu jam terlewati dan Ia tak kunjung bersiap. Karena memang dirinya tidak akan datang.

Ini pertama kalinya Ryujin berani untuk melakukannya. Sebelum-sebelumnya, Ia hanya akan diam mengikuti kedua orang tuanya. Sejujurnya, terselip perasaan cemas dan takut. Apa kedua orang tuanya akan marah karena Ryujin tidak datang? Oh tentu saja. Karena ini sudah jadi keputusannya, Ia harus berani mengambil resikonya juga.

Tok tok tok

"Masuk aja." Ryujin berkata keras tanpa menoleh ke arah pintu.

Pintu itu kemudian terbuka menampilkan seorang wanita paruh baya sembari memegang sebuah ponsel lama. "Bapak telfon Bibi Non. Nanyain Non Ryujin kemana."

Perbincangan itu terhenti karena ponsel Ryujin kembali bergetar untuk puluhan kalinya. "Angkat telfonnya Non, Bapak kayanya marah besar."

Menghela napas kasar, Ryujin melangkah mengambil ponselnya. Kemudian digesernya ikon hijau sebelum mengangkat panggilan itu.

"Dimana?" Suara Papanya terdengar rendah dan berat.

Perasaan Ryujin tentu tidak baik-baik saja. Jantungnya berdegup kencang, padahal Ia tidak sedang berlari.

"Di rumah." Jawaban jujurlah yang akhirnya perempuan itu beri.

"Tunggu 10 menit lagi, kita harus bicara."

"Pa-"

Bipp

Telfon itu dimatikan sepihak. Tanpa menunggu perkataannya selesai.

Selalu seperti itu.

Papanya adalah sosok yang keras, tegas, dingin dan ambisius. Dari kecil, Ryujin selalu dituntut untuk mendapatkan nilai yang sempurna. Ia juga didaftarkan berbagai tempat les seperti piano, bahasa, juga akademiknya. Bahkan, ketika masih di sekolah dasar Papanya memantau Ryujin secara langsung ketika belajar. Papanya berharap besar pada anak satu-satunya itu.

Berbeda dari Papa, Mamanya sosok yang pendiam tak banyak bicara. Mamanya cenderung mengikuti Papanya itu. Jika berhubungan dengan keluarga itu, Mamanya pasti akan selalu mendorongnya untuk bersikap sesuai perintahnya.

Pernah suatu ketika Ryujin gagal dalam ujiannya, waktu itu Ia terlalu takut menghadapi Papanya. Tetapi tak ada cara lain yang bisa dihindarinya, alhasil dia terpaksa memberikan kertas itu pada Papanya. Tentu saja, Papanya tidak bisa memaklumi hal itu dan sebuah pukulan di lengan sukses didapatkannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 18, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Am I Alive?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang