3.

9 3 0
                                    

Happy reading
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-

"balapan yuk? Yang menang bebas bersih-bersih." Ucap Gattra sebelum menaiki sepedanya.

Kebiasaan keluarga pak Suprandi adalah membersihkan rumah di hari Minggu. Kebiasaan ini di terapkan anak-anak pak Suprandi setelah ibu tiada. Mereka akan bekerjasama membersihkan rumah. Mulai dari menyapu, mengepel, mencabut dan memotong rumput, dan masih banyak lagi.

"Bentar, gue lepas sarung," ucap Shaka yang kini hanya memakai kaos dan kolor.

Walaupun badan secapek apapun, jika masih sehat, keluarga pak Suprandi menyempatkan diri untuk sholat berjamaah di masjid. Jika waktu sholat subuh tiba, mereka akan bersama-sama pergi ke masjid, menggunakan sepeda seperti saat ini. 'Sambil olahraga pagi', kata Bapak.

"Oke siapa takut," jawab kak Gitar yang tak mau kalah.

Semalam kak Gitar pulang hampir pukul dua belas. Gattra tau, walaupun ia sudah memejamkan matanya, tapi semalam ia sangat susah tidur. Selain karena kopi, juga karena pikirannya yang berkeliaran kemana-mana setelah berbicara dengan Bapak semalam.

"Bapak mau ikut juga dong,"

"Bapak yakin? Ntar encok lo pak," ucap Shaka dengan watadosnya.

"Jangan salah kamu dek, tua-tua gini jiwa bapak masih muda. Nggak tau kamu dulu bapak sepedahan berkilo-kilo,"

"Itukan dulu pak,"

"Udah-udah, jadi nggak ini?" Gattra melerai, jika tidak di tengah i bisa selesai sampai besok perdebatan mereka ini.

"Satu,"

"Dua,"

"Ti- ti,- nungguin ya??" bukanya segera menyelesaikan hitungan ketiganya Gattra malah bercanda.

"Sak, ambil golok," Gitar kesal sendiri.

"Eh iya-iya ampun kak,"

"Udah deh bapak aja yang ngitung, nggak sabar buat menang nih,"

"Sekarang kita masih kawan pak, tapi sebentar lagi kita jadi lawan," canda Gattra.

"Oke, udah siap semuanya?" Mereka mengangguk

"Satu,"

"Dua..."

"Ti-GA!!"

Balapan di mulai, detik-detik pertama dipimpin oleh Bapak yang ada di paling depan. Tak Samapi Lima belas detik Gattra sudah menyalip Bapak, di susul dengan kak Gitar dan Shaka.

...

Hacim...

"Apaan sih ini, perasaan tiap Minggu di Bersihin, tapi debunya udah sebanyak ini," gerutu Shaka.

"Pakek masker dek," Gitar menyodorkan masker sekali pakai pada Shaka.

Shaka tidak menolak, ia memakai masker yang di sodorkan kakaknya.

"SHAKA!! Sini bentar!!" Teriak Gattra dari taman depan.

Setelah lelah-lelah balapan sepeda dari Madjid sampai ke rumah subuh tadi, tidak ada yang menang, nyatanya Gattra, Shaka, dan Gitar seri. Ya walaupun Bapak yang terakhir sampai sih, tapi menang kalahnya Bapak tidak berpengaruh sih. Karena bapak jarang ikut agenda bersih-bersih. Bapak harus pergi ke rumah makan, hanya kadang-kadang bapak ikut nimbrung.

"Apaan!!"

"Sini bentar!!"

Minggu ini Gitar kebagian mengepel, Gattra merapikan taman, sedangkan Shaka membersihkan debu.

"Apaan sih bang, teriak-teriak!"

"Sini deh deketan," ucap Gattra yang sedang jongkok.

"Apa sih!"

"INI!!"

"Huaaaa, Abang buang ngga geli tau!"

Ternyata Gattra tengah menyembunyikan, seekor ulat hijau seperti yang ada dalam sebuah iklan teh yang besarnya hampir seibu jari Shaka. Sungguh menggelikan.

"Gini doang loh, nih, nih,"

"Jijik bang, ihhhh,"

Terjadilah kejar-kejaran antara Gattra dan Shaka.

"Buang bang!! Buang nggak!!"

"Nggak mau! Nih!"

"Kak Gitar, tolong! Shaka di serang Monster hijau!"

"Hahaha, rasain nih serangan Monster hijau,"

Shaka dan Gattra terus kejar-kejaran di antara taman dan teras rumah.

"Jangan lari-lari nanti ja-

Bruk

-tuh, nah kan! Belum selesai gue ngomong loh ini!" Gitar berkacak pinggang, sudah seperti emak-emak yang siap menelan anaknya.

"Iyuhh, jadi ulet geprek," ucap Shaka yang melihat ular itu susah penyet, di timpa tangan Gattra.

"Aduh, siapa sih yang naruh lantai di sini!"

Bisa-bisanya yang salah siapa juga, masak lantai teras yang berdiam diri, semenjak Gattra kecil di marah.

"Azab deh bang kayaknya," celetuk Shaka.

"Cangkemu dek, sumpah ini nggak ada yang mau nolongin gue apa?!"

Gitar mendekat untuk membantu Gattra berdiri.

"Mampus bang lutut lo berdarah, biar di suntik sama kakak"

"Heh, mana ada di suntik, orang luka cuma kecil gini kok! Nggak di suntik kan kak?"

"Kalo lo rese yang pasti gue suntik,"

Gattra langsung berubah menjadi anak baik untuk sesaat agar tidak di suntik oleh kakaknya.

Walaupun badan udah gede gini, Gattra yang paling susah untuk urusan kesehatan. Bandel anaknya, minum obat harus di paksa, apalagi di suntik, oh no! Dia paling anti.

"Aduh!" Teriak Gattra.

Shaka yang duduk di sofa depan Gattra memandang jengah. Ini sudah ke tiga kalinya Gattra berteriak, padahal kapas itu belum menyentuh lukanya sama sekali.

"Lebay," sindir Shaka.

"Lo mah nggak ngerasain, sakitnya kaya di gigit harimau Afrika tau!"

Lebai sungguh Gattra emang sangat lebai.

"Jadi di obatin nggak sih ini," ucap Gitar yang juga sudah mulai jengah,

"Ngga usah ya bang?"

"Oke,"

Gitar melanjutkan ucapannya, " tapi kalo sampe kaki lo infeksi, gue sendiri yang bakal amputasi kaki lo pake pisau daging punya bapak!"

"Hahaha, becanda kak, hehe,"

"Diem kalo nggak mau gue potong kaki lo,"

"Bentar ya bang. Shak, ambil gue es krim di kul-

ADOY!!"

_TBC_

#21 Desember 2022

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Gattra MahardikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang