Sesudah Akari bertemu dan bicara dengan pria yang dipanggil Sagami-sensei, pria itu pun mengantarnya ke ruang kelas 2-B. Setelah bercakap-cakap dengannya, ia pun mengetahui bahwa nama lengkapnya Jin Sagami, seorang guru di Akademi Yumenosaki, merangkap sebagai dokter olahraga yang memantau kesehatan fisik para siswa.
Ia membuka pintu dan berjalan memasuki kelas, diikuti oleh gadis di belakangnya.Sekilas ia melirik ke arah para siswa yang akan segera menjadi teman-teman sekelasnya. Ya, seperti yang sudah dia duga, laki-laki semua. Tampaknya beberapa dari mereka menyadari adanya seorang anak perempuan yang masuk bersama guru mereka, namun sebagian besar lainnya masih asik mengobrol dengan teman sebayanya, dan tidak terlalu memperhatikan yang lainnya.
"Perhatian, semuanya." ucap Sagami-sensei dengan suara yang lebih keras sambil menepuk meja di depannya.
Hal itu sukses membuat para siswa menjadi tertib kembali dan duduk di bangku masing-masing dengan tenang. Dan karena mereka semua sudah menghadap ke depan, mereka spontan menyadari kehadiran seorang anak perempuan yang berdiri di depan. Tatapan mereka semua, reaksi yang bercampur aduk tertuju pada satu gadis. Akari, memindai teman sekelasnya, melihat wajah-wajah mereka sekilas. Biasanya, ia akan memilih untuk mengalihkan pandangannya, namun dia juga tahu bahwa ada kalanya ia tidak bisa menghindari tatapan semua orang. Diantara hamparan wajah yang asing, ada beberapa wajah yang cukup familiar baginya..."Silahkan perkenalkan dirimu, nak." instruksi Sagami-sensei kepadanya. Akari mengangguk, ia berhenti memperhatikan mereka untuk sementara, dan memperkenalkan dirinya, dengan cara yang sama seperti yang ia lakukan di ruang OSIS.
"Ohayou gozaimasu, minna-sama. Namaku.....Akari Tenshouin. Dan mulai hari ini, aku akan bergabung sebagai siswi di kelas ini. Mohon bantuannya untuk kedepannya."
Ia pun membungkuk hormat untuk mengakhiri perkenalannya. Ketika ia menatap kembali teman-teman sekelasnya, reaksi yang sudah ditebak olehnya tertunjuk di wajah mereka semua."Tenshouin....itu keluarganya Ketua OSIS, kan?"
"Nama belakangnya beneran Tenshouin?"
"Apa kebetulan saja namanya sama dengan nama belakang Ketua OSIS?"Mereka berbisik-bisik sesegera setelah perkenalan Akari selesai diucapkan. Tidak bisa dibilang berbisik juga sih, karena mereka cukup keras untuk Akari bisa dengar.
("Aku bisa mendengar kalian, bodoh..") batinnya dalam hati. Kalau mau gibah, jangan dengan suara sekeras itu.....Tapi baginya, lebih baik dibicarakan didepannya langsung daripada digosipkan dibelakangnya. Tak dapat membalas mereka, ia hanya mengalihkan pandangannya dengan malas.
"Sudahlah, kalian, diam." tekan Sagami-sensei. "Tenshouin, ya...kau bisa duduk di...." mata coklat muda kusam miliknya tampak mencari tempat duduk yang sesuai untuknya. Setelah saat yang singkat, tampaknya ia telah membuat keputusan.
"Di samping Ritsu Sakuma saja."
Mata violetnya pun membulat. Ia familiar dengan nama itu karena dia adalah anggota Knights, salah satu unit idol yang disukainya. Bisa semeja dengannya.... diam-diam membuatnya merasa senang karena bisa memperhatikan sang idol dari dekat.
"Sakuma-kun, tolong berdiri.
Orang yang dipanggil Ritsu Sakuma pun berdiri, dengan wajah yang terlihat sedikit mengantuk. Tanpa disuruh dua kali, Akari pun berjalan pelan menuju bangkunya, di samping Ritsu.Lelaki itu pun duduk kembali, sembari mata penasaran sang gadis memerhatikan cowok itu.
Rambutnya hitam legam, dengan panjang sedang, poni bagian sampingnya membingkai kedua pipinya yang putih. Terdapat setitik kecil rambut dan poni liar mencuat dari kepalanya. Matanya merah pekat, bagaikan darah. Perpaduan yang sempurna untuk kulitnya yang putih bersih. Dia mengenakan blazer sekolahnya yang tidak dikancing, dengan sweater abu-abu muda diatas kemeja putihnya. Ritsu mempunyai kesan seperti orang yang dingin, membuat Akari agak enggan untuk bicara dengannya. Ia tidak ingin menganggu, apalagi menyinggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐒𝐮𝐫𝐞𝐥𝐥𝐚 𝐌𝐢𝐧𝐨𝐫𝐞 [ 𝘢𝘯 𝘌𝘯𝘴𝘦𝘮𝘣𝘭𝘦 𝘚𝘵𝘢𝘳𝘴 𝘧𝘢𝘯𝘧𝘪𝘤 ]
FanfictionDia hanyalah seorang gadis biasa. Dia tidak terkenal, namun juga tidak terlupakan sampai tertinggal dalam bayangan. Dia menyukai idol, itu juga merupakan mimpinya. Namun sejak kejadian dua tahun yang lalu, ia hampir menyerah pada mimpinya. Mau ba...