Bab 9 Bersama Ibu

5 1 1
                                    


Utari tidak bisa mencegah keinginan Sania untuk menginap di hotel. Toh, dirinya yang menuntun Sania menekuni pekerjaan saat ini yang tak beda jauh dengannya. Sebenarnya, Utari juga tidak nyaman menginap di tempat Sofia. Ia ingin ikut menginap di hotel. Namun, ia merasa tidak enak dengan Sofia. Awal dari keinginan Sofia merantau juga karena dirinya.

Utari sedang duduk di kursi kecil depan kamar, ketika Sofia pulang dari tempat kerja. Cuaca sudah tidak sepanas tadi. Seharian ini Utari lebih memilih duduk depan kamar mencari angin segar. Kamar yang sempit ditambah cuaca panas ibu kota membuat Utari tidak nyaman di dalam. Apalagi ia terbiasa dengan udara sejuk di tempat tinggalnya.

Sofia datang sambil meneteng kantong plastik hitam kecil. Ia membeli es kelapa muda di warung yang tadi dilewati.

"Panas di dalam ya, Bu." Sapanya setelah mencium punggung tangan ibunya.

"Aku beli es kelapa, Bu," lanjut Sofia sambil menyodorkan sebungkus es kelapa.

Mereka menikmati kesegaran es kelapa di luar kamar. Utari masih duduk di tempat semula, sedangkan Sofia duduk di kayu melintang di dekat Utari duduk.

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?" tanya Utari usai menghisap es kelapa memakai sedotan.

"Lancar, Bu seperti biasa. Pak Hadi yang punya toko orangnya baik." Sofia menceritakan kebaikan Pak Hadi. Namun, ia tidak bercerita tentang Bu Tuti yang bersikap tidak baik terhadap dirinya beberapa waktu yang lalu.

"Dekat sini ada toko elektronik, Sofi?"

"Ada Bu, Ibu mau beli apa?"

"Kita beli kipas angin ya, sekalian cari makan malam."

Sofia sangat senang mendengar ajakan ibunya. Ia membayangkan kenyamanan tidur nanti malam menggunakan kipas angin.

"Nanti ke tempat Lek Sarni dulu, sekalian antar oleh-olehnya."

"Ya Bu, rumahnya enggak jauh kok, kita bisa jalan kaki."

Sebenarnya Sofia merasa enggan ke tempat Lek Sarni. Bukannya ia tidak mau bertemu dengan Lek Sarni, tetapi bayangan perlakuan Wawan masih lekat dalam ingatannya. Akan tetapi, dirinya juga kangen dengan Rani.

"Mudah-mudahan Lek Wawan tidak di rumah." Sofia berharap dalam hati.

Usai salat Magrib, mereka ke tempat Lek Sarni sebelum ke toko elektronik. Kebetulan Lek Sarni ada di rumah. Sofia merasa lega suami Lek Sarni tidak ada di rumah.

"Terima kasih, Sarni, sudah mau menampung dan mencarikan Sofia pekerjaan," ucap Utari setelah mereka saling bertukar kabar. Utari merasa berhutang budi dengan Sarni. Sementara itu Sofia bermain dengan Rani di teras semenjak datang. Lama tidak bertemu membuat Sofia dan Rani merasa kangen.

"Sebenarnya saya menyuruh Sofi tinggal di sini saja biar Rani juga ada temannya, tapi katanya dia ingin mandiri, ingin ngekost sendiri."

"Sofia memang dari kecil sudah mandiri," jelas Utari. Sesekali pandangannya menyapu seisi ruang tamu kecil dengan penerangan seadanya itu.

"Ya, biasanya kalau Sofi sudah pulang kerja, terus majikan saya nyuruh saya datang sore Rani ada yang menemaninya, kalau tidak ada temannya, biasanya dia saya ajak tapi tidak enak juga kerja bawa anak."

"Kerja di mana Sarni?"

"Di perumahan dekat sini jadi tukang nyuci dan setrika baju, tapi kadang-kadang majikan saya nyuruh saya ngerjain yang lain. Yah begitulah Ri, hidup di kota besar harus mau kerja keras, kerja apa saja yang penting halal."

Utari merasa tertampar dengan ucapan Sarni.

"Ayo tehnya diminum, dari tadi didiamkan saja," lanjut Sarni ketika tiba-tiba ia melihat perubahan wajah Utari. Ia tahu persis siapa Utari dan kehidupannya.

Baru saja Utari meletakkan gelas minumya, Sofia masuk.

"Bu, ayo nanti keburu tutup tokonya."

"Mau ke mana? Kok buru-buru," tanya Sarni.

"Ini mau beli kipas angin," jawab Utari sambil beranjak dari duduknya di lantai yang beralaskan karpet plastik bergambar tokoh kartun Upin Ipin itu.

"Oh. Kalau tidak buru-buru pulang main lagi ke sini, jangan kapok yah, beginilah tempatnya sempit tidak seperti di kampung."

Sebelum pergi, Utari memberikan selembar uang dua puluh ribu ke Rani.

"Ini sedikit buat jajan dari Budhe."

"Terima kasih Budhe," kata Rani. Terlihat wajah sumringah dari gadis kecil berbaju merah muda itu.

"Pulang dulu ya, Sarni, terima kasih sudah menolong Sofia." Mereka bersalaman kemudian saling berpelukan sebentar.

"Sam-sama. Tidak usah sungkan, saya senang ada Sofia."

"Pamit dulu, Lek." Bergantian Sofia menyalami Sarni.

"Mbak Sofia, kapan-kapan ke sini lagi ya?" pinta Rani dengan pandangan penuh harap menatap Sofia.

"Iya, insyaallah." Sofia mengelus pipi Rani.

Setelah dari toko elektronik, mereka makan malam di warung tenda yang dilewati.

"Bu, aku kangen makan bareng Ibu," kata Sofia sembari menyuapkan nasinya. Makan malam kali ini tergolong istimewa bagi Sofia, setelah sekian lama ia makan seadanya.Terkadang dirinya hanya makan dengan sayur atau sepotong gorengan untuk berhemat. Kali ini ia makan dengan ayam goreng yang lezat.

"Ibu juga, Mbak Sania jarang di rumah jadi ibu lebih sering sendiri."

Semenjak Sofia merantau, Utari lebih sering tinggal sendiri. Sania kadang di rumah hanya dua atau tiga hari kemudian pergi lagi untuk pemotretan sampai beberapa hari. Selesai makan mereka langsung pulang.

"Bu, tiga bulan lagi aku mulai kuliah," ucap Sofia sembari tiduran.

Utari yang berbaring di samping Sofia terkejut mendengar ucapan anaknya. Ia membanyangkan biaya yang cukup besar untuk membayar kuliah Sofia.

"Kuliah di mana?" tanya Utari menutupi rasa terkejutnya.

"Aku mau ambil jurusan marketing, Bu. Ada kelas karyawan jadi masuknya cuma hari Sabtu dan Minggu, tabunganku cukup untuk uang masuk, nanti bayar semesterannya aku kumpulin dari gaji," jelas Sofia.

Utari menjadi terharu mendengar rencana Sofia. Sebagai singgle parent ia hanya sanggup menyekolahkan kedua anaknya hanya sampai SLTA.

Mereka saling berdiam diri hingga lama kelamaan tertidur. Malam ini Sofia bisa tidur dengan nyaman karena ada kipas angin. Apalagi ada ibu yang menemani. Biasanya ia sering terbangun karena gerah atau nyamuk yang menggigitnya.

Keesokan harinya Sofia bangun terlambat tidak seperti biasa. Mungkin karena rasa nyaman hingga ia sangat lelap.

"Bu, aku berangkat kerja dulu, baju kotornya biarin saja, nanti biar aku yang mencuci sepulang kerja. Maaf, Bu, aku tidak sempat membelikan ibu sarapan." kata Sofia sambil bersiap berangkat kerja. Ia terburu-buru hingga tidak sempat sarapan maupun membelikan sarapan buat ibunya.

"Tidak apa-apa, nanti Ibu bisa cari sendiri." Sofia segera menyambar tangan Utari dan mencium punggung tangannya sebelum berangkat. Ia berjalan cepat agar tidak terlambat.

Setelah kepergian anaknya, perempuan yang masih terlihat segar di usia sekitar empat puluh tiga tahun itu mulai membereskan kamar yang tak begitu luas itu. Terdengar bunyi notif pesan masuk di handphone. Utari menghentikan pekerjaannya seebntar dan membuka pesan yang baru saja masuk.

[Bu, aku pulangnya seminggu lagi Om Hendrik ngajakin pemotretan di Kepulauan Seribu]

*bersambung*

Menepis Nista, Meraih AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang