7. JALANAN KOTA

23 4 1
                                    

Embun pagi kini sudah memenuhi jendela Nasafa, gadis itu terbangun karena alarm jam sudah berbunyi beberapa kali. Diluar hujan gerimis, beberapa orang ada yang nekat untuk berangkat memulai aktivitas nya masing-masing.

Pagi ini Nasafa gadis itu mengengam sebuah kertas yang akan ia serahkan kepihak administrasi univeristasnya. Bergegas gadis itu menuju kamar mandinya

Rambut terikat dan taklupa memakai jaket jeansnya plus sepatu sneakers favoritnya. Jalanan kota pagi ini cukup sepi karena hujan turun terlalu awal yang menyebabkan beberapa manusia lain mungkin malas untuk keluar rumah.

Nasafa seharusnya berada dikelas sekarang, tapi gadis itu memilih untuk berada dikantin sembari mendengarkan airpods favoritnya.

Gadis itu kini sudah berada ditoko buku sembari memadangi gerimis yang tak kunjung juga berhenti.

"Mbak, pamali ngelamun pagi pagi"sapa mas Aji

"Eh, Mas Aji"balasnya sembari tertawa kecil

"Ndak ngampus toh?"

"Kelasnya kosong mas"

"Loh kosong piye toh, ndak ada manusianya kah?"

Nasafa tertawa kecil, "Gak, dosennya sakit mas"

"Owalah, ngobrol toh Mbak"

Nasafa kembali memandang keluar jendela, sedangkan Mas Aji masih memperhatikan Nasafa yang terlihat murung

"Mbak, kemarin kata Mas Kalim, mbaknya baru sudah berduka yah?"

Nasafa diam

"Sesekali merayakan kesedihan gak ada salahnya loh mbak, kalo emang sakit gausah ditahan, ya namanya manusia kan berhak ngeluh"jelas Mas Aji

Nasafa tetap diam, "Mau saya traktir escream sebelah gak mbak, kata mas cahyo mbaknya udah jarang toh beli, ada varian baru loh mbak"

"Gapapa mas makasih, besok saya coba sendiri aja"ucap Nasafa

"Bertahan untuk hal hal kecil ya mbak, seperti buku favorit dan escream misalnya"

Nasafa tersenyum, begitupun mas Aji.

Setiap hari, setiap hari gadis bertahan untuk hidup setiap hari, goresan baru dilengan yang makin hari makin bertambah. Karena cuma itu, yang bisa membuat gadis itu sedikit lega dan tenang.

Toko sudah waktunya untuk tutup, tengah malam hampir tiba bukannya pulang tapi gadis itu malah berdiri di sebuah jembatan yang memperlihatkan jalanan kota yang begitu terang.

Bagi Nasafa, berteman dengan malam sangatlah asik, tidakperlu mendengar berisiknya klakson manusia yang nggak sabaran, tidak perlu mendengar teriak terikan orang orang, dan tidak perlu melihat keributan sekitar.

"Nasafa? Nasafa Azkana?"

Nasafa menoleh mendapati seorang perempuan yang sering mendatangi toko coffe tempatnya bekerja

"Buk Jihan kan?"ucap Nasa keliru

"Nama gue Jihana, you can call me jihan"ucapnya lembut sembari tersenyum

"Okaii, to the point aja. Gue mau minta tolong sama lo bisakan?"

"Bantu apaan nih?"

"Bantuin gue buat ketemu sama Kalim"ucap Jihan

Nasafa membatu bagaimana bisa Jihan mengenal Kalim, bukankah selama ini Jihan berada di singapura. Maksudnya bagaimana bisa?

"Kalim?"ujar Nasafa

Nasafa KalimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang