Suara riuh dalam kelas menyontak berbagai tingkah laku siswa. Ada yang bernyanyi, membaca, ngobrol, bahkan mengganggu teman. Waktu masih bergulir ketika beberapa guru masih berada di dalam kelas, menuju kelas atau bahkan belum masuk kelas dengan berbagai kegiatan. Salah satunya ibu Rumaini, S.Pd. beliau ada guru multitalenta dengan ilmu yang dikuasai. Kebetulan pada saat itu, ibu Rumaini yang sekaligus menjabat sebagai wakil kepala bidang kurikulum sedang ada kegiatan mendadak di kantor yang mengakibatkan suasana kelas menjadi tidak kondusif.
"Pak, Anjani pingsan" teriak salah satu siswa
"Tolong bawa dia ke UKS, kasih perawatan" tungkas pak zakir.
"Anjani dipukul Riki pak." Jilas Atin.
"Panggil dia ke ruang OSIM, biar saya proses" tegas pak Zakir.
Pak Zakir adalah wali kelas dari Anjani yang kemungkinan besar mengalami perundungan atau bully.
"Ada apa, coba jelaskan" tanya pak Zakir singkat.
"Anu pak, dia mukul saya pakai bambu. Jawab Riki.
"Gak mungkin perempuan yang mulai duluan kalau gak laki-laki memancing." Bantah pak Zakir.
"Iya pak, tapi bukan saya aja. Ada Yudi, Danu, Fian." Riki mengelak.
"Panggil mereka" tegas pak Zakir.
Matahari tepat di atas kepala, suasana kelas menjadi sunyi lantaran Anjani masih belum sadarkan diri dan kemungkinan akan dibawa ke puskesmas.
"Coba jelaskan yang sebenarnya, kenapa Anjani sampai pingsan." Tanya pak Zakir kepada Yudi.
"Gini pak, awalnya saya dan Riki main-main bambu. Terus gak sengaja kesenggol meja Anjani. Tiba-tiba Anjani marah-marah terus ngejar Riki. Dipukul Riki tapi Riki menangkis dan gak sengaja Riki pukul kepala Anjani. Terus Anjani pingsan." Jelas Yudi.
Terima tangan pak Zakir melayang ke kepala Riki. Sontak Yudi dan lainnya terkejut. Riki tanpa perlawanan hanya menunduk.
"Gimana, sakit saya pukul ?" Tanya pak Zakir.
"Sakit pak." Jawab Riki singkat.
"Kau pikir hebat kali udah pukul perempuan?" Tegas pak Zakir.
"Bukan gitu oaj, dia duluan yang mukul. Saya cuma nangkis." Bantah Riki.
"Nangkis apa pukul?"
"Nangkis sama pukul pak, tapi pelan." Jelas Riki
"Pelan kau bilang, sampai pingsan." Jelas pak Zakir.
Ditengah interogasi pak Zakir kepada Riki dan kawan-kawannya. Terlihat dari kejauhan ibu Rumaini, S.Pd. menuju ruang OSIM. Mungkin beliau merasa bersalah meninggalkan kelas tanpa pemberitahuan kepada siswa.
"Maaf pak, ini kesalahan saya juga. Saya tinggalkan anak-anak ini tanpa tugas. Walaupun bapak wali kelasnya saya juga bertanggung jawab." Jelas Bu Rumaini.
"Pokoknya kalau sampai Anjani terjadi sesuatu kalian berempat harus bertanggung jawab. Bahan jika orang tuanya menuntut ke polisi. Kalian haru siap" jelas pak Zakir.
Siswa-siswa yang tergabung dalam UKS bergegas menggotong Anjani untuk di bawa ke puskesmas yang telah ditunggu oleh salah satu guru serta orang tua Anjani. Raut wajah Riki dan teman-teman terlihat panik. Mungkin dalam batin mereka harus bersiap untuk bertemu orang tua Anjani.
"Kring ... Kring ... Kring" terdengar suara hp dari ibu Yati. Ibu Yati adalah wakil kepala madrasah bidang kesiswaan. Beliau adalah orang yang mampu menangani masalah kesiswaan atau orang yang mampu menengahi masalah.
"Dengan ibu Yati." Jawab seseorang di ujung hp.
"Iya benar, ini dengan siapa?" Jawab Bu Yati.
"Saya orang tua dari Anjani. Saya tau ini adalah masalah internal madrasah dan saya janji tidak melukai siswa tersebut. Tolong siswa yang mukul Anjani datang ke puskesmas sekarang. Saya tunggu ya Bu. Terima kasih". Jelas pria di ujung hp.
"Baik pak, akan kami bawa anak tersebut ke puskesmas." Jawab Bu Yati.
Riki dan Yudi dipanggil oleh Bu Yati dan ni yati menjelaskan kalau mereka harus ke puskesmas untuk menjumpai orang tua Anjani. Pak Zakir bergegas menemani mereka untuk mengantisipasi hal-hal yang terjadi. Tak lama kemudian Riki, Yudi, dan pak Zakir tiba di puskesmas. Pak Zakir membawa Riki dan Yudi ke ruang IGD.
"Kamu yang pukul aku tadi ya." Tanya Anjani.
"Tolong jawab nak, ini bukan Anjani yang bertanya."
"Iya" jawab singkat Riki.
"Sini sini dekat sama ku. Aku mau balas pukul kami." Jawab Anjani sambil senyum-senyum.
Tatapan Anjani bukanlah tatapan seorang manusia. Dia seperti dirasuki sosok roh. Kelihatan dari raut wajah Anjani seperti seorang anak kecil. Penuh dengan kelemahlembutan. Dia tersenyum menatap Riko dan Yudi. Senyuman itu seperti senyuman pembalasan dendam.
"Sini dekat sama aku. Gak usah takut. Aku cuma mau balas pukul kamu. Boleh ya aku balas. Hi ... Hi ... Hi ..." Sambil tertawa.
"Jangan Anjani, jangan di balas. Apa mau kamu." Jelas ayahnya.
"Aku mau balas dendam. (Sambil tersenyum) kayaknya bukan dia aja yang ganggu aku. Ada yang lain. Bukan dia juga." Sambil menunjuk Yudi.
"AKU MAU SEMUA DATANG. MEREKA GANGGU ANAK PEREMPUAN DI SEKOLAH ITU. BAWA MEREKA SEMUA KE SINI. "jelas Anjani sambil menatap mata mereka.
Suasana ruang IGD mencekam, seolah-olah banyak arwah bergentayangan. Tatapan Anjani semakin bengis. Ingin menerkam kami yang menyaksikan di ruangan itu.
"Ayah, aku mau balas boleh? Tanya Anjani.
Tetiba, Anjani melompat dari kasur ruang IGD dan mencekik Riki. Kami semua mencoba menahan dan melepaskan cengkraman Anjani dan berusaha membawanya kembali ke tempat tidur. Alhasil. Orang-orang yang memegang Anjani terlempar. Ayah Anjani mencoba mengembalikan arwah yang merasuki Anjani pulang ke alamnya.
"Pulanglah kau. Jangan kau rasuki putriku. Dia tidak bersalah." Tegas ayah Anjani.
"Aku gak akan melepaskan dia sebelum dia minta maaf ke aku." Jawab Anjani singkat.
"Udah, lepaskan cengkraman mu. Biarkan dia minta maaf. Ayo nak minta maaf ke anjani" Jelas ayah Anjani
"Aku minta maaf, janji gak akan ganggu kamu lagi" ucap Riki
"Aku gak mau lagi lihat kamu atau yang lainnya ganggu perempuan. Kalau kamu ganggu, aku akan rasuki semua laki- laki di sekolah itu. Hi ... Hi ... Hi ... Hi ... Hi ..." Jawab Anjani
Ayah Anjani berusaha untuk melepaskan arwah yang ada di dalam tubuh Anjani. Arwah tersebut adalah sosok anak bayi yang dibuang oleh orang tuanya di sekitar pohon jambu dan kayu besar di madrasah. Ia adalah anak yatim yang ditelantarkan orang tua. Sekolah tersebut dahulunya adalah hutan belantara yang kemudian dikelola masyarakat menjadi madrasah. Ia datang dan kembali sesuai dengan janjinya. Akan selalu ada dan melihat para siswa lelaki. Selalu ada tanpa tahu siapa yang ada diantaranya.