Terpojok

539 68 4
                                    

🔞 untuk Gore

.

.

Halilintar ingat betul bagaimana dirinya mati. Ia juga masih diberi ingatan tentang semua yang ia tinggalkan. Kehidupan yang sebelumnya. Sebelum itu padahal Halilintar hanyalah seorang manusia biasa-biasa saja. Ia tidak memiliki riwayat hidup sebagai seorang yang jahat. Karena itu, Hali tidak mengerti kenapa dirinya mendapatkan mimpi aneh seperti ini.

Ini hanya mimpi. Halilintar berpikir sekali. Kemudian dua kali, tiga kali, empat kali, bahkan hingga berkali-kali. Namun, mengapa harus terasa begitu nyata?

Lampu-lampu yang ada di beberapa bangunan utuh sudah mulai padam. Halilintar terus melakukan larinya secepat mungkin. Setelah memastikan tidak ada suara langkah kaki yang mengikutinya di belakang, Hali memberanikan diri tuk berhenti sejenak dan menoleh ke belakang.

Napasnya tersengal. Ia harus sembunyi. Tapi di mana? Tempat ini tidak ada yang aman baginya.

Halilintar mengedarkan pandangan. Tidak jauh darinya terdapat bangunan seperti tempat sirkus. Halilintar pun segera melanjutkan langkahnya menuju ke tempat tersebut.

Hawa mengerikan menyambut kedatangannya ketika kakinya sudah berpijak di dalam tempat sirkus tersebut; kursi penonton yang kosong, tali-tali trapeze yang menggantung, balon-balon merah yang menghiasi berbagai sudut tenda; semua terasa suram dan janggal, terlebih dikarenakan tempat ini bagai tak ada kehidupan. Terlebih Halilintar benci dengan keberadaan balon-balon di sekitar sini.

"Ketemu~"
Halilintar mematung mendengar seseorang berkata dari atas sebuah podium kecil di tengah arena.

Ia menengok ke arah asal suara. Seketika semuanya terasa dingin, Halilintar seakan membeku bersama waktu. Ia dapat melihat dengan jelas sosok itu; adiknya Gempa dengan jas putih penuh darah bekas luka tusukan dari Reverse di lantai bawah sebelumnya.

"Gempa." Suara Hali tercekat.

Gempa dengan wujud setengah manusianya tengah tersenyum lebar sembari menatap Hali dengan mata yang menyala-nyala, menampilkan taring seram yang begitu banyak, bahkan terlalu banyak untuk cukup dalam satu senyuman lebar manusia normal.

Kemudian dengan cepat, Gempa berjalan turun menuju ke arah Halilintar yang terdiam membeku. Di salah satu tangan Gempa yang dilapisi oleh tanah liat seperti bentuk sarung tangan golem, panjang dan berkuku tajam tengah menggenggam sesuatu.

Halilintar memicingkan mata, berusaha melihat dan memaksa otaknya untuk memproses dengan baik apa yang terjadi di sana tanpa bisa berkutik dari tempatnya berdiri. Lalu ia sadar, yang berada dalam belenggu genggaman tangan kuat milik Gempa adalah seonggok mayat -itu adalah mayatnya, mayat Hali sendiri yang bahkan Hali tak mengerti bagaimana dan apa yang sebenarnya terjadi.

Dirinya dilanda kepanikan kembali, Halilintar tak berani bernapas namun dadanya terasa sesak dan sempit. Isi pikirannya kacau, ia muak dengan semua ini, ia hanya ingin pulang, ia hanya ingin bangun dan menyudahi semua ini.

Untuk kedua kali sejak Hali terperangkap dalam mimpi aneh ini. Ia merasakan takut. Sekarang bahkan tidak ada Reverse di sampingnya.

Suara kekehan puas terdengar keluar dari mulut makhluk yang kini berhenti di depan Hali dengan jarak semeter.

"Hmm, apa kau takut, ka Hali?" Nada penuh ejekan dilontarkan oleh sang entitas sambil mengintip isi pikiran kakaknya.

Dan mendadak Gempa mengangkat mayat tersebut dengan asal, lalu mencongkel kedua matanya, kuku kedua ibu jari Gempa menusuk masuk melalui sela-sela bola mata, lalu merobek otot-otot yang menahan dan menarik bola mata tersebut dengan penuh paksaan. Tubuh tak bernyawa itu tumbang secara mengenaskan, matanya bergelantung karena saraf optik yang masih menempel diapit oleh jemari Gempa yang besar.

Dark DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang