42. Ruangan Dingin Dan Suram

373 32 7
                                    

LANGIT saat itu masih gelap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

LANGIT saat itu masih gelap. Di kala sebagian orang masih tertidur pulas, Denis terbangun di kamar super luas yang selalu tampak temaram tak peduli siang ataupun malam. Kasur itu seolah mendekapnya begitu kencang. Menyelimutinya dengan hangat, sehingga lelahnya selepas acara di roof toop beberapa waktu lalu bak menghilang.

Gadis itu mengecek ponselnya, ternyata jarum jam masih bertengger di angka tiga. Tapi kenapa kekasihnya tidak ada di sampingnya?. Denis beranjak, melongok kamar mandi yang ternyata juga gelap. Kemudian ia menyibakan tirai demi mendapati Ivan di balkon sana. Tapi nihil, pria itu tidak terlihat di sudut kamar manapun.

Derasnya hujan membuat Denis kembali ke tempat tidur. Rasa kantuknya ternyata masih betah singgah, ia menarik kembali selimutnya sambil membuka ruang obrolan terakhinya bersama Ivan. Niatnya iseng, hanya ingin bertanya pada kekasihnya. Di mana, dan sedang apa?. Tapi belum sempat tombol enter itu di klik, ternyata pintu kamar itu terbuka. Memperlihatkan sosok yang Denis cari-cari di dini hari ini.

"Kamu dari mana Yang?"

Sebetulnya Denis tak berniat bertanya apapun. Toh, mungkin saja Ivan baru saja dari lantai satu. Bisa juga anak buahnya mendadak membutuhkannya. Yang mengharuskan pria itu tiba-tiba harus pergi, seperti yang sudah Denis sering alami sebelumnya. Namun saat itu, Ivan kembali dengan mengenakan hoodie hitam. Bukan kaus oblong yang biasa pria itu kenakan jika sedang di rumah. Padahal Denis paham betul, Ivan sangat jarang mengenakan baju-baju tebal seperti itu, apalagi ketika hendak tidur.

"Dari kolam renang, tadi ada telepon urgent. Aku keluar kamar soalnya takut ngebangunin kamu."

Pria itu buru-buru melepas hoodienya, melemparkan asal dan kembali ke tempat tidur menyusul Denis.

"Oh, kirain kamu keluar rumah. Soalnya tumben banget pake hoodie segala."

"Dingin..." singkat Ivan. Tangan dan tubuhnya lalu bergerak ringan mendekap Denis. "Kamu nggak denger itu di luar hujan deres banget?"

"Loh, emangnya kamu terima telepon di luar gitu suaranya kedengeran? Kan hujannya gede banget. Mana banyak petir," balas Denis sambil mengerutkan keningnya.

"Kedengeran Denissa, udah ah. Aku ngantuk, tidur lagi aja yuk! Aku capek banget beneran."

Karena pelukan hangat itu, Denis terdiam. Suasana kamar yang biasanya sunyi, kini diisi dengan suara derasnya hujan dan petir yang bersahutan. Samar-samar, Denis bisa merasakan ujung kepalanya menghangat karena terkena hembusan napas Ivan yang tenang.

Pada saat itu Denis berpikir, inilah waktu yang tepat untuk ia mengutarakan keinginan terpendamnya selama ini. Keinginan yang mungkin saja bisa melepaskan dirinya dari segala urusan yang berhubungan dengan nama besar kekasihnya.

"Sayang... Kamu beneran ngantuk ya?"

"Hmmm..." gumam Ivan dengan mata yang terpejam.

"Aku boleh minta sesuatu nggak?"

Sweet Escape [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang