Hari ini adalah hari pertama Ara dinas. Pembukaan hari yang cukup baik karena pagi ini keempat temannya itu tidak menguji kesabarannya, biasanya setiap pagi selalu saja ada yang mengetuk pintu untuk menumpang mandi. Namun, pagi ini tidak karena kemarin Ashel dan Azizi dinas malam terakhir, bisa dipastikan paginya mereka tidur, lalu Adel dan Marsha dinas siang. Ya, setidaknya meski masih ada kemungkinan mereka mengganggu kamar mandinya, pagi ini telinga Ara tidak kesakitan mendengar perdebatan mereka.
Chika ingin praktek karena gadis cantik itu ingin melayani masyarakat di hari pertama bekerja, sementara Ara mau tidak mau harus menjaga IGD dan memeriksa bangsal pasien. Ara meneruskan pekerjaan Azizi, menerima laporan dan rekam medis pasien. Satu lagi yang Ara syukuri, Azizi tidak membuat keributan dan kesalahan sedikitpun, ternyata sahabatnya masih bisa memegang tanggungjawab besar.
Sudah dua jam lamanya Ara menunggu, tidak ada satupun pasien yang datang. Ini yang membuatnya malas jika bertugas di IGD, ia lebih sering diam. Ara memandang ke sekeliling, tak ada tanda tanda pasien datang, karena bosan, ia memutuskan untuk berdiri.
"Nanti kasih tau aku kalo ada pasien darurat ya." Ara tersenyum pada Feni sebelum bergerak pergi meninggalkannya. Mata Ara mengitar ke sekeliling, ia jadi penasaran, siapa arsitektur rumah sakit ini? Bangunannya bahkan jauh lebih baik dari bangunan rumah sakit di kota.
"Dokter dokter."
Ara menoleh, mendapati seorang gadis SMA berjalan mendekatinya dengan senyuman manis. Ara membalikkan tubuhnya jadi menghadap gadis itu. Jika dilihat dari wajahnya, gadis itu sangat manis, sama seperti gadis-gadis desa yang ia temui di sini.
"Aku Muthe, adek aku lagi diperiksa di dalam, aku boleh tanya sesuatu gak, Dok?" Gadis yang ternyata bernama Muthe itu tersenyum lebar pada Ara.
"Boleh, kenapa?" Ara menyunggingkan senyuman pada Anin yang berjalan dari arah bersebrangan dan menyapanya. Sudut mata Ara memperhatikan Anin yang berjalan menaiki anak tangga, seingatnya Anin bertugas di poli umum, bukan bangsal, untuk apa gadis itu ke atas?
"Dok kenapa orang gak punya tangan bisa hidup tanpa urat nadi di tangan? Tapi kalo urat nadi di tangan kita dipotong itu bisa bikin kita mati." Muthe memiringkan kepalanya, ia sedikit bingung setelah tadi melihat orang tanpa tangan berjalan di depannya.
"Oh itu." Ara masih tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari Anin. Hal yang lebih membuatnya aneh, gadis itu berjalan menuju ruang Gracia, untuk apa perawat masuk ke ruang Direktur? Jika ada sesuatu yang dibicarakan, bukannya Anin harus menghubungi kepala Perawat?
"Dok?" Muthe mengernyit melihat Ara melamun.
"Eh iya." Ara kembali fokus pada Muthe. "Yang bikin seseorang meninggal setelah menyayat pergelangan tangan itu kehabisan darah, urat nadi kan pembuluh darah, nah kalo robek bisa bikin kita kehilangan darah, kurang darah itu menyebabkan kurang oksigen dan berakhir di organ rusak. Kalo yang gak punya tangan atau diamputasi itu pembuluh darahnya dijahit makanya keluar darahnya dikit dan tidak menyebabkan kematian." Ara mengakhiri penjelasannya dengan senyuman. "Kamu mengerti?"
"Mengerti Dok." Muthe mengangguk, ia sekarang paham bagaimana itu bisa terjadi. "Dok, temen aku meninggal setelah diputusin pacarnya, jadi lagu D-Masiv yang Cinta Ini Membunuhku itu beneran ya? Aku pikir cuma lagu." Muthe menggeleng tidak habis pikir.
"Itu ada istilah medisnya, namanya Takotsubo Kardiomiopati yaitu kondisi rusaknya otot jantung yang disebabkan oleh stres berlebihan, termasuk patah hati. Stres berlebihan bisa bikin hormon katekolamin naik banyak dan itu bikin jantung rusak, dipicu juga sama-" Ara menggantungkan kalimatnya ketika sadar, Muthe tidak mengerti. "Gini." Ara merangkul bahu Muthe, membawanya menuju ruang poli umum.
"Gini apa, Dok?" Alis Muthe bertautan bingung.
"Putus cinta itu bisa menyebabkan kesedihan yang panjang, dari kesedihan ini bisa timbul banyak penyakit, contohnya kalo sedih kan jadi gak mau makan, kalo gak mau makan berhari-hari bisa jadi sakit, kalo sakitnya lama bisa meninggal. Gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
INTRICATE [END]
FanfictionBagaimana jika enam Dokter muda ditugaskan ke daerah terpencil? Dituntut untuk dewasa dan mandiri, memegang tanggungjawab besar di tengah banyaknya masalah. Apakah mereka bisa melewatinya dengan baik?