59 | ngang ngong ngueng

744 73 179
                                    

____________________

AIDEN PASTI BELAJAR ILMU HIPNOTIS!

Sekiranya kalimat itu yang terus terngiang keras dalam otak Monita, tiap kali dia nggak sengaja mengingat kembali apa yang cowok itu lakukan—ralat, lebih tepatnya apa yang mereka berdua lakukan kemarin malam.

Tolong jangan tanya bagaimana perasaan Monita sekarang, sebab sampai milidetik ini dia masih didera linglung akut, otaknya penuh oleh beragam pertanyaan, hingga tidak terhitung sudah berapa kali ia kena omel dari Calvin gara-gara keseringan bengong.

Maksud Monita tuh begini,

KOK BISA SIH YANG JADI FIRST KISS-NYA ADALAH RAIDEN ADELARD JARVIS ALIAS TIDAK LAIN TIDAK BUKAN IALAH TEMANNYA SENDIRI??!

MENGAPA DARI SEKIAN JUTA LELAKI DI MUKA BUMI INI, HARUS COWOK ITU YANG PERTAMAAA??!

Monita ingin sekali menyangkal bahwa kejadian kemarin hanyalah mimpi belaka, tapi kampretnya adalah efek yang ditinggalkan terlalu nyata untuk sekadar mimpi.

Boro-boro mau melupakan. Bekasnya saja masih berasa.

Edan, ini sungguh edaaaaaan!

Saking hanyut dalam suasana, mereka sampai bertindak khilaf.

Namun, apakah itu bisa disebut khilaf mengingat bukannya menjauh atau mendorong Aiden, dia justru makin maju lalu membalas tekanan bibir—

TIDAK TIDAK TIDAK!

CUKUP SUDAH!!

Semakin dibayangkan, Monita semakin ingin buang diri ke hutan belantara, atau kabur ke tempat mana pun asalkan nggak melihat batang hidung Aiden.

Sekarang hanya dengan mendengar suara berat cowok itu saja, ia refleks merunduk dan merasakan bagaimana wajah terlebih pipinya panas mendidih, tubuh meriang tapi bukan karena demam, jantung ikut jedag-jedug abnormal, sementara jemarinya selalu tidak tahan untuk menyelipkan helai rambut ke belakang telinga, seakan ingin tetap terlihat cantik padahal nggak dilirik sama sekali.

Aiden memang kampret kuadrat!

Gara-gara tindakannya yang di luar nalar itu, Monita jadi salah tingkah macam remaja baru kenal puber.

Kenapa sih, Monita nggak bisa bersikap biasa-biasa saja?? Toh, jika dipikir lebih meluas lagi nih, itu cuma ciuman. Zaman sekarang sudah bukan hal yang tabu dilakukan oleh pasangan.

Tapi... mereka 'kan bukan pasangan.

Tidak salah lagi. Dugaan Monita seribu persen benar!

Aiden pasti pakai jampi-jampi hasil bertapa di kaki Gunung Rinjani, sehingga dia terpelet seperti ini!

"Moon, mending kita ke Pak Joseph aja, yok."

Ajakan serta tepukan Denil pada bahu berhasil membuyarkan pikiran amburadul Monita, lantas membuatnya plonga-plongo bingung.

"Ha? Apa?"

Cowok itu segera mencondongkan tubuh lebih dekat, lalu bertutur sok serius. "Pak Joseph. Je-o-es-e-pe-ha. Guru agama kita yang badannya nggak terlalu tinggi, umur udah serempet jompo, rambut putih alami alias uban, tiap ngajar pasti pakai kacamata keramat yang katanya bisa deteksi dosa, ke mana-mana selalu pegang Alkitab sama—"

"Gue tauuu, Nil." Monita menyela sebelum penjelasan yang super nggak penting itu makin panjang lebar.

"Kalu udah tau, kenapa tadi tanya?"

"Itu bukan pertanyaan yang mesti lo jawab." Ia rada sewot. "Lagian ngapain kita ke sana? Lo mau top-up akhlak?"

Denil menggeleng. "Bukan."

Defenders ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang