Bab 10 Ingin Berubah

6 1 0
                                    

"Sofi, maafkan Ibu, Ibu tidak bisa lama-lama di tempatmu," kata Utari di malam kedua.

Mereka sedang menikmati makan malam. Sofia menghentikan sejenak suapannya. Walaupun sudah menduga akan hal itu, tetapi ia terkejut juga mendengar perkataan ibunya. Dirinya berharap ibu bersedia tinggal lebih lama lagi.

"Ibu tidak kerasan ya?"

"Bukan begitu Sofia, Ibu ada urusan." Sebenarnya, udara panas Jakarta serta tempat tinggal yang sempit membuat Utari tidak kerasan. Akan tetapi, ia tidak tega mengatakan itu ke anaknya.

"Ya sudah, Bu, besok sore saya antar ke terminal. Aku bisa izin pulang lebih awal."

Akhirnya, mereka menyelesaikan makan malam dalam diam. Utari merasa tidak enak dengan anaknya, tetapi mau bagaimana lagi. Seorang pelanggannya sudah menanyakan kapan dirinya pulang.

Keesokan harinya sekitar pukul dua siang Sofia mengantar ibunya ke terminal Pulogebang. Ia langsung mencari agen bus jurusan Salatiga. Setelah membeli karcis mereka menuju bus yang akan ditumpangi Utari. Masih ada waktu tiga puluh menit lagi sebelum bus itu berangkat. Mereka duduk di bangku tunggu tak jauh dari tempat parkir bus.

"Sofia, Ibu cuma bisa kasih sedikit," kata Utari sambil menyodorkan amplop berisi uang setelah beberapa saat mereka duduk.

"Tidak usah, Bu, tabunganku masih cukup."

"Terima Sofia, biar Ibu senang."

Dalam hati Sofia menolak pemberian ibunya. Ia tahu penghasilan ibunya dari pekerjaan lama yang belum ditinggalkan. Dengan terpaksa Sofia menerima pemberian itu hanya untuk menyenangkan hati Utari. Ia berniat akan menyimpan uang itu dan tidak akan digunakan. Suatu saat Sofia akan mengembalikannya.

"Salatiga ... Salatiga ... naik" teriak kodektur bus yang akan dinaiki Utari.

"Ibu pulang dulu, Sofi. Maaf Ibu tidak bisa lama di tempatmu." Sofia memeluk Utari erat-erat. Bagaimanapun juga wanita yang menyebabkan dirinya nekat merantau adalah belahan jiwanya tempat ia mendapatkan kasih sayang. Tanpa terasa air mata menetes ke pipi Sofia.

"Hati-hati Bu." Hanya itu yang bisa terucap dari mulut Sofia.

Utari naik bus yang dilengkapi pendingin ruangan dan toilet itu dengan hati-hati. Dalam hati ia sedih meninggal Sofia, tetapi ia tidak bisa berlama-lama di Jakarta. Sebenarnya ia menginginkan Sofia pulang dan bekerja di kota kelahirannya. Namun, hal itu mustahil bagi Utari, apalagi masih ada cita-cita yang akan diraih anak perempuannya itu.

Sofia menunggu sambil berdiri hingga bus yang ditumpangi Utari meninggalkan terminal. Ia memutuskan pulang setelah bus itu tidak terlihat lagi. Dengan langkah gontai ia keluar terminal mencari angkutan umum yang akan membawanya pulang. Terminal yang tidak terlalu ramai itu ia tinggalkan dengan perasaan sedih karena berpisah dengan ibu.

Haripun berlalu dengan rutinitas Sofia seperti biasa. Waktu pendaftaran kuliah pun tiba. Ia mencukupi semua persyaratan untuk mendaftar. Semua berkas yang berhubungan dengan sekolahnya dulu, ia bawa ketika berangkat ke Jakarta.

"Kapan mulai kuliahnya Sofi?" tanya Pak Hadi ketika mengetahui Sofia ingin kuliah.

Beberapa bulan sebelumnya Sofia minta izin ke Pak Hadi untuk bekerja sambil kuliah. Seandainya Pak Hadi tidak mengizinkan ia bertekat akan mecari pekerjaan lain yang bisa dilakukan sembari kuliah. Sofia sangat bersyukur dan berterima kasih ketika Pak Hadi mengizinkan dirinya kuliah.

Setiap melihat Sofia, Pak Hadi selalu teringat akan Isti, anak keduanya yang sudah meninggal ketika masih usia balita. Seandainya masih hidup, mungkin ia seumuran dengan Sofia.

Demi mengingat Isti, Pak Hadi menganggap Sofia seperti anaknya. Begitupun dengan Sofia, sosok ayah yang tidak pernah ia temui sejak kecil membuat Pak Hadi bagaikan ayahnya. Akan tetapi, hal tersebut tidak membuat Sofia malas dalam bekerja. Malah sebaliknya, ia bekerja sebaik mungkin sebagai balasan atas perhatian dari Pak Hadi.

"Bulan depan, Pak. Hari Sabtu saya izin masuk setengah hari karena mulai kuliahnya jam dua siang." Setiap hari minggu toko Pak Hadi tutup, sehinggga tidak mengganggu waktu kuliah Sofia di hari Minggu.

Ketika waktu kuliah dimulai, Sofia besemangat mengikutinya. Gairah belajar semasa sekolah dulu muncul kembali. Teman kuliah yang berasal dari berbagai latar belakang menambah luas pergaulan Sofia. Sifatnya yang mudah bergaul membuat dirinya cepat akrab dengan teman-teman yang rata-rata berusia di atasnya.

"Kamu bisa pakai laptop toko kalau sedang tidak dipakai buat mengerjakan tugas kuliah," kata Pak Hadi suatu hari.

Selama ini Sofia memakai jasa rental komputer untuk mengerjakan tugas kuliah. Walaupun Pak Hadi sudah menawari menggunakan laptopnya, tetapi ia tahu diri. Kalau tidak sangat terpaksa ia tidak meminjamnya.

Keuletan dan kegigihan Sofia selama kuliah membuahkan hasil yang baik. Ia bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu dengan hasil yang memuaskan.

Saat wisuda Utari tidak bisa mendampingi sehingga Sofia minta izin Pak Hadi dan Bu Tuti untuk mendampingi dirinya wisuda. Mereka dengan senang hati memenuhi undangan wisuda Sofia. Bagi Pak Hadi hal ini bagaikan menghadiri wisuda anaknya sendiri.

Enam bulan setelah Sofia wisuda ia mendapat panggilan kerja di perusahaan travel tempatnya melaksanakan praktik lapangan. Berbekal nilai praktik yang baik serta nilai ijazah yang baik pula ia mengirimkan lamaran ke perusahaan itu satu bulan usai wisuda.

Ia merasa bimbang dan tak enak hati untuk menyampaikan hal ini ke Pak Hadi. Bagaimanapun juga ia merasa berhutang budi pada Pak Hadi dan istrinya.

"Pak sebelumnya saya minta maaf, saya diterima bekerja di perusahaan travel, saya berniat berhenti kerja, kalau Bapak berkenan ada teman saya yang akan menggantikan kerja saya di sini."

Sofia minta izin dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan Pak Hadi. Pak Hadi sudah menduga hal ini akan terjadi saat Sofia memutuskan untuk kuliah. Sebenarnya ia menyayangkan Sofia berhenti kerja dari tokonya. Akan tetapi, ia akan merasa bersalah jika menghalangi seseorang yang ingin maju menjadi lebih baik.

"Sebenarnya Bapak keberatan kalau kamu berhenti kerja di sini, tapi Bapak juga tidak bisa mencegahmu untuk mencari pekerjaan yang lebih baik demi masa depanmu. Siapa temanmu yang akan menggantikan?"

"Tetangga kost saya Pak, dia baru lulus SMK dan mau waktu saya tawarin kerja di sini, saya sudah mengenalnya cukup lama. Anaknya baik.,"

"Ya sudah sebelum kamu keluar tolong ajari dulu."

"Baik Pak, besok anaknya saya ajak kemari."


*bersambung*

Menepis Nista, Meraih AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang