***
Yara telah pulang, ia sedang menyusun rencana pengajaran untuk semester berikutnya, seraya sibuk mengetik ia sesekali melihat Mahesa yang juga sedang menghadap laptop dengan alis yang sesekali berkerut, keheningan menyelimuti dua pasangan baru yang super canggung.
"em--" akhirnya Yara buka suara, "tadi.... Ada urusan apa deket sekolah?"
Mahesa yang merasa ditanya kemudian melongok dari laptopnya, mata bundarnya lurus menghadap Yara. "tadi nanya apa bu?"
Yara berdehem untuk menghilangkan grogi, "ada urusan apa deket sekolah?"
"oh." Tanggap Mahesa kemudian tangannya menggaruk-garuk kepala. "itu... kuesioner pra tesis, rumah responden nya deket situ."
Yara memperhatikan Mahesa kembali menggaruk-garuk kepalanya, sebagai bagian dari BDS dirinya merasa terganggu, ".... Mau dipotongin rambutnya? Kamu daritadi garuk-garuk terus kayaknya udah kepanjangan."
Mahesa sontak menghentikan kegiatan garuk-garuknya kemudian tersenyum malu, "emang gapapa?"
"ya--- ngga apa, kan saya udah biasa motongin rambut siswa." Yara mengalihkan pandangan seraya menyimpan file dokumen dan menutup laptop. "dikit aja yang penting ga kena tengkuk."
"aku keramas dulu ya?" dengan inisiatif Mahesa bangkit menuju kamar mandi sementara Yara berlalu menuju kamar tidurnya untuk mengambil sisir dan gunting rambut. Beberapa saat kemudian mereka kembali ke ruang tamu.
"aku pake celemek aja biar ga berantakan sisaan rambutnya." Mahesa mengangkat celemek bersih dan melingkarkannya di leher, ia duduk di kursi tinggi yang telah diangkat dari dapur sebelumnya.
Yara termenung, tangannya sedikit gemetar lantaran melihat Mahesa dengan rambut yang basah dan wangi. Tenang Ra, biasanya lo juga motongin rambut siswa juga biasa aje! Batin Yara ribut.
Seraya menyisir rambut Mahesa, tangan Yara diselubungi energi-energi hangat yang perlahan menenangkan hatinya, pelan-pelan ia gunting ujung-ujung rambut Mahesa. Suara gunting menyelubungi malam yang entah kenapa terasa sunyi.
"Ibu kuliah tata rias ya?" Mahesa bertanya untuk mencairkan suasana.
"engga, emang saya hobinya motongin rambut orang." Yara memberi pernyataan sembari tertawa kecil. "aneh ya?"
"engga." Jawab Mahesa singkat. "kukira kuliah jurusan itu, soalnya potongan rambut Ibu rapih gitu loh kayak di salon. Kaya belajar."
"belajar Cuma di internet aja sih," balas Yara kemudian terdiam sesaat. "dulu keluarga saya bukan keluarga kaya, makan pun biasanya sepiring berdua sama mas Chandra, tapi sejak Ayah berhasil bikin Yayasan K semuanya membaik. Saya dan mas berhasil lulus S2 karena dukungan Ayah dan Ibu."
Yara menatap rambut Mahesa yang sudah lebih rapih, dibukanya celemek kemudian disikatnya pundak laki-laki itu perlahan seraya pandangan Yara teralihkan dengan jemari Mahesa yang mengenakan cincin di jari kanannya. Keheningan itu membuat Mahesa membalikkan badan sehingga mereka kini berhadapan.
"ternyata rambutku emang udah panjang." Komentar Mahesa melihat sisa-sisa potongan rambut, "kalo udah kering rambutku ngembang sih jadi ngga kerasa hehe."
Senyuman gigi berbehel itu..... kok manis ya? batin Yara seraya menelan ludah. "em—saya ambil sapu dulu."
"jangan." Tiba-tiba Mahesa menahan tangan Yara, energi lagi-lagi tersalur dari jemari laki-laki itu. "biar aku aja yang nyapu."
Jantung Yara berdegup cepat seketika membuat wajahnya merah padam, pertukaran energi antar kontak fisik yang mereka lakukan ternyata melelahkan bagi Yara. Sedikit banyak ia terengah-engah.
"hm? Ibu ngga apa-apa?" Mahesa mengetahui kejanggalan sedang terjadi, tubuh Yara yang oleng dengan sigap ia tumpu. Perempuan itu masih terengah-engah seraya menggeleng.
"disapu dulu aja itu." Ujar Yara seraya mengatur nafas. Mahesa mengangguk dan segera menyelesaikan urusan bersih-bersih kemudian memberi Yara air minum.
"I—Ibu kecapean?" tanya Mahesa, lagi-lagi Yara menggeleng.
"saya... ngga pernah kesamber energi yang kuat kaya tadi." Ungkap Yara seraya meminum air. "selama hidup saya.... Ini yang paling kuat."
"tapi.... Nyakitin ngga?" tanya Mahesa lagi.
"mung--- mungkin karena belom terbiasa." Jawab Yara. "energi yang kuat pertanda frekuensi yang kuat juga."
"berarti.... frekuensi kita sama?" tanya Mahesa, sepersekian detik senyum kelegaan berkembang di wajahnya. "hehe.... Syukurlah, Bu."
"tolong jangan pake 'bu' lagi manggilnya." Pinta Yara. "kita sekarang bukan guru dan murid lagi kan?"
"oh iya hehe...." Balas Mahesa. "Yara."
Melihat senyum Mahesa sejujurnya Yara tidak tega mengungkapkannya, tapi fakta harus dibeberkan agar muncul solusi diantara mereka.
"Mahesa." Panggil Yara. "jujur sebelom kita nikah, saya punya pacar dan saya belom putus sama dia."
***
Vote itu mudah dan gratis kawan kawan
Silahkan vote dan komen yaa buat meramaikan FF FREQUENCY 🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
FREQUENCY • SKZ Seungmin ✔️
Fiksi Penggemar"Tak peduli sedramatis apapun seseorang pernah hadir di hidupmu, kalau tidak satu frekuensi ya tidak akan berjodoh" -Habibie- ☆ MAMACIS, 2023 ☆ Local Fanfiction with Stray Kids as Visual Inspired by ASMALIBRASI, song of SOEGI BORNEAN #2 seungminskz ...