chapter 3

6 0 0
                                    

Tahun-tahun, bulan-bulan, minggu-minggu, hari-hari sebelum aku mengenal Alisha, aku hanyalah remaja umur 16 tahun yang tergila-gila dengan musik dan film. Hampir separuh waktu, ku dihabiskan dengan mendengarkan musik dan menonton film, jarang melakukan aktifitas lainnya diluar rumah.

Aku bukan tokoh utama pada cerita romansa remaja kala itu, aku memang si tukang melanggar aturan, asik tapi hanya memiliki dua teman dekat, tidak memiliki siklus pertemanan yang banyak, tidak terlalu suka menghabiskan waktu diluar rumah seperti nongkrong. Hanya sesekali aku menjalani, kisah ironi yang ku jalani sebelumnya, yaitu merasa kesepian ditengah-tengah keramaian, lihatlah betapa berperannya Alisha setelah ironi itu.

Satu persatu tips dari kedua teman ku, ku terapkan untuk mendekati Alisha, dari menghubungi Alisha melalui ponsel, mengajak Alisha berbincang tentang buku yang ia rekomendasikan, itu menjadi salah satu yang sering kami bicarakan.

Seperti malam ini kami berdua berbincang melalui panggilan suara, aku bercerita keresahan ku dengan sifat Lail yang ku anggap lemah, bahkan dia ingin melupakan Soke dengan cara yang kurang baik. Setelah mendengar keresahan ku, Alisha tertawa lalu ia menjelaskan betapa ia juga sama tidak suka dengan sifat Lail.

"Aku juga sama ngga suka dengan sifat Lail, tapi kalo kita lihat lebih dalam lagi, menurut ku Lail itu tidak lemah tapi dia baik. Dia suka menolong, sabar banget nunggu Soke padahal rindu banget dengan Soke, bahkan Lail pemberani. Toh, kalo aku jadi Lail mungkin aku juga sama dengan dia galau, sedih, merana dan akan mencari cara untuk melupakan Soke. Siapa yang sanggup berjauhan dengan orang yang kita cinta dan menghadapi kesusahan sendiri di bumi." Jelas Alisha.

Aku hanya mendengarkan dengan seksama, ya walau pandangan Alisha tentang Lail tidak bisa terlalu merubah perspektif ku tentang Lail sepenuhnya, tapi dengan kalimat Alisha tentang jika ia menjadi Lail maka dia akan melakukan hal sama dengan Lail berusaha melupakan Soke dari sanalah aku sedikit mengetahui lagi tentang Alisha, aku takut berpisah dan dilupakan olehnya.

"Kalo kamu ada di posisi Soke, apa yang kamu pilih?" Alisha tiba-tiba saja menanyakan pernyataan yang belum ku persiapkan.

Aku terdiam sejenak, suasana kamar ku lenggang, sedang memikirkan jawaban yang pas setidaknya dengan tanggapan ku ini bisa membuat Alisha memiliki ketertarikan, minimal setitik juga tidak apa-apa.

"Hm...... Karena Soke cinta dengan Lail maka aku juga sama, kalo di posisi Soke aku juga milih tinggal di bumi dengan orang yang aku cintai. Secara aku kan orangnya setia betul." Aku menambahkan asumsi nyeleneh di akhirnya dan benar saja Alisha tertawa diseberang sana, aku merasa terbang langit dengan reaksi Alisha.

Semakin lama kami bertelponan, semakin aku nyaman dengannya, semakin aku tidak bisa berhenti mematikan panggilan suara itu, tetapi telpon itu harus segera dimatikan karena jam menunjukkan pukul sepuluh malam, ini sudah larut untuk Alisha yang pola hidupnya baik.

"Sa, aku matikan yah telponnya kita bisa ngobrol lagi besok disekolah atau lewat telpon lagi." Kata Alisha.

Rasanya berat sekali menyetujui itu, aku ingin semalaman telponan dengan Alisha atau bahkan lebih lama dari semalaman.

"Oke, kamu ya yang matikan." Ujar ku.

Alisha terkekeh lalu ia berpamit dan akhirnya panggilan suara itu berhenti, kamar ku kembali lenggang. Tak ada suara tawa Alisha dari telpon mengisi kesunyian kamar ini, aku kembali kesepian lagi.

Ku matikan ponsel ku, malam itu ku coba lagi untuk tidur tenang tanpa memikirkan masa lalu ku, tanpa suara teriakan papah mamah ku dimasa lalu.

Aku salah, ternyata malam ini aku masih terjerat oleh suara-suara masa lalu, teriakan papah dan mamah ku masih terus menghantui jika hening.

Romansa Oh RomansaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang