Tengah malam

245 37 9
                                    

   Dentingan piring, beradu sendok garpu mengisi sunyi ruang mana dua insan berhadapan di meja makan tanpa sepatah kata. Tatapan begitu lembut menenangkan menatapi pria yang tengah sibuk menghabiskan sepiring nasi goreng buatannya.

   "Cho, pelan-pelan saja, nasinya tidak akan lari!"

   Tak menggubris Naufal, dia konsen mengisi perut mana sedari malam itu tak terjamah santapan apapun.

   "Sepertinya orang kelaparan selalu rakus." Naufal terkekeh.

   Cho akhirnya menghentikan kegiatannya sejenak, mendengus geli.

   "Ya, dan orang rakus selalu kelaparan."

   Naufal meneguk ludah, wajahnya mendatar. "Apa yang kau tahu, Cho?"

   Tiada jawaban hanya kekehan kian mengesalkan. Ia lanjut menyantap makanan.

   "Apapun yang kau tahu, kau bisa menyimpannya sendiri, Cho!"

   Kini hanya anggukkan saja.

***

   "Bunda, Ayah, Kak Naufal! Haikal pulang!"

   Selepas sampai dari desa itu, anak ini tidak langsung pulang melainkan bermain PS di rumah Januar bersama Revan juga. Mendapati orang tuanya duduk di ruang tengah sembari menonton TV, dia ikut bergabung, duduk di sofa dekat wanita paruh baya. Bunda Naufal. Dengan penuh sayang wanita tersebut mengelus rambut Haikal, membenarkan bagian berantakan.

   "Pulang juga kamu, Nak," ucapnya lirih

   Selang beberapa menit kemudian, lewat Naufal berjalan terburu-buru. Bahkan keluarganya seperti manusia transparan.

   "Mau kemana?" tanya bunda dengan nada agak tinggi, membuat langkahnya langsung terhenti.

   "Rumah Pak Kepala Desa."

   "Sudah mau malam, Kak, langit sudah merah, aku juga mau minta tolong bantu mengerjakan tugas malam ini!"

   "Tugas apa, Kal?"

   "Tugas membuat perahu dari stik es krim."

   Naufal menghela napas panjang. "Astaga, itu tugas minggu lalu, kan!?"

   "Besok terakhir." Haikal menatap memelas.

   "Oke, nanti kalau Kakak sudah di rumah, ya."

   Sudah terlalu terburu-buru, ia hendak beranjak namun sekali lagi terhenti.

   "Naufal tunggu!" Entah apa lagi yang membuat si bunda mencegah anaknya.

   "Bunda tidak tahu kamu mau melakukan apa, tapi kekhawatiran manusia seperti sinyal yang bisa saja menjadi benar meski hanya 0,1%, kamu ingat apa kata Pak Arif? Bunda hanya ingin kamu cukup diam saja, habiskan waktu bersama keluarga atau teman-teman, ingat, kamu tidak sekuat itu, Nak!"

   "Iya, Naufal ingat, Bunda, ingat betul, untuk itu Naufal tidak ingin menghabiskan waktu dengan sia-sia."

   Bunda sudah terlihat kesal. Kenapa anak semata wayangnya ini sungguh keras kepala. Bukan sekali dua kali ia berusaha menghentikan.

   "Jadi maksudmu menghabiskan waktu bersama kami itu sia-sia!? Naufal, Bunda sangatlah sayang denganmu, Nak, tolong dengarkan Bunda!"

Utopia 2014 || The Prologue [End]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang