Segarnya Razzle Dazzle Frappuccino tak lagi berarti ketika Bentala hanya sibuk mengaduk-aduk minuman berwarna ungu itu dengan sedotan atau sekadar menggigit ujung sedotan. Berbeda dengan Serena yang begitu menikmati segelas expreso-nya dalam senyum. Kata gadis itu, hanya dengan expreso pikiran ruwetnya akan hilang.Merasa keadaan terlalu hening, Serena mengalihkan perhatiannya pada sahabatnya itu. Keduanya tengah duduk di taman Fakultas Kedokteran seusai terjebak di dalam laboratorium nyaris tiga jam. Serena menaikkan sebelah alihnya melihat Bentala yang hanya duduk melamun. Frappuccino yang digilai gadis itu bahkan tak kurang sedikitpun.
“Lo kenapa? Lesu banget gue perhatiin,” ujar Serena dengan kening mengernyit. Jangan-jangan Bentala menjadi begini karena acara bermesraan dengan Harsa menjadi tersita karena harus praktikum, pikirnya. Lagipula kenapa sahabatnya itu tampak bucin sekali dengan kakak tingkatnya yang menurut Serena tampan sih tapi hiperaktif.
Tidak menjawab, Bentala hanya menggeleng pelan. Serena berdecak dibuatnya.
“Kalo ada masalah ngomong. Diem doang mah kagak bakal bikin masalah Lo kelar,” ujar Serena sinis. Dia dengan perasaan dongkol—merasa diabaikan Bentala—menyesap expreso-nya yang tinggal setengah hingga tandas.
Keadaan jadi bersitegang. Entah keduanya yang terlalu sensitif setelah dipaksa kerja keras dalam proyek praktikum kali ini atau apa, yang jelas keduanya tak ada yang kembali membuka mulut untuk sekedar mencairkan suasana.
“Hai, kalian nggak pulang?” tanya seorang pemuda tinggi berkulit putih yang menghampiri dua gadis yang menjadi anggota kelompoknya duduk tak jauh darinya berdiri.
Serena memandang sinis Galang, ganggu sekali, pikirnya.
“Mau pulang bareng?” tanya Galang lagi kala tak mendapat jawaban dari dua gadis di hadapannya. Laki-laki keturunan China–Indonesia itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Suasana canggung merayapi.
Serena memutar bola mata malas. Tidak lupa bibirnya yang terus berdecak kesal. Beda dengan Bentala yang seolah roh gadis itu tak lagi bersemayam dalam raga. Hanya diam dengan pandangan lurus.
“Pulang tinggal pulang deh, Lang! Ribet amat.” Kali ini Serena tak lagi bisa menahan kesalnya.
Galang menyengir. “Oh ... oke, gue pulang dulu.”
Sesaat setelah Galang menghilang dari pandangan. Serena menoleh memandang Bentala yang masih melamun. Bertahun-tahun bersahabat dengan gadis itu, Serena tahu kalau ada masalah yang menerpa sahabatnya. Kebiasaan melamun hingga melupakan sekitar cukup menjadi acuan Serena untuk mengetahui bahwa Bentala sedang tak baik-baik saja. Namun, hari ini Serena amat kelelahan. Dia menjadi ketua kelompok dalam praktikum ini, dan semua kesalahan yang dilakukan anggotanya akan dilimpahkan kepadanya. Jiwa raganya telah capai luar biasa menghadapi dosen bernama Sudiro yang dia juluki si jidat lebar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Symphony Harsa [TERBIT]
Fanfiction[15+] Simponi Harsa mengalunkan melodi sendu bersajak pilu. Tentang rasa sakit yang membelenggu. Putusan takdir tak dapat berubah membuatnya diliputi resah. Akankah dia tabah? ••• Kisah ini tentang Harsa dengan segala kekecewaannya kepada permaina...