Ruu melangkah di koridor menuju ruang Mading, Rion tak menemaninya kali ini karena harus ke toilet tadi. Sementara Naka ngeluyur entah ke mana, tapi biasanya sih main futsal di lapangan sama anak-anak kelas sebelas. Biar ikutan eksis kayak senior lain katanya.
Sesampainya di depan ruang Mading, Ruu mengetuk pintu pelan lalu membukanya lebar, membuat seluruh pasang mata jadi refleks menatapnya. Ruu bergerak kikuk lalu memberanikan diri melangkah maju menuju meja yang disediakan untuk pendaftaran. Ia kemudian menyerahkan formulir pendaftarannya pada seorang pemuda di depannya.
Lingga Maheswara Andaru, si Ketua Mading yang cukup disegani oleh anak-anak karena sosoknya yang pendiam dan misterius. Garis wajahnya datar dengan sorot mata yang tajam, menjelaskan betapa dingin dan menakutkannya cowok itu. Meski begitu wajah tampan berkarisma itu tetap saja menarik perhatian cewek-cewek sekolah. Mereka bahkan mengesampingkan bagaimana tatapan tajam membunuh yang biasa cowok itu perlihatkan pada mereka.
Lingga menerima form pendaftaran yang Ruu berikan padanya. Ia membaca ulang untuk meneliti isinya, tapi bisik-bisik dari beberapa siswa yang terdengar membuat cowok itu jadi mengerutkan dahi kemudian melirik.
Lingga mendongak untuk menatap gadis berponi rata di depannya yang kini jelas berpura-pura tak mendengar suara-suara di dalam ruangan, gadis manis itu justru sibuk memainkan hiasan bunga di meja, berusaha mengalihkan perhatiannya.
“Gue Lingga, Ketua Mading,” ucap Lingga tiba-tiba membuat Ruu tersentak kaget dan segera menguasai raut wajah.
Lingga mengulum bibir, “Kamis ini kita mulai kumpul untuk perkenalan, jadi lo harus datang. Ini gue simpan, lo nggak boleh keluar tanpa surat pengunduran diri. Atau lo bisa menghadap gue langsung,” ucapnya menjelaskan, ia menyimpan form milik Ruu pada map merah muda di mejanya.
Ruu mengangguk, ia pamit untuk kembali ke kelasnya. Namun sebelum benar-benar keluar, ia samar-samar mendengar obrolan yang mengaitkan namanya dengan Bintang. Ruu menghela nafas berat, mencoba tak peduli dan kembali melanjutkan langkahnya ke luar.
Ruu berjalan sendirian menuju kelasnya saat setelah meninggalkan Ruang Mading. Ia mengulum bibir, beberapa orang terlihat mencuri pandang ke arahnya sambil berbisik-bisik membicarakannya. Gadis itu menunduk, berjalan tenang seakan tak mendengar apapun.
“OI DORA!” suara lantang itu membuat Ruu refleks mendongak. Walau tahu itu bukan namanya, dorongan untuk tetap mengangkat kepala dan merespons tak bisa ia kendalikan.
Ruu melebarkan mata, melihat Raka dengan dua sosok jangkung lainnya tengah berjalan tenang ke arahnya. Entah mengapa gadis itu jadi terdiam menunggu ketiga pemuda tampan itu untuk sampai ke hadapannya.
Raka berhenti saat setelah berada di depan Ruu, ia mengangkat satu alis menatap Ruu yang masih diam tak bergeming sambil memandangnya lurus.
“Ngapa lo diem? Kerasukan?” tanya Raka asal.
Ruu tersentak kecil, ia mengerjap-ngerjapkan mata kemudian jadi menggembungkan pipi menatap Raka malas.
“Manggil siapa lo?” tanya Ruu kemudian.
“Elo lah dodol,” jawab Raka tanpa dosa.
Ruu mendelik, “Siapa lo berani manggil gue kayak gitu? Nama gue RUNIA! R-U-N-I-A!” katanya menegaskan tiap huruf dengan nada kesal.
Raka tertawa, ia menyentuh bibir tebalnya dengan telunjuk seakan sedang berpikir. “Doru aja gimana? Dora-Runia?” tanyanya meledek.
Sementara itu dua orang di sisi kanan dan kiri Raka jadi saling pandang dengan satu alis terangkat sama-sama bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay
Jugendliteratur[Slow Update] [R 13+] Blurb: Ruu datang ke Jogja untuk bertemu kembali dengan teman masa kecilnya. Bintang, si cowok dingin yang irit bicara itu sudah lama ia taksir diam-diam. Kedatangan Ruu sebagai siswa angkatan baru di sekolah Harapan Sakti mem...