Bab 8

1.1K 197 14
                                    


Seumur hidupnya Ali tidak pernah membayangkan akan terlibat skandal memalukan seperti ini. Dia berniat untuk mengontrol perkembangan mall milik keluarganya justru berakhir dengan adegan ciuman dengan si cebol yang sangat menyebalkan ini.

"Pokoknya Bapak harus tanggung jawab!"

Ali segera menoleh menatap Prilly yang kali ini memanggilnya Bapak. Gila!

"Eh cebol---"

"Prilly! Nama gue Prilly bukan cebol!" Bantah Prilly dengan wajah merah padam. Demi Tuhan, Prilly benar-benar dalam kondisi tidak menyenangkan saat ini.

Bayangkan saja bagaimana mungkin first kiss miliknya harus hilang dengan cara yang begitu menyedihkan seperti tadi.

Saat ini Prilly dan Ali sedang berada di kantor tepatnya ruangan milik pengelola mall yang merupakan bawahan Ali, mereka terpaksa membawa Ali dan Prilly ke sana untuk menghindari para pengunjung yang berebutan memotret mereka terutama Ali.

Kepulangannya saja sudah menarik perhatian banyak orang, Ali merupakan pewaris tunggal keluarga Hutama yang sejak kecil sudah menjadi pusat perhatian sampai akhirnya ia memilih menetap di luar negeri beberapa lama lalu kembali ke tanah air dengan gelar yang mentereng dan langsung menempati posisi utama di Hutama Group, jelas saja kabar tentang Ali menjadi sasaran empuk para pemburu berita.

Dan hari ini Ali kembali menjadi trending topik setelah berciuman dengan seorang wanita meksipun semua itu adalah sebuah kecelakaan bukan hal yang disengaja tetap saja para pemburu berita tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk berlomba-lomba mengiring opini publik tentang Ali.

Ali memijit pelipisnya, untuk pertama kalinya Ali benar-benar menyesali posisinya sebagai direktur utama meskipun belum resmi tapi tetap saja ia melakukan semua pekerjaan ini karena posisi itu.

Jika ia bersikeras menolak posisi itu mungkin hari ini ia tidak akan menginjakkan kakinya di mall ini dan tentu saja kejadian memalukan itu tidak akan pernah terjadi.

Prilly sendiri kondisinya juga tidak jauh berbeda dengan Ali. Keduanya tampak frustasi. Prilly menghela nafasnya tiba-tiba ia menyesali keputusannya menerima ajakan Joana, jika ia menolak mungkin ia tidak akan terlibat masalah dengan pria tua ini.

Ali dan Prilly sontak menoleh menatap pintu ruangan yang tiba-tiba terbuka. Prilly beranjak dari duduknya ketika Joana datang dan memeluk dirinya. Ali menatap sekilas Prilly yang sedang berpelukan dengan sahabatnya.

"Untuk sementara gue udah berhasil ngalihin perhatian wartawan." Jelas Ryan yang membuat Ali menghela nafasnya.

Ali dan Prilly terpaksa bersembunyi karena kedatangan para wartawan setelah kejadian itu terjadi meskipun mereka tak sempat mewawancarai Ali langsung namun beberapa foto yang berisi kejadian memalukan itu sudah mulai beredar. Dan Ryan tidak yakin jika berita ini akan berhenti disini terlebih mereka sudah mendapati foto Prilly.

Ryan menoleh menatap Prilly yang sedang bercerita dengan sahabatnya lalu beralih menatap Ali, merasa diperhatikan Ali ikut menoleh menatap Ryan.

"Kita nggak bisa membiarkan Prilly lepas dari pengawasan." Ujar Ryan yang sontak membuat kening Ali berkerut.

"Maksudnya?"

"Lo harus lindungi Prilly."

Ali sontak melebarkan matanya. "Ogah gue!" Tolaknya keras hingga membuat Joana dan Prilly menoleh menatap kearahnya.

"Apa lo cebol!" Tantang Ali ketika pandangannya dengan Prilly bertemu. "Cih! Tua bangka." Balas Prilly tanpa takut.

Ryan menahan lengan Ali ketika pria itu ingin kembali beradu mulut dengan Prilly. "Cukup! Sekarang yang harus kita pikirkan bagaimana cara kalian keluar dari sini. Dibawah para wartawan semakin banyak yang datang." Jelas Ryan yang membuat wajah Prilly semakin pias.

Seumur hidupnya baru pertama kalinya Prilly merasa cemas seperti ini. Ia kerap melihat bagaimana bringasnya para wartawan dalam memburu berita apalagi jika berkaitan dengan gosip panas.

Prilly tidak mengenal sosok laki-laki yang terlibat skandal dengannya ini tapi satu hal yang ia yakini tua bangka ini bukanlah sosok biasa.

***

"Lo jalan lurus aja jangan celingak celinguk nanti mereka curiga."

Prilly menoleh menatap Ali sekilas lalu mendengus pelan meksipun begitu ia tampak mematuhi apa yang Ali katakan. Mereka terpaksa berganti kostum untuk mengecoh para wartawan.

"Itu mereka!"

Ali dan Prilly tampak pias bahkan refleks langkah kaki mereka berhenti. "Sialan sepertinya kita ketahuan." Ali mengumpat kesal ketika penyamarannya ternyata begitu cepat diketahui.

Prilly juga ikutan panik terlebih saat menoleh ke belakang terlihat para wartawan mulai bergerak kearah mereka. "Ya Tuhan bagaimana ini!" Paniknya sendiri.

Tubuh Prilly sontak menegang ketika merasakan telapak tangannya digenggam oleh Ali. "Lari!" Seru Ali sambil menyeret Prilly untuk mengikuti langkahnya. Prilly tidak bisa berpikir jernih kakinya memang bergerak mengikuti langkah Ali namun pandangan matanya hanya tertuju pada genggaman tangan mereka.

Entah sadar atau tidak, Ali begitu erat menggenggam tangan Prilly yang terasa begitu pas dalam genggaman tangan besarnya.

Mereka terus berlari menuju pintu keluar dan sialnya diluar juga mulai dipadati oleh para wartawan. "Benar-benar sialan!" Ali kembali memaki dengan nafas yang mulai terengah-engah.

Ali berbelok menyeret Prilly yang tampak mulai kesulitan mengatur nafasnya. Ali menoleh menatap Prilly, melihat wajah merah gadis itu sedikit membuat Ali iba.

Nafas keduanya benar-benar terdengar berat ketika Ali berhasil membawa Prilly keluar dari gedung mall miliknya melalui pintu samping yang langsung menembus ke basmen.

"Capek banget." Keluh Prilly dengan nafas tersengal-sengal. Ali menoleh menatap Prilly, genggaman tangan mereka masih belum terlepas.

"Dikit lagi lo harus kuat." Kata Ali dengan nafas yang sama beratnya.

Prilly sudah membungkukkan badannya pertanda ia benar-benar sudah lelah. Mereka berlari mengitari gedung yang luasnya nyaris dia kali lapangan bola dengan perasaan campur aduk jelas membuat rasa lelah Prilly terasa berkali-kali lipat.

Pernafasan Ali sudah mulai membaik ia sudah kembali bergerak menuju deretan mobil yang terparkir sambil menunggu Ryan menjemputnya. Ia tidak yakin Ryan tahu dirinya ada disini bersama Prilly.

"Kita duduk disana." Ali menunjuk kearah belakang mobil yang berjejer rapi didepan mereka.

Prilly mengangguk patuh. Keduanya beranjak tepat ketika mereka ingin mendaratkan bokongnya pintu yang tadi mereka lalui terbuka dengan kasar. Refleks Ali menarik kencang tangan Prilly yang ada di genggamannya hingga tubuh Prilly ikut terdorong kearahnya.

Ali yang tidak terjatuh ke lantai dengan Prilly yang menyusul diatasnya. Posisi mereka nyaris sama seperti tadi hanya saja kali ini Prilly yang berada diatas tubuh Ali.

Keduanya tampak shock dengan mata terbelalak kaget. Suara langkah kaki terdengar hingga membuat Ali menggeser tubuhnya secara perlahan bersembunyi di kolong mobil yang terparkir disana.

Prilly memejamkan matanya saat merasakan dekapan kedua lengan Ali pada pinggang rampingnya ketika pria itu bergerak dengan mengikutsertakan dirinya.

"Cepat sekali mereka menghilang."

Ali dan Prilly sontak berpandangan saat mendengar suara tak jauh dari posisi mereka. Prilly refleks merebahkan kepalanya di dada Ali karena terkejut dengan suara dentuman yang tak jauh dari mereka sepertinya para wartawan itu sedang melampiaskan kekesalannya dengan menendang sesuatu.

Ali menatap Prilly yang bersembunyi di dadanya lalu sebelah tangannya yang tiba-tiba sudah bertengger di kepala belakang Prilly. Ali tidak tahu kenapa ia melakukan hal ini bahkan ia tidak kuasa melepaskan dekapannya pada tubuh mungil gadis yang kerap ia hina cebol itu.

Ada apa dengan dirinya?

*****

Mrs AliandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang