Terlihat aneka macam makanan disusun oleh Ryan di atas meja ruang tamu dimana Ali sudah bersiap dengan sendok dan garpu di tangannya sedangkan Prilly dan Joana hanya menatap deretan makanan itu dengan liur yang nyaris menetes keluar.
Ryan dan Ali sudah siap ingin menyantap hidangan didepan mereka ketika Prilly dan Joana masih berdiri dengan mata tak lepas dari makanan itu.
"Kenapa? Kalian tidak menyukai makanan ini?" Tanya Ryan meletakkan sendok dan garpu ditangannya sedangkan Ali hanya melirik sekilas kearah Prilly dan Joana namun begitu Ali masih setia memegang sendok dan garpu tanpa menyentuh makanan itu.
Ali seperti menunggu seolah-olah sedang mengajak mereka untuk makan bersama.
Prilly menoleh menatap Joana begitupun dengan Joana. Joana menggeleng pelan. "Harganya lebih dari 5 juta." Bisiknya pada Prilly. Yang Joana maksud adalah harga makanan yang akan mereka santap untuk makan malam itu mencapai 5 juta.
Prilly dan Joana jelas tidak mungkin memakan makanan seharga satu unit motor bekas itu. Lima juta bukan uang sedikit untuk mereka yang dari kalangan bawah itu, bagaimana jika pria-pria ini meminta ganti rugi pada mereka?
"Kalian pada kenapa sih? Ayok duduk makan!" Akhirnya Ali bersuara saat melihat Prilly dan Joana masih berdiri kaku didepan mereka.
"Eum gue kenyang!" Sahut Joana dengan cengiran lebar namun jelas sekali terlihat dibuat-buat. Prilly ikut menganggukkan kepalanya yang sontak hal itu membuat Ali mengerutkan keningnya.
"Eh cebol tadi lo teriak-teriak minta makan sama gue lah sekarang kenapa lo jadi sok jual mahal begini?" Tanya Ali dengan wajah bingungnya.
Prilly mengertakkan giginya mendengar pertanyaan sekaligus hinaan yang Ali lontarkan padanya. Jika tidak mengingat kondisinya saat ini mungkin sudah ia jambak rambut panjang pria itu.
"Gue--"
"Duduk makan! Tenang aja gue nggak akan minta ganti rugi alias semua makanan ini gratis buat kalian." Potong Ali yang berhasil membuat wajah Prilly dan Joana berubah cerah.
Joana terlebih dahulu meraih piring lalu menyendokkan nasi dan aneka menu ke dalam piringnya. Prilly juga melakukan hal yang sama namun tidak sebringas Joana.
Ali dan Ryan sontak berpandangan. Seumur-umur baru kali ini mereka melihat seorang gadis dengan porsi makan yang nyaris menyaingi kuli. Jumbo sekali.
"Ayok makan jangan malu-malu anggap aja rumah sendiri." Seru Joana dengan mulut penuh dengan nasi.
Prilly memukul pelan lengan Joana. "Ini memang tempat mereka Jo! Kita yang numpang disini." Seru Prilly dengan mata melirik kearah Ali seolah menunggu reaksi pria tempramen itu namun sepertinya perkataan Joana tak cukup memancing emosi pria itu lihat saja Ali dengan santainya sedang mencicipi menu didepannya.
Semua makan dengan penuh hikmat hanya Joana yang kerap kali mengoceh memuji makanan yang seharga satu motor itu dengan penuh kesungguhan. Seumur hidupnya baru kali ini menelan makanan semahal itu.
Prilly lebih banyak diam sejak tadi perutnya sudah tak enak bahkan hawa tubuhnya mulai memanas sampai akhirnya Prilly tersedak. Ali yang duduk tak jauh darinya refleks menyodorkan segelas air.
Prilly mendongak menatap Ali dan Ali tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat wajah Prilly berubah merah.
"Lo kenapa? Kepedesan?" Tanyanya pada Prilly.
Joana dan Ryan serempak menoleh. "Bangke! Lo makan udang ya?" Prilly menoleh menatap Joana lalu menggeleng pelan. "Gue nggak makan udang--"
"Menu ini bahan dasarnya udang." Ryan tiba-tiba berseru sambil menunjuk kearah piring Prilly.
Joana kembali mengumpat. "Lo bego apa gimana sih hah? Lo alergi udang Oneng! Kenapa lo makan?!" Teriak Joana begitu kesal.
Ali tidak tahu harus berbuat apa sampai akhirnya ia dikejutkan dengan tubuh Prilly melemah lalu jatuh kearahnya. Refleks Ali menahan tubuh Prilly. "Suhu badannya panas banget." Ucap Ali begitu menyentuh lengan Prilly.
Prilly sudah tidak dapat merasakan apapun selain dada dan kepalanya yang begitu sakit bahkan ia mulai kesulitan bernafas. Perlahan Prilly menutup matanya hal terakhir yang ia dengar adalah teriakan Ali memanggil namanya.
Ya Tuhan ada apa dengan hari ini?
***
Ryan dan Ali menunggu diluar kamar Ali membiarkan Joana didalam bersama Dokter yang Ryan datangkan untuk memeriksa Prilly. Gadis itu benar-benar kehilangan kesadarannya akibat alergi tubuhnya kambuh karena menyantap makanan yang bahan dasarnya udang.
Ryan menatap Ali yang tampak tidak tenang meskipun pria itu berusaha untuk santai. "Lo kenapa tegang gitu?" Tanya Ryan yang membuat Ali menoleh.
"Tegang gimana? Gue biasa aja." Sahutnya acuh. Ali melangkah menjauhi Ryan menuju dapur tepatnya kulkas lalu mengambil satu kaleng minuman dingin disana.
Ryan ternyata mengikuti sahabat sekaligus Bosnya itu. "Gue tahu banget kalau sekarang lo lagi nggak tenang." Ali menoleh menatap Ryan dengan tatapan tajam. "Lo suka sama Prilly?" Tanya Ryan langsung.
Ali tersedak minumannya bahkan sampai terbatuk-batuk. Setelah batuknya mereda ia semakin menajamkan tatapannya pada Ryan. "Gila lo!" Makinya lalu beranjak meninggalkan Ryan yang tersenyum kecil menatap sahabatnya.
"Gue tahu lo suka Prilly."
Ali meneruskan langkahnya mengabaikan Ryan sepenuhnya namun terlihat jari tengahnya mengacung ke udara. Ryan terkekeh geli menatap punggung Ali yang sudah menghilang ke ruang tamu.
Di dalam kamar terlihat Joana dengan telaten mengusap-usap lembut kepala sahabatnya. Prilly sudah diberikan suntikan oleh Dokter yang menanganinya. "Kalau nanti sahabat kamu bangun berikan obat ini." Joana menerima beberapa jenis obat dari sang Dokter.
"Alergi teman kamu tergolong berat dan bahaya jadi lain kali tolong hati-hati." Joana menganggukkan kepalanya.
Dokter yang memeriksa Prilly sudah bersiap-siap untuk beranjak tepat ketika pintu kamar Ali terbuka dan memperlihatkan pria itu disana. Joana beranjak dari posisinya begitu pula dengan Dokter wanita itu.
"Gimana?" Tanya Ali entah pada siapa.
"Prilly udah diberi suntikan kok sama Dokternya." Joana terlebih dahulu menjawab.
Dokter wanita itu tampak menganggukkan kepalanya membenarkan.
Ali tampak memperhatikan Prilly yang terbaring lemah di ranjangnya. Joana mempersilahkan sang Dokter untuk keluar dan diantar olehnya meninggalkan Ali di dalam kamar.
Ali tak beranjak dari posisinya bahkan ketika melihat Prilly melenguh di dalam tidurnya. Penyataan Ryan tiba-tiba menyusup ke dalam kepalanya.
Ali tersenyum miris, sudah dua bulan semenjak ia berpisah dengan Dhea, mantan kekasih yang masih begitu membekas di hatinya sampai saat ini rasanya tidak mungkin ia Ali bisa dengan begitu mudah mencintai wanita lain disaat perempuan yang ia cintai bertahun-tahun masih kerap datang ke dalam mimpinya.
"Ryan pasti udah gila." Dengus Ali sebelum membalikkan tubuhnya berniat meninggalkan kamar.
Ali mengurungkan niatnya saat mendengar suara lemah Prilly. Pria itu menoleh ketika melihat Prilly tampak gelisah dengan mulut meracau diatas ranjang.
"Ibu.."
Samar-samar Ali mendengar gadis itu memanggil Ibunya meksipun matanya tidak terbuka sama sekali. Ali melangkah mendekati ranjang lalu berdiri disana. Pelan-pelan Ali menyentuh kening Prilly yang terlihat mengkilap karena keringat padahal pendingin ruangan nyala.
Ali begitu terkejut ketika tiba-tiba tangan Prilly terangkat lalu menggenggam tangannya. Prilly tidak sadar ketika menarik tangan Ali kebawah lalu ia senderkan wajahnya disana. Tubuh Ali sontak berubah kaku namun anehnya pria itu tidak menarik tangannya sama sekali.
Ali hanya diam memperhatikan bagaimana ekspresi wajah Prilly berubah tenang setelah menyenderkan wajahnya di punggung tangannya. Pertanyaannya sampai kapan Ali akan berdiri dengan posisi seperti ini?
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Mrs Aliandra
Lãng mạnNext Story jangan lupa baca yaaa.. Ceritanya nggak kalah seru dari cerita sebelumnya.. Jangan lupa vote dan komennya yaaa..