Sorry for typo
••••
Sehran memaku dirinya dia depan cermin merapikan jas formal dan tatanan rambut yang membuat pria itu semakin berkarisma. Mata elangnya dengan teliti menatap aktifitas tangannya yang sedang menyimpul dasi. Setelah menyemprotkan parfum dengan aroma maskulin yang ikut menyebar ke seluruh ruangan, pria itu kini pergi untuk mengikuti sarapan bersama keluarga nya.
Tak lama lift yang ia tumpangi kini telah membawanya ke lantai satu mansion, ia melangkah dengan tegap dan gagah menuju ruang makan. Penampakan yang langsung menyapa netra abunya itu membuat senyum tipis terbit di kedua belah bibirnya. Putra bungsunya makan sangat lahap dengan di suapi Jihan.
"Esa mauw telul na,"ucap bocah itu di sela-sela mulutnya yang sedang mengunyah.
"Telan dulu itu yang di mulut cil,"celetuk Jenan membuat Hesa meringis dan langsung menelan sisa makanan yang masih ada di mulut.
"Abang Jenan, Esa syudah pintal mayin Lato-lato na,"ucap Hesa dengan nada sombong.
Jangan heran, kemarin Jenan pulang dengan mainan dua bola yang tersambung tali itu setelah berhasil mengajak kencan anak gadis orang. Awalnya ia bingung karena Hesa tentu memiliki semua mainan dengan berbagai jenis, tapi ketika di perjalanan ia banyak menemui anak-anak yang bermain dengan mainan yang belum pernah ia lihat selama ini. Dengan ide nya yang cemerlang, Jenan rela berhenti di pinggir jalan untuk bertanya pada anak-anak tersebut dimana mainan itu di beli.
Dan berakhir sekarang Hesa memainkan mainan itu sampai suaranya menggema di rumah besar tersebut.
"Ya mesti bisa lah, dari kemarin mainan itu mulu. Abang pusing tau dengar suaranya,"sungut Jenan.
"Kalau bukan karena lo yang bawa juga Hesa gak bakal tau mainan berisik itu, tolol,"cibir Jemiel dengan wajah datarnya. Jenan mencebik kesal, ia jadi sedikit menyesal.
"Eh Kakak jangan ngomong kasar ih, nanti adeknya niru gimana?"omel Jihan pada putra sulungnya yang duduk di sebelah Hesa.
"Maaf, Mi,"lirih Jemiel, pemuda itu melirik Hesa yang menatap polos kearahnya.
"Kakak jangan bilang tolol, ubah aja jadi geblek,"celetuk Hesa membuat semua orang terkejut.
"Adek kok gitu sih? Belajar dari siapa ngomong kasar?"Jihan memasang muka marahnya khas memarahi anak kecil.
"Hihi, abang Lifa'i bilang itu ndak kasal tok Mami, kalau goblok balu kasaaal,"ucap Hesa, wajah polos itu membuat semua orang jadi tidak tega memarahinya.
"Jangan bicara begitu lagi ya? Kamu mau papi hukum?"peringat Sehran dengan tampang datarnya.
"Eung~ iya Papi,"lirih Hesa sambil menunduk.
"Ayo di amm lagi,"Jihan kembali menyuapkan nasi dengan potongan telur ceplok di atasnya. Hesa langsung melahap dengan semangat, harusnya ia fokus makan saja daripada mengajari sang kakak cara bicara kasar yang tidak kasar.
"Aku selesai. Honey, aku berangkat,"Sehran beranjak dan mencuri kecupan di kening Jihan, setelannya ia juga mengecup pipi gembul Hesa yang bergoyang seirama mulutnya yang tengah mengunyah makanan. Sebelah tangannya juga mengusak pelan surai si sulung. Hal itu tentu mendapat respon hangat bagi sepasang suami istri yang menatap nya. Jeffran dan Rabella, sejak tadi mereka menyimak keluarga kecil di depannya yang sedang membangun keluarga Cemara.
Saat Sehran melangkah untuk meraih tas kerjanya yang sudah di siapkan di sofa ruang keluarga, Hesa meloncat dari kursinya untuk mengejar Sehran.
"Aaaa mauw ikwut, Mawami!! Aaaa aaa Papwi!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
【 𝙃𝙚𝙨𝙖 】
Fanfic𝐈𝐚 𝐝𝐢𝐥𝐚𝐡𝐢𝐫𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐫𝐚𝐡𝐢𝐦 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐰𝐚𝐧𝐢𝐭𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐤𝐞𝐫𝐣𝐚 𝐝𝐢 𝐜𝐥𝐮𝐛 𝐦𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐰𝐚𝐧𝐢𝐭𝐚 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐡𝐢𝐛𝐮𝐫. 𝐀𝐩𝐚 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐣𝐢𝐤𝐚 𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐧𝐚𝐤 𝐤𝐞𝐜𝐢𝐥 𝐦𝐞𝐧𝐠𝐡𝐚𝐫𝐚...