O1. Mandi malam

793 105 2
                                    

Semenjak Barcode di taruh di kasur milik Jeff dia menangis tak karuan, benar-benar tak mau ditinggal oleh Ta. Padahal pemuda itu hanya ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil dan mencuci wajahnya, masa iya dia harus mengendong Barcode ikut dengannya ke kamar mandi?

Jeff yang mendengar tangisan adiknya segera berlari ke atas, mengecek keadaan, ternyata memang... adiknya ini cengeng sekali.

“Barcode, Ta cuman ke kamar mandi. Nanti balik lagi.” Jeff mengelus kepala mungil itu, mencoba menenangkan sang adik kecil.

Barcode menggeleng, air matanya masih terus saja mengalir. Dia terus-menerus menunjuk ke arah pintu kamar mandi milik Jeff yang masih tertutup tanda Ta belum selesai dengan urusannya.

Ah baiklah begini saja, “Barcode, kalau bisa berhenti menangis kukasih kamu cokelat, mau?”

Barcode seakan tahu Jeff akan menyogoknya dengan cokelat agar berhenti menangisi Ta yang hanya pergi ke kamar mandi menggeleng, “Nda mauu, Taaa!!” dia kembali menyerukan nama kakak laki-lakinya yang baru itu.

Jeff tidak mengerti kenapa Barcode bisa sangat menempel pada Ta, seperti Ta adalah ibunya. Barcode bahkan tidak pernah se-rewel ini jika bersama sang ayah.

“Barcode, kalau kamu masih nangis Ta ga akan ke sana, Ta mau pulang aja.” katanya.

Jeff menoleh, melihat Ta yang sudah selesai urusannya dengan si kamar mandi, ia hanya memakai kemeja putih, dia tidak tahu di mana tuxedo tadi dia pakai.

Anak kecil ini berusaha menghentikan tangisnya saat Ta berkata seperti itu, dia tidak mau Ta pergi. Ta harus di sini bersamanya!

Suara sesenggukan khas anak kecil yang habis menangis masih menjadi latar suara Jeff dan Ta yang berdiri di tempat yang berbeda di ruangan yang sama.

Ta terus menatap Barcode, sesekali melirik Jeff dengan ekor matanya.

“Sudah nangisnya?” tanya Ta, berjalan pelan-pelan ke arah Barcode. Dia tidak langsung menggendong balita itu melainkan berjongkok di depan kasur, menyamakan wajah mereka kemudian, Ta bertanya, “kenapa nangis?”

Air mata semakin banyak terbendung di pelupuk matanya, siap untuk menangis lagi saat Ta menatapnya begitu garang. Barcode menggeleng asal, tidak tahu kenapa dia menangis.

“Kenapa nangis Barcode?” Ta bertanya lagi.

“Ta janwan pwegi..” katanya.

“Aku pergi ke mana memang?”

“Situ.” tunjuknya ke arah kamar mandi Jeff.

“Barcode, Ta cuman ke kamar mandi, tidak perlu menangis meraung-raung seperti itu ya?” Ta memberi bocah itu penjelasan.

Barcode mengangguk, merentangkan kedua lengan kecilnya menandakan ia ingin sebuah pelukan, “Peyuk?”

“Ga mau.” Ta menolak.

Aduh, kasihan adik gue. Pikir Jeff, dia tidak berani berkata seperti itu saat adik bontotnya ini sedang disidang.

Barcode menundukkan kepalanya sambil bergumam, “Mwaaf Twa.”

Ta yang mendengar suara samar-samar itu meminta Barcode untuk berbicara, “Yang jelas.”

“Maaf Ta.”

Ta menghela nafasnya, menatap Barcode yang kali ini lebih lembut, “Lain kali ngga perlu nangis kaya gitu ya.” ucap Ta, menghapus air mata anak kecil ini dan mengendong kembali Barcode.

Barcode mengangguk, menempelkan pipi gembulnya di pundak Ta.

Pria yang daritadi menonton persidangan ini masih tidak bisa berkata-kata, Barcode yang bandel dan manja minta ampun sangat menurut dengan orang yang baru ia kenal dalam beberapa bulan? ini pasti bukan adiknya.

𝐁𝐑𝐎𝐓𝐇𝐄𝐑𝐇𝐎𝐎𝐃, 𝗃𝖾𝖿𝖿𝗍𝖺Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang