58- Telepon dariOm Wiguna

30 2 0
                                    

(Masih Pov Autor)

Paginya

Saat Sekar sedang memasak sarapan di dapur, dia dikejutkan dengan Pras yang tiba-tiba saja memeluknya dari belakang.

"Minggir kamu Kak! Jangan tidak sopan!" pekik Sekar marah.

"CK, gitu aja marah. Anggap saja sebagai bentuk permintaan maafmu padaku atas kejadian semalam!" Pras berdecak.

"Kamu memang pantes dipukul, karena tidak sopan!" ketus Sekar.

Beruntung Dimas segera datang menghampiri.

"Wah bikin sarapan ya? Ya udah aku bantuin bawa, udah lapar juga ini." Dimas membantu membawakan nadi goreng buatan Sekar.

"Terimakasih, Kak Dimas." Sekar tersenyum.

Pras dengan muka masamnya mengikuti Dimas.

"Kenapa kakak selalu saja merepotkan Sekar! Setiap sakit bukannya di rumah bersama istri, malah kemari!" Ketus Dimas pada kakaknya.

Pras malas menanggapi, dia fokus sarapan tanpa menjawab perkataan Dimas. Dan membiarkan Dimas terus menceramahi ya saja.

"Terimakasih ya Sekar untuk makan malam dan juga sarapannya," ujar Dimas dengan senyuman terkembang.

Sekar hanya membalas dengan senyuman dan anggukan kecil.

"Tunggu aku, aku akan sering kesini!" bisik Pras tepat di telinga Sekar.

Sekar melotot mendengarnya, dia tidak suka.

"Aku tak akan pernah menunggumu! Tidak usah datang lagi! Kalau untuk menggangguku!" ketus Sekar.

Pras hanya tersenyum tipis berupa seringainya saja.

Setelah kejadian itu, Sekar tak pernah bertemu Pras lagi. Pras juga ternyata tidak pernah datang untuk menemuinya.

Sekar bersyukur, mungkin Pras sudah menerima Clarisa, pikirnya.

Tapi, dia salah. Karena Pras sedang mempersiapkan sebuah rencana besar untuk hidupnya, Sekar dan Clarisa.

Sekar sebenarnya sangat merindukan Aura. Tapi, Wiguna tidak pernah menghubunginya lagi. Sekedar menyampaikan, kalau Aura kangen juga misalnya.

(POV Sekar)

Beberapa bulan kemudian

Aku merasa bahagia saat ini, karena ternyata sudah setahun melewati sekolah kesetaraan. Dan aku sudah lulus sekarang.

Kring, terdengar bunyi nada dering di ponselku.

Ternyata dari Lisa.

"Iya Lis?"

"Kamu bisa datang kan ke kafe xx hari ini jam delapan, kita adakan makan malam bersama untuk kelulusan kita," ujar Lisa di telepon.

"Boleh, Andra ikut juga?" tanyaku.

"Iya ikut," terdengar nada malu-malu dari suaranya. Aku tau, Lisa memang menyukai Andra. Itulah juga sebabnya, aku membuat benteng pertahanan agar tak menyukai Andra sebagai seorang wanita kepada pria.

Cukup kuanggap teman saja. Aku tak mau terlibat cinta segitiga. Meski tak kupungkiri, Andra tampan dan baik meski sedikit jarang bicara.

Setelah berbincang sebentar, kami pun menyudahi acara teleponan.

Tak terasa waktu beranjak naik, sudah waktunya pergi ke kafe.

Tring

Terdengar notifikasi pesan di hpku. Ternyata pesan dari Andra.

Cinta yang Terhalang TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang