[18] Kebenaran Terungkap

4.3K 556 103
                                    

Rafka berjalan tertatih-tatih meninggalkan pelataran rumah Kajen. Kini ia disambut dengan jalanan berpasir dengan kerikil kecil yang lumayan menusuk kaki. Tapi entah kenapa, rasa nyeri di telapak kaki nya sekarang sudah agak mendingan, tidak sesakit sebelumnya.

Sesekali Rafka melirik perban di kakinya. "Apa iya... Bunda gue masih hidup?"

Kalimat itu terus saja berputar di otak Rafka. Rasanya seperti bom waktu ketika ia merindukan sosok sang Bunda yang sudah lama meninggal. Mustahil jika Bundanya masih hidup padahal Rafka sendiri yang melihat tubuh Bundanya itu ditutup dengan kain putih oleh para perawat rumah sakit.

Lamunan Rafka membuatnya tanpa sadar telah sampai di depan rumah Flora. Terlihat gadis itu duduk di teras sambil menenteng keranjang kosong di tangan kanannya. Flora nampak sudah mengganti bajunya dengan dress putih selutut dengan rambut dikepang dua menggunakan pita.

Rafka terdiam memandangi penampilan Flora. Style pakaian itu sama persis Flora kenakkan ketika mereka bertemu pertama kali di pemakaman. Rafka juga masih ingat dengan yogurt yang Flora berikan waktu itu kepadanya.

Tanpa sengaja tatapan Flora tertuju pada Rafka. Buru-buru Rafka memalingkan wajah kemudian berdehem keras.

"Eherm!" Rafka menutup mulutnya lalu menggaruk-garuk tengkuk

Flora langsung berdiri menghampiri Rafka sambil tersenyum lebar.

"Eh, lo udah balik. Gimana tadi makanannya? Udah diterima sama ibunya?" tanya Flora.

Rafka hanya mengangguk cepat.

"Ibunya suka kan? Enak kan?"

Rafka mengangguk lagi

Flora kini celingukan mencari sesuatu dibalik punggung Rafka. "Trus... mangkoknya mana?"

Rafka langsung terdiam begitu teringat kalo dia lupa membawa mangkoknya kembali

"A-Anu... Itu..." Rafka terbata-bata. Entah kenapa suaranya susah untuk keluar. Aneh sekali.

"Anu apa? Itu apa?" tanya Flora penasaran

Rafka meneguk ludahnya kasar sebelum akhirnya menghela napas. "Ketinggalan."

"HAH?!" Flora melotot tak percaya, membuat Rafka terjingkat kaget. "Kok bisa ketinggalan sih?! Kan udah gue ingetin tadi berkali-kali!"

"Sorry. Namanya juga lupa," jawab Rafka singkat.

Terlihat Flora mulai mengepalkan tangannya kesal. "Gamau tau, besok lo ambil lagi pokoknya."

"Emangnya kenapa sih? Cuman mangkok doang."

"Buat lo 'cuman mangkok', tapi buat gue itu berarti segalanya tau gak!" bentak Flora. "Itu hadiah dari gue buat nenek!"

"O-Oke oke. Gue ngerti. Tenang... tenang." Rafka mengangkat kedua telapak tangannya bersamaan, berusaha menenangkan Flora. "Besok gue ambil lagi mangkoknya. Gue minta maaf ya."

Dengan santainya, Rafka mengulurkan tangannya ke hadapan Flora.

Flora hanya menatap nanar uluran tangan dari Rafka.

"Emang bener dugaan gue, orang-orang kayak kalian gaakan pernah ngerti rasanya berada di posisi sulit."

"Hm?" Rafka menaikkan alisnya gak paham, kemudian menunduk untuk mendengar lebih jelas perkataan Flora.

"Gue benci jadi miskin, gue benci direndahin karena kondisi gue, gue benci... lihat kakek dan nenek menderita sendirian cuman buat mastiin gue bisa makan hari ini"

Flora mendongak dengan sebulir air mata yang sudah menetes jatuh di pipinya.

Seketika tatapan Rafka berubah jadi khawatir

Daddy's GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang