Lengkara #03

521 48 7
                                    

Rain kembali menghidupkan wastafel yang sebelumnya ia matikan. Air mengalir begitu derasnya melalui wastafel, Rain segera membasahi tangannya dengan air itu membuat gelembung busa di tangannya hilang.

Setelah selesai dengan kegiatan mencuci tangan, Rain pun keluar dari toilet siswi. Kaki nya melangkah untuk kembali ke kelas. Namun, pandangannya melihat dua orang laki-laki di depan sana, yang satu menarik kerah baju lawannya, dan yang satu diam saja dengan pasrah. Langkah Rain terhenti, ia mengamati anak yang kerah bajunya di tarik.

Oh astaga! Cowok berkacamata bulat! Dan jangan bilang, yang satunya itu Kenzie.

Rain ingin meninggalkan dua orang yang entah ada masalah apa itu. Tapi, kenapa dia merasa kasihan dengan cowok berkacamata bulat itu. Bodo amat! Rain lanjut berjalan mendekati dua manusia itu.

"Lo ngapain, Ken?" Tanya nya saat sampai di samping dua laki-laki itu.

"Lo buta?" Kenzie balas bertanya, masih menarik kerah baju laki-laki di depannya.

Rain melirik cowok berkacamata bulat itu. Kenapa dia tidak melawan? Padahal tinggi badan cowok itu lebih tinggi daripada Kenzie. Kan mudah kalau mau mites Kenzie.

"Nggak, gue cuma katarak doang." Balasnya dengan santai.

Kenzie tertawa mendengarnya. Semua siswa di SMA Baskara takut dengannya, tapi lihat! Gadis pendek disampingnya ini bahkan tak memiliki sedikit rasa takut dengan dirinya.

"Sekali lagi lo ikut campur urusan gue, habis lo di tangan gue!" Bukan, Kenzie tidak berkata seperti itu pada Rain. Kenzie berkata kepada cowok berkacamata bulat di depannya.

"Tapi kan--"

Ucapan cowok berkacamata bulat itu berhenti saat Kenzie akan melayangkan tinju pada wajahnya. Namun dengan cepat, Rain menahan tangan Kenzie dan berteriak.

"Kenzie! Udah! Nggak usah bikin keributan terus menerus! Nggak cukup buat yang kemaren? Lo di skors setengah bulan?" Ucap Rain mencoba memberhentikan Kenzie.

Laki-laki itu kemudian terkekeh sambil tersenyum miring, terlihat mengejek. "Justru itu. Justru itu gue mau cari masalah lagi, biar gue bisa di skors lagi. Hahaha!"

"Betul betul tak betul lah budak ni," cerca Rain.

Kemudian, tawa Kenzie berhenti. Ia menatap Rain datar dan bergantian menatap cowok berkacamata bulat. "Cih, gara-gara lo, gue jadi males buat nyari gara-gara." Ucapnya menoyor kepala gadis yang terlihat pendek di sampingnya.

"Hari ini lo bebas dari gue. Buat kedepannya, nggak usah ikut campur urusan gue kalo nggak mau di tangani." Imbuh Kenzie lalu pergi dari sana.

Rain menatap sinis Kenzie yang mulai meninggalkannya dengan cowok berkacamata bulat. Ia kemudian memandang cowok itu dengan mendongakkan kepala. Serius, cowok berkacamata bulat itu tinggi sekali.

"Makasih karena lo--"

"Stop, stop, stop. Cuma hal kecil, nggak usah berterimakasih." Pungkas Rain. "Dan lagi, gue cuma mau ngingetin. Nggak usah deket-deket Kenzie, dia itu anaknya agak.. yah gitu deh." Imbuh Rain. Cowok didepannya hanya mengangguk. Manik mata Rain menatap name tag di almamater cowok berkacamata bulat itu.

Adiatma Arya Jayantaka. Hmm, namanya keren. Tapi kok yang punya nama.... agak-agak yah.

"Nama lo?" Rain membuka suara lagi. Cowok itu tidak menjawab, tapi menunjuk name tag yang terpasang apik di almamaternya.

Rain memijat pangkal hidungnya. "Bukan, bukan. Maksudnya, nama panggilan."

"Arya."

Rain mengangguk, menjabat tangan cowok yang di ketahui namanya Arya. "Salam kenal, Rya. Gue Rain."

Arya menatap tangannya di jabat oleh Rain. Tidak ada ekspresi yang keluar dari wajahnya. Tiba-tiba, Rain melepaskan jabatan lalu pergi dari hadapannya.

Rain.. unik ya.
























































































"Sumpah?! Demi apa?!" Jennifer kaget bukan main.

"Demi ayang Jihoon gue yang lagi ada di Korea." Tutur Rain dengan santainya.

Helen melirik sinis Rain, lalu menggeplak kepala gadis itu menggunakan botol. "Lo sama Jihoon itu cuma mantan, itu pun lo cuman pacaran dua hari sama dia dan harus berbagi sama yang lain. Hahaha!" Helen diam sebentar untuk menggigit nexstar coklatnya. "Sudahi halu mu bersama laki k-pop kawan, lebih baik lanjut halu bersama dengan cowok fiksi."

"Kayaknya otak temen lo korslet, deh."

"Bukan temen gue," jawab Rain lalu melahap bakso nya.

"By the way, Rain. Besok weekend, kita berdua mau main ke tempat wisata yang akhir-akhir ini lagi viral. Itu loh, yang katanya kita bisa cobain pake hanbok sama kimono. Dan lagi, katanya nuansanya kayak di Korea dan Jepang beneran!" Jennifer memberitahu dengan antusias. Tapi Rain hanya ber-oh ria.

"Ikut ya, Ney? Menurut gue, lo butuh refreshing setelah selama ini selalu maksain diri untuk terus belajar dan belajar." Helen memelas menatap Rain.

Jennifer mengangguk setuju. "Iya, hitung-hitung biar otak lo fresh sebelum ujian."

Sebenarnya Rain mau-mau saja, tapi kan dia harus.. "nggak bisa, gue harus belajar buat persiapan kenaikan kelas nanti. Senin besok, kita udah mulai ujian. Gue nggak mau nilai gue anjlok, maaf."

Helen dan Jennifer pun saling pandang. Sesulit itu kah?





















































Sorenya, Rain pulang ke rumah setelah kemarin tak pulang. Ia harus menyiapkan fisik dan mental ketika masuk ke dalam rumah.

Turun dari motor, Rain melihat Rachel membawa plastik hitam dengan ukuran sedang. Pandangan mereka beradu, lalu setelahnya Rachel berjalan mendahului Rain masuk ke dalam rumah. Rain mengekor di belakang Rachel dengan jarak agak jauh.

"Waah, semalem nggak pulang. Kemana aja? Habis tidur di hotel sama cowok, hm? Kamu jual diri kan, Rain. Yang artinya, kamu bisa dapet uang banyak dalam semalam." Zalfa berucap tiba-tiba saat Rain baru saja masuk.

Lalu, wanita itu tampak mengangkat sebuah benda pipih berbentuk persegi dengan warna hitam. "Berarti... Kamu nggak butuh ini, iya kan?"

Sial! Kartu atm yang di berikan oleh Riko kepadanya di ambil oleh Zalfa. Rain sebenarnya oke-oke saja kalau di atm-nya itu uang milik Riko semua. Tapi kan, sebagian uang yang di dalam sana adalah hasilnya menabung dan kerja paruh waktu.

Wajah Rain memerah, ia kesal. Dasar, wanita sialan sok tahu di depannya ini tidak sudah-sudah mencari masalah dengannya.

"Ma, balikin." Pinta Rain.

"Kenapa harus di balikin? Ini kan punya Papa kamu, udah pasti kalau uang yang ada di atm ini milik Papa kamu. Oh ya, kamu kan udah cukup dapet duit dari jual diri. Jadi, nggak butuh kartu atm ini." Zalfa memutar-mutar benda itu. "Jadi... Sekarang, benda ini Mama balikin ke Papa kamu. Oh! Kalau nggak, biar Mama pakai aja, ya?"

Rain mengernyit tak suka. Tamak sekali wanita didepannya ini. Apakah selama ini ia tidak cukup puas menghabiskan uang milik suaminya sendiri yang tak ada habisnya. Belum lagi, wanita ini selalu mengambil uang jatah bulanan milik Rain yang dititipkan Riko kepadanya.

"Ma, balikin Ma! Mama nggak puas selama ini foya-foya pake uang Papa?"

Zalfa menatap Rain sinis. "Tau apa kamu, hah?!"

Rain akhirnya tak peduli lagi. Ia muak, muak! Ia berjalan ke arah tangga yang menghubungkan lantai pertama dan lantai dua rumah ini, dimana kamarnya berada.

Ia mendorong Zalfa karena menghalangi jalannya. Bodo amat jika wanita tamak itu akan terjatuh.

Dan benar saja, Zalfa terjatuh karena dorongan dari sang anak. Seorang yang baru saja masuk ke dalam rumah melihat pemandangan barusan. Membuat emosinya tiba-tiba memuncak, rahangnya mengeras bersamaan dengan tangannya yang terkepal.

Lengkara [completed]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang