Ruangan berwarna putih dominan dan sunyi. Itu yang di dapati gadis berusia enam belas tahun yang kini masih terbaring di atas bangsal.
Rain memegang kepala yang terasa nyeri, tangannya merasakan ada perban yang melingkar di kepalanya. Ia tersadar bahwa dirinya berada di rumah sakit saat melihat jarum infus terpasang di tangan sebelah kirinya. Gadis itu menghembuskan nafas.
Separah itukah dirinya terluka?
Ia menatap jam dinding yang terpasang di ruangan serba putih berbau khas obat. Pukul empat sore. Ia menoleh ke sana kemari, memastikan tak ada orang yang mengawasinya. Pokoknya, ia harus pergi dari tempat itu. Harus.
"Sialan. Gue malah di gebukin, padahal besok ujian." Umpatnya sembari mencabut jarum infus.
Rain berusaha untuk berdiri walaupun tubuhnya masih terasa sangat sakit. Gadis itu meringis pelan ketika berhasil turun dari bangsal. Kepalanya nyeri bukan main. Ia berjalan sambil memegangi kepalanya.
Rain keluar dari ruangan dimana dirinya dirawat. Ia berjalan menelusuri lorong-lorong rumah sakit dengan sedikit bersusah payah karena tubuhnya terasa sangat sakit bila di gerakkan. Tidak mau ketahuan jika dirinya kabur, Rain memilih keluar melalui pintu yang menghubungkan dengan taman rumah sakit. Dan pergi secepatnya dari sana.
Rain sudah lumayan jauh pergi dari rumah sakit. Ia harus kembali ke rumahnya. Bukan, bukan rumah itu yang mirip neraka, tapi rumah yang memang pantas ia tinggali. Ia menelusuri jalanan pada sore itu, sembari menahan rasa sakit yang menyerang sekujur tubuhnya.
Memakai baju pasien rumah sakit, perban melingkar di kepalanya, ujung bibir terdapat luka robek akibat pukulan sang ayah. Dan parahnya, seluruh tubuhnya penuh dengan warna hijau keunguan, warna itu timbul akibat tubuhnya di sakiti. Para pengguna jalan nampak prihatin dengan kondisi Rain. Malang sekali gadis itu.
Gadis itu berjongkok sebentar di trotoar. Sakit, pusing, lemas bercampur jadi satu menyerangnya secara bersamaan. Keringat bercucuran melalui pelipisnya, nafas gadis itu tersengal. Tidak, ia tidak boleh tumbang di sini. Ia harus melanjutkan langkahnya.
"Ayo Rain, lo pasti bisa. Lo kuat, lo nggak boleh lemah kayak gini." Ucapnya menyemangati diri sendiri.
Rain kembali mengumpulkan tenaga melanjutkan langkahnya. Kakinya yang tak mengenakan alas, terasa sakit saat memijak jalanan yang tak terlalu mulus permukaannya. Namun itu tak menjadi penghambat bagi dirinya.
Di seberang jalan, pemuda mengenakan hoodie berwarna army dan celana training berwarna hitam andalannya, menenteng plastik belanjanya dengan girang. Tangan kanannya yang sebelumnya menganggur, kini memegang es krim yang ujung sudah ia gigit. Pemuda itu berjalan dengan semangat, dan langkahnya terhenti ketika melihat gadis di seberang sana sedang berjalan tertatih-tatih.
Matanya menyipit, menajamkan pengelihatan. Ia terkejut saat mengetahui gadis itu.
"Rain? Siapa yang bikin lo begitu?" Gumamnya dengan perasaan marah dan sedih bercampur menjadi satu.
Rain berhenti di depan rumah minimalis berwarna putih. Melangkahkan kakinya menuju pot bunga yang berada di dekat pintu, mengambil kunci rumah yang selama ini ia sembunyikan di sana.
Rain masuk ke dalam rumah. Ya, ini rumah yang dia beli beberapa bulan lalu. Waktu itu, ia berpikir bahwa suatu saat dia pasti akan membutuhkan tempat tinggal sendiri. Di dalamnya, terdapat fasilitas yang sudah tersusun rapi. Mulai dari sofa, kasur, televisi, peralatan dapur dan lain sebagainya.
Rumah itu terlihat sangat nyaman dan cukup untuk di tinggali sendirian.
Rain segera mengganti bajunya. Lalu dia menatap pantulan dirinya di cermin. Ia tertawa kecil melihat penampakannya yang tak karuan, pantas saja di sepanjang jalan tadi orang-orang menatap dirinya dengan iba.
Pasti besok ia akan viral di media sosial, dengan judul artikel seperti ini;
Seorang gadis remaja nampak berkeliaran dengan luka lebam di sekujur tubuh dan kepalanya yang terlilit perban. Diketahui gadis remaja tersebut merupakan pasien dari RSJA atau yang sering di bilang Rumah Sakit Jomblo Abadi.
Rain berdecak mengusir pikiran anehnya. Ia duduk di tepi ranjang, dengan kaki mengayun. "Huh, dasar Riko sialan! Udah tua masih aja seneng memproduksi dosa. Nggak mikir kalau bakalan mati kali yak." Gerutunya masih tak terima dengan perlakuan ayahnya yang bejat.
Rain ingin memejamkan mata, namun perutnya melolong minta di isi. Sulit untuk memilih salah satunya. Ia ingin tidur, tapi takut kalau nanti ia mati kelaparan. Ingin keluar beli makanan, tapi takut masuk selokan karena matanya merem melek.
Akhirnya dengan berat hati, ia mengambil uang dari dalam laci. Untungnya ia tidak menyimpan seluruh uangnya dalam kartu rekening itu. Rain pun kembali menyusuri jalan untuk membeli kebutuhan perutnya.
Riko terkejut, melihat gembok gudang berhasil di rusak. Riko ingin memastikan melalui cctv rumah itu, namun sayangnya, ia tidak memasang cctv di bagian gudang itu. Riko memastikan cctv yang berada di gerbang rumah, namun tak menemukan apapun selain satpam yang berjaga.
"Arrghhh! Dasar anak sialan!" Teriaknya sambil mengacak rambut.
Ini ketiga kalinya Rain melarikan diri saat di kurung di gudang. Awalnya, Riko hanya mengunci gudang itu dari luar tanpa gembok. Namun, terlihat cungkilan dari dalam yang membuat kunci itu terlepas. Setelah mengetahuinya, Riko mengunci pintu gudang dari luar dan memasang satu gembok. Ia pikir, dengan begitu, Rain tak akan bisa keluar.
Namun ia salah. Jendela kaca yang berada di bagian belakang gudang pecah menjadi kepingan-kepingan kecil. Rain melarikan diri melalui jendela itu.
Kini, ia mengganti jendela itu dengan jeruji besi. Sudah ia pastikan anak itu tidak akan bisa kabur, apalagi ia memasang dua gembok sekaligus pada pintu gudang.
Tapi ternyata, gembok itu dirusak. Dan artinya, ada yang membantu gadis itu.
Tak lama kemudian, Riko terkekeh. Percayalah, dia terlihat seperti seseorang yang mengidap gangguan jiwa. Riko mengetuk-ngetuk meja, tawanya makin menggelegar.
"Rain.. Rain.. kamu itu selalu bikin saya terkejut ya," ucapnya masih diiringi dengan gelak tawa. Riko menggeleng-gelengkan kepalanya, tak percaya bahwa sang anak bisa secerdik itu.
"Ternyata.. kamu dibantu seseorang." Riko terdiam sejenak. Lalu muncul seringaian dari wajahnya, membuat terlihat lebih menyeramkan dan seperti psikopat. "Lihat saja, saya akan menghabisi orang yang sudah membantu mu. Menghabisi dengan tangan saya sendiri."
Namun.. apakah Riko mampu untuk membunuh orang itu? Apakah ia mampu membunuh dengan tangannya sendiri, jika dia mengetahui siapa sesungguhnya orang yang telah menyelamatkan nyawa gadis malang itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Lengkara [completed]✓
Teen Fictionsegores luka kecil yang tak kunjung sembuh. ini tentang Rainey Azalea, gadis penuh luka yang ia sembunyikan dari semua orang. Rain yang tak di harapkan oleh orang tuanya. namun, mengharapkan kasih sayang orang tuanya. Rain selalu mengharapkan kasih...