Delapan

10.9K 579 11
                                    

Happy🕊️Reading






Jadi begini, mari kita luruskan.


Kalau bicara soal perasaan, jelas saja Sila yang gagal move-on pasti menerima Rio kembali dengan senang hati.

Tapi disini, mengandalkan perasaan saja tidak cukup. Sila tidak ingin jadi bodoh dua kali. Logikanya juga harus berperan banyak.

Sila ditinggal nikah.

Alasan itu saja rasanya sudah cukup untuk membenci Rio seumur hidup, tapi Sila berusaha untuk manusiawi, tidak membenci seseorang karena hubungan di masa lalu. Apalagi dalam konteks ini Rio tidak bersalah, dia dipaksa dan terpaksa melakukan itu.

Tapi bagaimanapun, Sila tidak di ajak bicara tentang ini, Rio mengambil keputusan secara sepihak tanpa ingin dengar pendapat Sila.

Jelas saja Sila sakit hati.

Ditambah kenyataan bahwa Rio memiliki anak dari pernikahannya yang terpaksa itu.

Punya anak...

Pasti mereka sudah menjalin keluarga bahagia sekarang, dan Sila tidak ingin merusaknya.

Sila menjaga jarak karena memang begitulah seharusnya.





Ngomong-ngomong, tiga hari ini Sila sudah berada di Jakarta. Ia menyewa apartemen untuk tempatnya tinggal dengan uang tabungan yang dipunya.

Sila masih belum punya nyali untuk bertamu kerumah orang tuanya, sekedar mengabari kalau dirinya di Jakarta saja belum.

Sila takut dengan respon ayah yang akan di dapatnya nanti.

Tapi bagaimanapun Sila harus menemui keluarganya. Alhasil, pagi ini gadis itu sudah berada di depan sebuah rumah bercat putih milik orang tuanya.

Mereka sudah pindah. Bukan rumah yang dulu lagi. Sila dapat alamat ini dari Raka yang menginfokan kepindahan mereka beberapa bulan lalu.

Setelah bel di tekan yang ketiga kalinya, barulah ada suara dari dalam.

"Iyaa... Sebentar..."

Itu suara bunda. Gugup bercampur rindu mendominasi perasaan Sila.

Pintu terbuka, Hilya terkejut dengan kedatangan putrinya yang tiba-tiba, "Sila?!" Wanita itu segera merengkuh putrinya dengan mata berkaca-kaca, "bunda kangen banget sama kamu, nak."

Sila membalas pelukan itu, "Sila juga, Bun."

"Kenapa ga pernah pulang?" Hilya meneliti penampilan dan wajah anaknya, "kamu tambah dewasa, tapi kok tambah kurus?"

Sila hanya tersenyum menanggapi.

"Masuk.. masuk, ayoo..." Hilya sangat antusias, "Yah.. Ayah.. ini loh ada Sila."

Sila berdiri mematung diruang tamu melihat ayahnya dengan wajah tidak bersahabat jalan mendekat.

"Masih inget kalau punya orang tua?"

Nah kan, Sila bilang juga apa.

"Kenapa pulang? Habis uang?" Tembak ayahnya lagi.

Ga pulang salah, pulang di salah salahin...

Sila berusaha tersenyum, "Sila tau, Sila salah ga pernah pulang, tapi—"

"Udah tau salah masih muncul. Ga punya malu kamu?"

You Are My DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang